webnovel

ELYANA

Ini tentang Elyana, atau biasa dipanggil Eli yang menyukai kakak tirinya sendiri yaitu William Martinez, dengan kenyataan bahwa pria itu sangat membencinya karena pernikahan orang tua mereka. Eli sadar, mau sampai kapanpun mungkin William akan membencinya dengan terbukti sikap kasar yang sering pria itu berikan kepadanya entah melalui tindakan verbal maupun non verbal. Tapi Eli bisa apa, hal itu bahkan tidak bisa menghapus perasaannya kepada kakak tirinya itu. Karena bagi Eli, William adalah potret sempurna dari tipikal pria idamannya selama ini. Mungkin kata Jane memang benar, sahabatnya itu suka sekali menyebut ia bodoh karena sudah jatuh cinta dengan pria yang bahkan tidak pernah memikirkan perasaannya. Lagi-lagi Eli bisa apa? Namun sepertinya, prinsipnya yang ia pegang teguh itu membuahkan hasil. Atau mungkin, memang sejak dulu William memang menyukainya, namun tidak pernah dia tunjukkan karena sebuah alasan. Ya, dan alasan itulah yang akhirnya mengungkap rahasia kelam yang selama ini Papa Eli tutupi mengenai kematian Mamanya dan juga rahasia-rahasia besar lainnya. Darisana Eli sadar, bahwa selain mendiang Mamanya, William yang selama ini secara terang-terangan membencinya justru menjadi orang kedua yang peduli padanya. Dan justru bukan Papanya yang selama ini ia banggakan, ataupun Mama tirinya yang Eli pikir benar-benar baik kepadanya.

Shawingeunbi · Teen
Not enough ratings
113 Chs

Chapter 5

Klik!

Pintu itu berhasil dibuka setelah William membuka sandi keamanan apartemennya. Ia pun segera menarik tangan Eli untuk ikut masuk bersamanya ke dalam dan kemudian meyudutkannya.

"Kak Wil?"

William tidak memberi waktu Eli untuk berkata-kata, karena kali ini ia langsung meraup bibir milik gadis itu tidak sabaran. Sementara Eli yang sudah dikuasai gairah pun tidak kuasa untuk membalas ciuman dari kakak tirinya itu. Tanpa memutuskan tautan dibibir mereka, William menggendong Eli ala gaya bridal style dan masuk ke dalam kamarnya.

William menaruh tubuh Eli ke atas ranjang, tautan bibir mereka pun terlepas. Pria itu menggunakan kesempatan itu untuk melepas kemejanya dan membuangnya begitu saja. Perut kotak-kotak milik William tampak begitu jelas dan hal itu membuat pipi Eli memerah seperti tomat. Ini kali pertama Eli melihat William dalam keadaan setengah telanjang.

Sementara itu, William yang menyadari Eli sedang memandangi tubuhnya tanpa malu hanya berdecih. Lihatlah, memang dimana-mana perempuan itu sama saja. William kembali mendekati Eli, ketika ia akan melanjutkan aksinya, tiba-tiba Eli malah menjauhinya.

"Ada apa, Eli?" tanya William pada gadis itu.

Eli tidak berani menatap mata William, "Ini salah kak, kita tidak boleh begini." jawab Eli lirih.

William terkekeh, pria itu membelai pipi Eli dan memaksa gadis itu agar mau menatapnya.

"Kata siapa tidak boleh? kita tidak sedarah, El." ujar William dengan memberikan panggilan baru kepada Eli.

Masih berpegang teguh dengan kata-katanya, Eli makin menjaga jarak dari William. Ia memang menyukai kakak tirinya itu, tapi Eli tidak ingin melakukan hal seperti ini. Eli tahu tadi ia sudah bertindak kejauhan, ia tidak bisa mengontrol dirinya dan malah mengikuti gairahnya sendiri. Eli sekarang tidak mau melakukannya lagi, karena wajah Lea dan papa-nya terus terbayang dibenaknya. Eli tidak ingin membuat mereka kecewa jika mereka tahu tentang hal ini suatu hari nanti.

"Tidak, kak Wil. Aku mau pulang, maafkan aku." ujar Eli akan beranjak pergi dari sana, namun William sudah lebih dulu menahannya.

"Kata siapa kau boleh pulang, hmm?"

"Kak, aku mohon jangan begini."

William terkekeh, "Elyana sayang, kau tahu mengapa aku membawamu kemari?" ujar William dengan intonasi suara melembut. Tangannya tampak membelai pipi Eli lagi dan kemudian mencengkram rambut Eli.

"Aww!" ringis Eli.

"Jangan bersikap jual mahal kepadaku, El. Bagiku kau sama dengan perempuan-perempuan lain diluar sana."

"Apa maksudmu, kak?!"

"Haha! Lihatlah betapa dramatisnya dirimu. Pelacur tidak akan mengaku jika dia itu pelacur, bukankah begitu El?"

Kedua mata Eli langsung berkaca-kaca setelah William menuduhnya tanpa alasan, rasanya sakit sekali karena lagi-lagi kakak tirinya itu merendahkannya dengan seenaknya.

"Cukup, kak! Aku tahu kau sangat membenciku, tapi kau juga tidak bisa dengan seenaknya merendahkan aku ataupun menuduhku tanpa alasan."

"Bukankah berita itu cukup terkenal di SMA-mu dulu?" ujar William tiba-tiba dan seketika mengingatkan Eli pada kenangan yang sudah lama sekali ia lupakan.

"Ka--kau menyelidikiku?" tanya Eli dengan suara sedikit bergetar.

"Ya, termasuk keberadaan kekasihmu yang kabur setelah berhasil mengambil keperawananmu itu." jawabnya sambil menyeringai.

Deg!

Eli merasa jantungnya dipompa begitu cepat, ia sama sekali tidak menyangka jika kakak tirinya itu mengetahui semua tentang masa lalunya yang ingin sekali ia lupakan. Dan yang membuatnya bingung, mengapa dia harus mencari tahu hal itu? ah, Eli ingat jika William sangat membencinya dan dia menggunakan ini untuk mengolok-ngoloknya. Dia benar-benar niat sekali.

"Aku rasa itu bukan urusanmu, kak. Maaf, aku permisi."

William terkekeh, ia tidak menghentikan Eli kali ini. Namun ia tidak akan membiarkan gadis itu keluar dengan mudah. Apalagi setelah Eli sadar jika pintu kamar itu ternyata terkunci oleh sistem yang terpasang di pintu itu dan otomatis hanya William-lah yang tahu bagaimana cara membukanya. Baru kali ini Eli dibuat kesal oleh William.

"Kenapa? katanya mau pulang." kata William sembari duduk santai di sofa yang ada di kamar itu.

Eli menghela nafas, "Aku tidak bisa membuka pintunya, kak." jawab Eli menahan kesal.

William tertawa, pria itu lantas bangkit dari posisinya dan berjalan mendekati Eli. Kini gadis itu memasang sikap waspada, takut jika William akan berbuat aneh-aneh kepadanya.

"Wow, santai saja. Aku tadi hanya bermain-main. Jadi jangan terlalu percaya diri aku akan melakukannya lagi denganmu."

Kini William sudah berdiri menjulang di depan Eli yang terlihat mungil karena tingginya hanya sebatas bahu pria itu. Sebenarnya jika dibandingkan gadis-gadis lain, Eli termasuk golongan perempuan yang lumayan tinggi. Sementara William adalah pria tinggi dengan seratus delapan puluh sentian.

"Bukankah kau membenciku? tentu saja aku harus pergi dari sini segera." kata Eli mulai berani menanggapi perkataan William.

William maju dan menyudutkan Eli sampai punggungnya menyentuh dinginnya tembok, "Sejak kapan seorang Elyana bersikap berani seperti ini? apakah kau sudah kehilangan rasa takut?"

Eli menelan ludahnya susah payah untuk membasahi tenggorokannya yang mengering, sebenarnya ia juga terkejut darimana keberaniannya muncul. Mungkin saja perkataan Jane benar, akhirnya ia sadar jika William adalah pria yang jahat sehingga ia pun menjadi muak dengannya.

"El?" panggil William membuyarkan lamunan Eli yang ternyata baru gadis itu sadari jika jarak wajah mereka sudah terlalu dekat. Eli pun mengelak dan berusaha menjauh, namun William sudah menahannya lebih dulu.

"Kak Wil, jangan samakan aku dengan wanita-wanitamu. Jadi aku mohon lepaskan aku."

"Apa kau pikir aku peduli? bagiku kalian semua sama saja."

Kini Eli berani menatap William, hari ini kakak tirinya itu bersikap aneh. Biasanya ia tidak terlalu peduli dengannya bahkan lebih sering mengabaikannya. Dia memang suka sekali merendahkannya dengan kalimat pedasnya dan cukup disitu tidak ada tindakan lain yang melibatkan fisik, dan ada apa dengannya sekarang?

"Ini seperti bukan dirimu kak, sebenarnya apa maumu?!" ucap Eli mulai jengah. Ia sama sekali tidak mengerti dengan William.

William menunjukkan smirknya, ternyata gadis ini lumayan pintar juga. Ia pikir dia tidak akan menyadari tindakannya, tapi dugaannya salah. Dan inilah kesempatannya.

"Jadilah kekasihku." ujar William dengan tegas.

Jika saja Eli tidak ada dalam kungkungan tubuh William, mungkin sekarang ia sudah jatuh terduduk ke bawah. Apa-apaan ini? apakah ia tidak salah dengar? William menyatakan perasaannya kepadanya? ini gila.

"Aku tahu kau terkejut, tapi jangan terlalu percaya diri dulu El. Bukan kekasih sungguhan, tapi pura-pura." ralatnya.

Dadanya teremas sakit tiba-tiba, Eli tahu memang tidak seharusnya ia menggantungkan harapan kepada manusia semacam William. Pria itu memang jahat.

"El?"

"Tidak, kak. Aku tidak mau melakukannya." tolak Eli kemudian. Sementara William tidak terkejut, ia tahu jika perempuan itu gengsinya terlalu tinggi. Tapi William tidak menyerah.

"Baiklah, aku akan memberikan penawaran untukmu. Apa kau tidak mau tahu dimana keberadaan dia sekarang?"

Eli tahu akan maksud William, dan apa yang dikatakan William tadi memang benar. Ia memang sudah tidak perawan karena keperawanannya sudah ia berikan kepada lelaki itu. Kekasihnya yang pergi beberapa tahun yang lalu tanpa pamit. Dan entah mengapa, semenjak kepergiaannya waktu ia masih duduk di SMA, berita mengenai ia sudah tidak perawan beredar luas. Memang sekolahnya itu berpegang teguh pada adab keagamaan. Jadi, siapapun yang bertindak diluar itu akan mendapatkan sanksi dengan dikeluarkan dari sekolah itu dan juga sanksi sosial. Banyak orang membencinya karena berita itu, bahkan termasuk teman terdekatnya pun menjauhinya.

Makanya, setelah dikeluarkan secara tidak terhormat dari sana, Papa-nya membawanya dan Mama-nya pindah ke Seoul untuk memulai kehidupan baru di kota ini sampai akhirnya Mama-nya meninggal hingga Papa-nya menikah lagi dengan Lea yang tidak lain merupakan Mama William.

"Untuk apa aku harus memikirkan keberadaan seseorang yang sudah menghancurkan hidupku?" jawab Eli penuh penekanan.

"Jika pun aku harus bertemu dengannya lagi, aku akan berpura-pura tidak pernah mengenalnya."

William terkekeh, "Apa kau tidak menyimpan dendam kepadanya?"

"Apakah aku harus?"

"Tentu saja."

Eli menggeleng, "Aku tidak akan pernah hidup tenang kalau begitu."

"Mendiang Mama-ku pernah berkata kita tidak boleh menyimpan dendam pada orang lain, mau sesakit apapun dia menciptakan luka, memaafkan jauh lebih baik daripada harus menyimpan dendam dan hidup tidak damai."

"Nasihat bodoh, dan aku rasa Mama-mu pasti menyesal pernah mengatakan itu kepadamu sekarang dari atas sana."

"Apa maksudmu?!"

"Kau pikir kematian Mama-mu murni kecelakaan?"

"Kak Wil?!"

"Mama-mu bukan meninggal karena kecelakaan, tapi karena dibunuh oleh Papa-mu sendiri setelah dia memergoki suaminya sedang berselingkuh dengan wanita lain."

"Kak Wil, cukup! Aku tahu kau juga membenci Papa, tapi kau tidak bisa membuat cerita--"

"Wanita itu adalah Mama-ku! Papa-mu berselingkuh dengan majikannya sendiri dan dia adalah Mama!"

Deg!

Eli runtuh begitu saja, kakinya benar-benar melemas. William bohongkan? Papa-nya tidak mungkin melakukan itu. Papa mencintai Mama, dia tidak mungkin mengkhianati Mama apalagi sampai membunuhnya.

"Karena mereka, Papa-ku juga memilih untuk mengakhiri hidupnya. Aku tidak sedang membuang El, karena disini aku juga sedang memperjuangkan kebahagiaan Papa-ku yang sudah direnggut secara paksa!" jelas William seraya menangis. Dan ini kali pertama Eli melihat sisi lain seorang William, entah mengapa dadanya turut merasa sakit seolah ia tahu betul apa yang dirasakan oleh pria itu.

"Kak Wil?"

"Aku menunggu saat-saat seperti ini dan mengatakan yang sebenarnya kepadamu El, tentang hal yang mereka tutup rapat-rapat. Kejahatan mereka yang tidak bisa dimaafkan."

"Ini masih sulit dipercaya kak, Papa dan Mama Lea tidak mungkin sejahat itukan?"

"El, kau pikir untuk apa aku mengatakan hal ini kepadamu? aku memang awalnya membencimu karena kau anak dari pria itu, tapi setelah aku melihatmu dan kau makin mirip dengan Mama-mu, aku merasa aku harus mengatakan yang sebenarnya padamu."

"Tunggu, kau mengenal Mama-ku?"

William menggeleng, "Tidak, tapi aku melihat Mama-mu disaat dia berusaha melarikan diri dari kejaran Papa-mu hingga akhirnya Mama-mu dinyatakan meninggal karena sebuah kecelakaan bus yang terbakar."