webnovel

ELYANA

Ini tentang Elyana, atau biasa dipanggil Eli yang menyukai kakak tirinya sendiri yaitu William Martinez, dengan kenyataan bahwa pria itu sangat membencinya karena pernikahan orang tua mereka. Eli sadar, mau sampai kapanpun mungkin William akan membencinya dengan terbukti sikap kasar yang sering pria itu berikan kepadanya entah melalui tindakan verbal maupun non verbal. Tapi Eli bisa apa, hal itu bahkan tidak bisa menghapus perasaannya kepada kakak tirinya itu. Karena bagi Eli, William adalah potret sempurna dari tipikal pria idamannya selama ini. Mungkin kata Jane memang benar, sahabatnya itu suka sekali menyebut ia bodoh karena sudah jatuh cinta dengan pria yang bahkan tidak pernah memikirkan perasaannya. Lagi-lagi Eli bisa apa? Namun sepertinya, prinsipnya yang ia pegang teguh itu membuahkan hasil. Atau mungkin, memang sejak dulu William memang menyukainya, namun tidak pernah dia tunjukkan karena sebuah alasan. Ya, dan alasan itulah yang akhirnya mengungkap rahasia kelam yang selama ini Papa Eli tutupi mengenai kematian Mamanya dan juga rahasia-rahasia besar lainnya. Darisana Eli sadar, bahwa selain mendiang Mamanya, William yang selama ini secara terang-terangan membencinya justru menjadi orang kedua yang peduli padanya. Dan justru bukan Papanya yang selama ini ia banggakan, ataupun Mama tirinya yang Eli pikir benar-benar baik kepadanya.

Shawingeunbi · Teen
Not enough ratings
113 Chs

Chapter 17

"Ah, jadi begitu."

Yuna kembali mengintip untuk mendengarkan percakapan antara William dan Christ dari balik pintu secara diam-diam.

Ia sama sekali tidak menyangka akan mendapatkan berita semacam ini mengenai hubungan William dan Eli sebenarnya, padahal niatnya kemari tadi hanya ingin meminta maaf pada William.

Dari apa yang ia dengar juga, ternyata Eli adalah adik tiri William. Wah, bagaimana mungkin plot twist kehidupan Eli bisa semenarik ini? Ia jadi iri. Terlebih lagi, junior di kampusnya itu juga disukai oleh William yang notabenenya pria yang ia sukai. Alarm dari dalam diri Yuna pun berbunyi, ia tidak mungkin membiarkan semua ini terjadi. Dirinya harus membuat William berhenti menyukai Eli lagi.

Yuna tadi juga mendengar kalau Eli sekarang hilang tanpa jejak, jadi William pun menyuruh Christ untuk mencarinya. Seperti yang ia bilang tadi, tentu saja ia tidak akan membiarkan semua berjalan sesuai harapan mereka, dirinya harus menemukan Eli terlebih dahulu. Pokoknya William tidak boleh menemukan keberadaannya.

"Aku harus lebih cepat darinya!"

"Yuna?"

Christ yang terlihat baru saja keluar dari ruangan William terkejut mendapati ada Yuna yang sudah berdiri menjulang di balik pintu. Dari gerak-geriknya, sepertinya dia sudah sejak tadi berada disini.

"Apa kau menguping pembicaraan kami?" curiga Christ.

Yuna tampak terkejut karena tanggapan cepat dari Christ.

"Hei, apa maksudmu? Aku baru saja datang, mengapa kau langsung menuduhku?! Tidak masuk akal sekali!" ujarnya berusaha mengelak.

Christ mencengkram lengan Yuna, "Jangan mengelak, kau pikir kau bisa berbohong dariku?"

"Y-ya! Kau gila? Lepaskan aku! Sudah kubilang aku tidak tahu apa yang kau maksud! Wil, keluarlah. Tolong aku!"

"Tutup mulutmu! Ini hanya masalah antara kita berdua, jadi jangan libatkan sir William ke dalamnya!"

Sialan, lenganku lama-lama bisa remuk kalau si gila ini terus menyudutkanku! Umpat Yuna dalam hati.

"Jika kau ingin aku diam, maka lepaskan tanganmu dari lenganku! Kau mau membuatku mati?"

Christ mendengus, pada akhirnya ia melepaskan cengkraman tangannya dari lengan Yuna.

"Aku peringatkan padamu, jika kau berani berbohong dariku, aku tidak akan membiarkanmu hidup dengan tenang!"

Setelah memperingatkan Yuna, Christ berlalu pergi dari sana. Yuna berdecih, "Awas saja kau! Aku pasti akan membuatmu ditendang keluar dari sini oleh William sendiri nanti!" katanya percaya diri.

Yuna pun memutuskan untuk pulang karena tahu kalau saat ini William tidak dalam suasana hati yang bagus. Lagipula, dirinya juga harus mengatur rencana untuk membuat William tidak menyukai Eli agi. Tapi yang paling penting, ia harus menemukan gadis itu lebih dulu. Harus.

************

Plak!

Eli baru saja menampar pipi Dylan setelah apa yang dikatakannya barusan. Pria itu mengingatkannya pada masa-masa kebodohannya. Dimana ia harus merelakan keperawanannya pada pria yang sangat dipercayainya ini, namun kemudian dia malah menghilang tanpa jejak.

Tapi yang membuatnya lebih marah lagi adalah Dylan orang dibalik bibi Viviane dan Logan yang mau menjaganya. Gara-gara dia, bibi mati sia-sia karena menyelamatkannya.

"Eli?"

"Diamlah! Aku tidak mau berbicara dengan pria yang tidak memiliki hati sepertimu."

"Tapi Eli--"

"Bagaimana mungkin kau menyuruh bibi Viviane untuk menjagaku sampai ia kehilangan nyawanya sendiri, lalu sekarang kau menyuruh anaknya juga untuk menjagaku. Mengapa Dylan? Mengapa kau harus melibatkan orang tidak bersalah ke dalam hidupku?"

"Eli, bukan begitu--"

"Diamlah! Kau tahu? Kepalaku rasanya mau pecah karena terus memikirkan hal-hal yang tidak masuk akal ini? Dylan, kau pasti tahu sesuatu kan? Siapa mereka?!"

"Kumohon tenanglah."

Eli menarik baju Dylan, "Katakan yang sebenarnya, Dylan! Aku yakin kau pasti tahu sesuatu kan?!"

Dylan menghela nafas, "Baiklah, aku akan mengatakan yang sebenarnya. Pria-pria yang memburumu itu adalah suruhan dari Mama-ku."

Dahi Eli mengernyit, "Su-suruhan Mama-mu?"

Dylan meraih tangan Eli, "Jika aku menjelaskan tentang kepergianku waktu itu, apa kau mau memberiku kesempatan lagi?"

Eli tak menjawab, dia hanya diam. Dylan pun mulai menjelaskan meskipun tak mendapatkan tanggapan dari Eli. Ia pun mulai menjelaskan dari Lena yang mengetahui hubungannya dengan Eli dulu, lalu dia menyuruhnya pergi ke Amerika dengan mengancam keselamatan Eli, dan kemudian ia juga menjelaskan kalau dirinya dipaksa bertunangan demi urusan bisnis. Dalam diam Eli mendengarkan, meskipun sepenuhnya kepergiannya waktu itu bukan salah Dylan, tapi entah mengapa ia merasa seperti sama sekali tidak tertarik kembali dengan penjelasan itu.

"Eli, tolong beri aku kesempatan." ulang Dylan sekali lagi.

Sepertinya Eli memang sudah tidak memiliki perasaan pada Dylan lagi. Jantungnya sudah tak berdetak cepat seperti dulu ketika Dylan bersamanya, meskipun kadang bayangan pria itu datang menghampirinya, tapi itu hanyalah sebuah reinkarnasi momen yang tak berujung. Pengulangan-pengulangan jadi tak berarti saat ini, ternyata hatinya memang sudah sepenuhnya milik kakak tirinya, William Antonio.

"Dylan, maafkan aku."

"Eli? Mengapa kau meminta maaf?"

Kepala Eli menggeleng, "Kita tidak bisa seperti dulu lagi."

"Apa maksudmu?"

"Aku sudah mencintai orang lain."

Dua kali Eli menyatakan jika hatinya sudah milik orang lain, dua kali juga Dylan merasa hatinya berlubang karena luka.

"Aku pulang karena aku merindukanmu. Aku berharap kita bisa seperti dulu lagi." ujar Dyln jujur.

"Maafkan aku, kau berhak mendapatkan wanita yang bisa mencintaimu dengan tulus. Dan itu bukan aku. Aku berharap ini adalah pertemuan terakhir kita. Mari hidup dengan cara masing-masing."

Eli berusaha membuat Dylan mampu memahaminya, ia juga ingin menegaskan pada pria itu kalau dirinya sudah tidak memiliki perasaan lebih padanya. Eli tahu pasti rasanya menyakitkan bagi Dylan, tapi lebih baik ia menegaskan semuanya agar lebih jelas dan Dylan tak berharap lebih padanya.

"Aku pergi." pamitnya.

"Eli?" panggil Dylan kembali.

"Apa?"

"Jika memang kita tak bisa bersama lagi, maka sebagai perpisahan, bisakah aku mengantarmu pulang?"

Eli tersenyum, "Tentu saja."

**********

"Sir!"

Christ tampak meneriaki William dari luar. Sementara itu William yang terlihat masih tidur di dalam kamarnya merasa terganggu akan kebisingan Christ.

"Berisik sekali! Christ, ada apa?!"

"Sir, Eli sudah kembali! Eli sudah kembali!"

Seketika itu mata William membuka sempurna, ia pun bergegas bangkit dari kasurnya untuk menemui Christ memastikan jika ia tidak salah dengar.

"Apa kau bilang?"

Christ masih begitu antusias, "Eli.Sudah.Kembali." tekannya.

Senyum lebar terukir dibibir William, entah mengapa pria itu merasa sangat bahagia.

"Lalu sekarang dia dimana?"

"Dirumah sir, dia kembali ke rumah."

"Oke, oke. Tunggu sebentar, aku akan mandi sebentar dan kesana."

William pun kembali masuk ke dalam kamarnya untuk merapikan diri. Christ sama sekali tidak percaya William bisa menjadi seperti itu.

"Aku senang melihatnya begini."

Tak berapa lama William kembali muncul dengan pakaian kasual. Shirt putih dan celana pendek selutut. Sangat santai dan ini benar-benar bukan style William selama ini. Christ terlihat terperangah dalam beberapa saat.

"Mengapa kau terlihat terkejut begitu?"

"Ini bukan seperti dirimu."

William mengibas-ngibaskan tangannya, "Ayo menemui Eli, aku sangat merindukannya." ucap William tanpa malu.

"Wah, sir. Kau memang benar-benar sangat luar biasa!" kagum Christ.