webnovel

Bab 1

"Adara Fradella! Berhenti kamu!" Teriak seorang wanita paruh baya sambil berlari mengejar seseorang.

"Maaf, Bu! Hari ini saya telat karena macet. Jadi, jangan hukum saya." Gadis itu, Adara terus berlari kencang tanpa menoleh kebelakang. Terlihat wajah senang gadis itu sedangkan wanita yang mengejarnya menampilkan raut menakutkan bak monster yang melihat makanannya lari.

Adara sampai di pintu keluar neraka dan sesegera mungkin melewatinya tanpa mengurangi kecepatan larinya. Setelah merasa tidak ada yang mengejarnya lagi, ia berhenti dan berjongkok dengan tangan kiri yang berpegangan pada pagar pembatas jalan.

Adara mengatur nafasnya sebelum berdiri, lalu ia berjalan ke arah bangku di pinggir jalan dan duduk di sana.

"Itu guru apa flash? Larinya gila, kenceng banget kayak kuda kesurupan." Adara menyandarkan punggungnya sambil menutup mata.

Ia merasa terusik saat tiba-tiba merasakan getaran disakunya. Adara mengambil benda itu sambil berdecak sebelum menempelkannya ke telinga.

"KAMU BOLOS LAGI YA!" Adara langsung menjauhkan benda itu dari telinganya dan memberengut kesal, pasti guru peot itu sudah menghubungi kakaknya, sebelum menempelkan benda itu ke telinganya lagi.

"Kakak yang baik, sekali-kali boleh lah aku bolos, kalo aku sekolah terus dan ga refreshing nanti otak aku karatan, kalo udah karatan nggak bisa mikir lagi, kalo nggak bisa mikir nanti Adara jadi bodoh, kalo Adara bo.." Ucapan Adara terpotong ucapan kakaknya.

"Adara, kamu itu udah gede, jangan kekanak-kanakan lagi. Kamu udah kelas 3, jadi, kakak minta kamu belajar yang bener, jangan suka bolos, jangan cari masalah. Kakak nggak mau tau kamu harus pulang sekarang juga, ini perintah!"

"Kak Alden yang baik, Adara pasti pulang kok, Adara nggak akan kabur-kaburan kayak dulu." Adara berucap dengan nada lembut dan meyakinkan, sebelum lawan bicaranya membalas ia langsung berucap, "Kak, udah dulu ya, busnya udah nunggu." Dia langsung menutup sambungan ponselnya dan memasukan benda itu ke saku.

Adara berjalan memasuki bus, ia memilih duduk di bangku paling belakang disamping jendela. Setiap menaiki bus Adara selalu duduk ditempat yang sama, karena ia dapat melihat pemandangan diluar, walau tak indah tapi entah mengapa ia menyukainya.

Adara menggeser kaca disebelahnya, membiarkan angin masuk dan menerbangkan helaian rambutnya, ia tersenyum bahagia mengingat segala memori yang memenuhi pikirannya.

Dulu sekali, saat Adara masih bersama Adrian, mantan kekasihnya. Mereka bersekolah di TK, SD, dan SMP yang sama. Bagi Adara, sosok Adrian adalah sahabat serta cinta pertama yang menjelma menjadi kekasih. Saat Adrian mengungkapkan cintanya, ia masih kelas 3 SMP, Adara yang mengetahui bahwa cintanya terbalas sangat senang dan menerima Adrian sebagai kekasih, tetapi semua berubah ketika Adrian terlihat lebih dekat dengan Melisa. Adrian tidak pernah lagi pulang bersamanya, tidak lagi berkumpul bersama, bahkan menghubungi nya saja sangat sulit.

Dan pada saat hari kelulusan, hati Adara merasa sangat tersakiti. Ia, Adriannya, menyatakan cinta pada Melisa, didepan semua orang. Ia, menghianati Adara, dan yang lebih parahnya Adrian sama sekali tidak memberikan pernyataan atau penjelasan tentang semuanya, Adrian tidak mengatakan kata itu, kata yang paling tidak diinginkan sepasang kekasih. Kata yang benar-benar laknat, ia tidak mengatakan itu. Tetapi, mengapa ia berpacaran dengan Melisa, disaat Adara masih menjadi kekasihnya? Itu pertanyaan yang Adara sendiri tidak tau jawabannya.

Adara dengan berat hati, menghampiri Adrian yang sedang duduk di taman bersama Melisa, kekasihnya atau lebih tepatnya selingkuhan, ntah lah Adara bingung menyebutnya apa.

Saat langkahnya semakin mendekat, Adara merasakan kakinya yang gemetar, dan pandangannya buram. Ia mendengar segala percakapan Adrian dan Melisa, yang membuat hatinya terbakar dan air matanya mengalir deras membuat pandangannya semakin kabur.

"Sayang, aku benar-benar bersyukur, kau mau melakukan hal itu untuk membalas dendam ku kepadanya." Melisa terlihat girang dan tersenyum penuh arti saat mengucapkan kalimat itu.

"Tentu saja, aku pasti akan melakukan apa saja yang kau ingin kan, My Princess." Adrian mengecup singkat kening Melisa.

"Saat aku minta kamu buat bikin dia jadi kekasih mu dan kemudian mencampakkan nya, kupikir kau tidak mau, karena ia adalah temanmu." Adara terdiam mendengar itu semua, badannya membeku, sebisa mungkin Adara menahan emosinya. Dia berbalik dan pergi sejauh mungkin dari sana dengan berurai air mata. Sekarang ia mengerti mengapa Adrian menjadikannya kekasih dan meninggalkan nya tanpa kepastian.

Mengingat semua itu, tanpa terasa air matanya menetes lagi, buru-buru ia mengelapnya kasar. Adara keluar dari dalam bus, ia berjalan menuju gang sempit yang terlihat sangat kotor. Adara terlihat mencari sesuatu sambil terus meraba-raba tembok disana.

"Aku yakin, pintu itu ada disekitar sini." Adara terus meraba-raba, tidak berselang lama, senyum merekah terlihat dibibir tipisnya.

Ia mendorong tembok itu, ternyata itu adalah sebuah pintu tersembunyi. Pintu itu tidak terlihat jika hanya memandangnya sekilas karena warna dan bentuknya menyatu dengan Diding yang ada. Adara memasuki pintu itu, meski banyak debu, Adara terlihat tidak terganggu akan hal itu. Dia mengambil ponselnya dan memberikan cahaya penerangan.

Adara terus berjalan masuk, ia mencari saklar lampu, tapi ia lupa dimana tempat saklar itu. Akhirnya, Adara menemukan apa yang dicarinya dan menekan benda tersebut. Ruangan yang tadinya gelap terlihat terang menampilkan barang-barang yang ditutupi kain putih di dalamnya.

Adara mulai membuka satu persatu kain putih itu, kemudian ia mulai membersihkan debu-debu di lantai dan di bagian pojok ruangan. Meskipun ruangan itu telah di tinggalkan lama, tapi tidak menghilangkan kesan indah di setiap sisinya.

Kalian pasti bertanya-tanya, tempat apakah ini? Ini adalah tempat milik mendiang Ibu Adara, Aileen Nathania. Tidak ada yang mengetahui tempat ini kecuali ia dan mendiang ibunya. Ibunya pernah berkata bahwa, ini adalah tempat rahasia yang menjadi sebuah tempat ibunya melakukan pekerjaan yang tidak diketahui oleh ayahnya.

Semenjak ibunya meninggal 6 tahun yang lalu, saat Adara baru berusia 12 tahun, tempat ini tidak pernah dikunjunginya lagi, karena itu mengingatkannya pada mendiang ibunya. Setiap akhir pekan ibunya selalu mengajak Adara pergi ketempat ini, ibunya mengajari Adara banyak hal, diantaranya menembak, bela diri, bertarung dengan pisau dan tongkat, bahkan ibunya mengajarkannya cara menghack atau mencuri informasi tanpa meninggalkan jejak.

Adara dulu tidak pernah bertanya, mengapa ibunya mengajarkan hal itu padanya. Adara juga tidak tahu bagaimana ia bisa melakukan apa yang ibunya ajarkan tanpa merasa kesulitan, padahal ia masih kecil dan tidak mengerti apa-apa.

Sekarang Adara mengerti apa pekerjaan ibunya, mengapa ia mengajarkannya banyak hal, dan penyebab mengapa ibunya tidak pernah mengatakan apa-apa pada ayah dan kakaknya.

Adara memilih tidak memikirkan hal itu terlalu lama, ia berjalan menuju tempat tidur yang tidak jauh dari tempatnya berada dan membaringkan dirinya disana.

Adara merogoh sakunya, ia mengambil ponsel dan mengertikkan pesan lalu mengirimnya. Adara memejamkan matanya, gelap mulai merenggut kesadarannya.

Hope u enjoy!

chaajiacreators' thoughts