webnovel

Pengakuan Cinta

Aku masih mencoba berdamai dengan perasaanku. Aku harus bagaimana? Disatu sisi aku merasa nyaman dengannya tapi disisi lain aku sedang berusaha melupakan masa laluku. Aku hanya takut jika nanti akhirnya malah membuatnya sebagai pelarianku saja. Dengan begitu aku akan menyakitinya. Belum lagi ia mengatakan kalau trauma ditinggalin pas lagi sayang-sayangnya.

Oh Tuhan, aku harus menjawab apa? gumamku.

Kuberanikan untuk menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang ia berikan. Belum sempat kujawab, muncul kembali notifikasi darinya.

"Mas sayang sama dek maul, mas pengen serius sama kamu. Kamu jujur aja dek ada rasa nggak sama mas?"

Deg

Deg

Deg

Seketika jantungku terpacu lebih cepat. Hei apa yang harus kulakukan? berfikirlah maul.

"Jujur adek nyaman sama mas, tapi mas tau sendiri kan kalo aku lagi berusaha lupain yang kemaren. Jadi aku butuh waktu mas. Aku minta mas sabar dulu" jawabku.

"Iya mas tau dek, makanya mas tanya dek maul gimana ke mas. Mas mau serius sama kamu dek. Mas pengen kita berjuang sama-sama"

"Iya mas, adek sayang sama mas. Tapi tolong kasih adek waktu. Adek juga mau berjuang bareng mas" akhirnya kuberanikan untuk jujur dengannya.

"Tapi mas takut kalo cuma dijadiin pelampiasan doang biar kamu lupa sama yang kemarin dek" balasnya.

"Makanya adek minta waktu ke mas, biar adek bener-bener lepas dari yang kemaren. Itupun kalo mas mau nunggu adek" kali ini aku benar-benar dibuat kebingungan.

"Iya mas bakal sabar nungguin kamu dek" jawabnya.

"Adek mohon mas percaya sama adek, adek bakal perjuangin yang juga mau berjuang buat adek. Mas harus sabar ya" pintaku.

"Iya dek, mas mau kita komitmen lebih dek. Kita udah sama-sama dewasa, bukan lagi waktunya buat maen-maen"

Bulir bening seketika berjatuhan membasahi pipi. Belum pernah aku menemukan lelaki yang dengan begitu beraninya mengajakku untuk berkomitmen lebih dalam. Perjuangkan dia Maul, gumamku.

"Besok kita ketemu ya dek, mas bakal ngomong semuanya secara langsung ke kamu. Sekarang kamu istirahat dek, udah malem" jelasnya.

Oh Tuhan, siapkah aku untuk menemuinya esok? Semalaman ku habiskan untuk meyakinkan hatiku. Benarkah langkah yang kupilih?

Selamat pagi Maul, siapkan hatimu untuk nanti sore. Senyumku mengembang terpancar dalam cermin besar didepanku. Baiklah aku akan mencoba menerima dia dan semoga ini pilihan yang benar.

Hari ini aku kebagian jadwal mata kuliah sore. Rencananya selesai kelas aku akan bertemu dengannya. Siangnya sebelum kelas aku ada janji dengan teman lelaki sekelasku untuk mengerjakan tugas bersama.

Adzan dhuhur mulai bersahutan, akhirnya aku biarkan temanku itu segera ke masjid untuk jumatan. Pas sekali setelah berpisah di depan klinik, tiba-tiba muncul sosok lelaki yang bersemangat melambaikan tangannya dan segera berlari menghampiriku.

Oh Tuhan, kenapa malah ketemu mas Very sekarang? batinku. Aku mencoba menyembunyikan rasa gugupku dihadapannya. Tanpa ragu ia duduk disampingku. Aku menelan salivaku dengan keras.

"Udah selese ngerjain tugasnya?" tanyanya.

"Belum sih, tapi udah adzan yaudah nanti lagi" jawabku singkat.

"Terus sekarang mau kemana? Udah maem belum?"

"Nungguin temen mas, mau balikin barang. Belum sih" kataku.

"Siapa? Yaudah maem yok dek" ajaknya.

"Emm Putra, mas kenal? satu jurusan sama mas, tapi adek tingkat mas" Jelasku.

"Oh Putra, iya mas tau" jawabnya seolah tak bergairah.

Tak lama Putra pun datang, cepat-cepat kuserahkan benda miliknya.

"Sama siapa? sendirian?" tanya Putra setelah bersalaman dengan mas Very. Ia mengira aku dan mas Very tak saling kenal.

"Sama mas" jawabku sambil melirik mas Very dan ternyata ia juga memandangku.

"Oh... kenal to sama mas Very?" tanyanya kaget.

Pertanyaannya hanya kujawab dengan anggukan. Seketika suasana terasa canggung. Kulihat mas Very begitu tak bergairah semenjak Putra datang. Begitupun Putra, yang biasanya akrab denganku tiba-tiba kaku.

Ah apalagi ini?