1 Awal yang buruk

Di sore hari yang mendung ini, banyak orang berlalu lalang di jalanan. Pelajar, buruh pabrik hingga pekerja kantoran dengan kompaknya mendominasi jalanan ibu kota. Tentu saja, karena sekarang sudah memasuki jam pulang sekolah dan pulang kerja.

Berbeda dengan kebanyakan orang, terlihat dua mahasiswi yang masih berada di dalam kelas. Entah apa yang sedang mereka lakukan. Yang jelas salah satu dari dua mahasiswi tersebut terlihat sedang emosi.

"Haish! " keluh Eca.

"Ngga bisa apa ya itu dosen sehari aja ngga marah-marah! Ini telinga panas rasanya setiap hari dapet ceramah dan omelan itu dosen" tambahnya lagi dengan mengusakan rambut kasar. Oh jangan lupakan raut frustasinya yang terpampang jelas.

"Udahlah ca, mau gimana lagi coba? Percuma lo marah-marah kayak gini, itu dosen ngga bakalan berubah. Yang ada lo cape sendiri" sahut Gea, teman Eca.

"Ya lagian kerjaanya marah marah terus! " balas eca dengan raut wajah kesalnnya.

"Udah gitu ngasih tugas ngga manusiawi banget lagi! Huh!" tambah Eca.

"Daripada kalian berdua ngedumel nggak jelas mending kalian bantuin gue bawa buku-buku ini ke ruangannya pak Abim deh" ucap Gilang , temen satu kelas Eca yang baru saja masuk ke dalam kelas dengan malas.

Eca yang mendengar perkataan Gilang tadi langsung saja memberikan death glear kepada teman satu kelasnya itu.

"Sorry aja nih ya, gue mendingan disuruh bersihin toilet daripada harus ketemu sama dosen galak itu" ucap Eca tidak minat dengan tawaran Gilang.

"Serius nih ca? Padahal tadi kata pak Abim yang nganterin buku-buku ini ke ruangan pak Abim bakalan dikasih nilai tambahan buat matkulnya pak Abim" ujar Gilang meyakinkan.

"Seriusan lo lang? " sahut Gea yang mulai tergiiur dengan perkataan Gilang.

"Seriusan, makannya gue nawarin ke kalian berdua" jawab Gilang.

"Ca, mending lo ikut bantuin gilang bawain buku buku ini ke ruangannya pak Abim deh, nilai lo di matkulnya pak Abim kan banyak yang nggak tuntas Ca" ucap Gea membujuk Eca yang sama sekali tidak minat dengan tawaran Gilang.

"Trus kalo gue nggak tuntas lo apa? Bukannya kita sama? " ucap Eca sambil mendengus sebal.

"Ya ngga gitu juga ca" balas Gea.

"Ayolah ca, bantuin gue biar ringan nih kerjaan" ucap Gilang memohon.

"Gea? " tanya Eca sambil menatap Gea.

"Kan lo tau habis ini gue mau ada bimbingan sama pak Raka, lo mau ikut kena marah pak Raka juga karena gue telat? " balas Gea.

Pak Raka ini dosen yang galaknya melebihi pak Abim. Mana mau Eca mendapat amukan dari dosen bermata belo itu! Tatapanya sangat menusuk, membuat siapapun yang melihatnya bergidik ketakutan.

"Nggak. Makasih! " balas Eca.

"Yaudah makanya, gih sana" ucap Gea.

"Iya iya bawel, yok lang jangan lama-lama sebel gue sama tuh dosen" ujar Eca dengan wajah kusutnya.

"Coba aja lo dari tadi nurut, kita udah pulang kali" ucap Gilang dengan santainya.

"Ohh, jadi lo nyalahin gue hah?! " balas Eca sewot.

"E-eh e-engga kok ca, udah yok berangkat" jawab Gilang tergagap.

Eca pun mendengus kemudian dengan cepat mengambil tumpukan buku-buku milik anak kelasnya.

"Ayok buruan! Lama tau gak lo tuh! " sungut Eca kemudian pergi meninggalkan kelas begitu saja.

"Dasar cewek. Harusnya gue yang bilang kayak gitu" ucap Gilang pelan.

"Hati-hati lo lang. Sampe Eca denger, kelar hidup lo" gurau Gea melihat betapa malangnya nasib teman kelasnya itu.

"Maung emang. Yaudah gue cabut duluan ya Ge" pamit Gilang yang sudah harus menyusul Eca.

"Yoi, inget ati-ati lo sama Eca" balas Gea tak lupa memberikan petuah kepada teman kelasnya.

"Sans"

Setelah mengucapkan kalimat tersebut, dengan cepat Gilang menyusul Eca yang sudah meninggalkannya terlebih dahulu menuju ruangan pak Abim.

***

Saat ini Eca dan Gilang berada di depan ruangan pak Abim.

Mengapa mereka berdua tidak langsung masuk? jawabannya karena di dalam ruangan pak Abim masih ada tamu. Tidak mungkin bukan mereka masuk begitu saja. Tidak sopan namanya.

"Lang lo seriusan soal nilai tadi? " tanya Eca.

"Ya seriusan lah, yakali gue boong" jawab Gilang yang masih focus bermain game di ponselnya.

"Gue tau ya jalan pikiran lo, pasti nggak jauh-jauh dari kelicikan" ucap Eca melayangkan tatapan mengintimidasi kepada Gilang.

"Enggak elah"

"Btw ini kok lama banget sih?! Nggak tau apa banyak yang antri?!"

"Kayaknya cuman kita doang deh Ca"

"Tau ah"

Skip

Kurang lebih sekitar 20 menit setelah percakapan mereka berdua berhenti, mereka diperbolehkan masuk ke dalam.

Tanpa menunda lagi, mereka berdua bergegas masuk ke dalam ruangan pak Abim. Sebelum masuk, mereka mengetuk pintu terlebih dahulu dan tidak lupa memberikan salam.

"Masuk" ucap pak Abim ketika mengetahui keberadaan Eca dan Gilang di ambang pintu.

"Dari kelas terakhir yang saya ajar bukan?" tanya pak Abim tanpa mengalihkan perhatianya dari kertas-kertas yang tersusun rapi di mejanya.

"Betul pak, kami dari kelas terakhir yang bapak ajar. Disini kami mau mengumpulkan buku sesuai perintah bapak tadi" jawab Gilang sembari menjelaskan tujuan merek berdua datang ke ruangan pak Abim.

"Baik, kembalikan buku-buku ini ke kelas kalian, ruangan saya terlalu penuh untuk menampung buku-buku ini" ucap pak Abim yang masih saja memfokuskan dirinya dengan tumpukan kertas-kertas didepannya.

"Dan satu lagi, tolong beri tahu juga kelas lainnya untuk tidak mengumpulkan buku-buku mereka diruangan saya. Kumpulkan jadi satu di ruang kelas masing-masing. Terimakasih" imbuh pak Taehyung

Bruk

Suara itu, buku yang berada di tangan Eca jatuh begitu saja. Membuat semua orang yang berada di dalam ruangan itu berjengit kaget.

"Myesha, ada masalah? " tanya pak Abim yang kini telah mengalihkan perhatiannya dengan menatap Eca dan jangan lupakan deep voicenya yang bisa membuat orang merinding secara mendadak ketika mendengarnya.

Mendapati sang dosen yang tiba-tiba menatap dirinya membuat Eca terkejut.

"Myesha?" tanya pak Abim kembali. Namun kali ini terdapat sedikit penekanan.

Tak kunjung mendapat jawaban dari temannya, Gilang langsung saja menyikut lengan Eca. Tindakkannya tersebut berhasil menyadarkan Eca dari acara terkejutnya.

"A-ah tidak ada pak" jawab Eca dengan tergagap.

Jadi, tadi itu suara buku jatuh. Lebih tepatnya buku-buku yang dibawa sama Eca.

"Yasudah, kalian bisa keluar" ucap pak Abim dengan santainya tanpa melihat bagaimana raut wajah kedua mahasiswanya yang tampak lelah .

"Oh iya, berhubung kamu ada di sini-" ucap pak Abim.

"Saya pak?" sahut Gilang memotong perkataan pak Abim.

"Myesha" imbuh pak Abim.

Mendengar namanya disebut, Eca tampak tegang. Bagaimana tidak, apapun yang berurusan dengan dosen satu ini pasti akan berujung tidak baik bagi dirinya. Contoh nyatanya baru saja terjadi dan sepertinya tidak perlu dijelaskan.

"Oh, maaf pak" balas Gilang sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Karena nilai kamu di matkul saya masih kurang memenuhi standar, kamu akan saya bimbing selama semester ini" ucap pak Abim yang masih sibuk dengan tumpukan kertas-kertas di mejanya.

Mendengar kalimat sakral itu Eca langsung menjawab, "Tapi pak-".

"Tidak ada penolakan" balas pak Abim memotong perkataan Eca.

"Untuk waktu dan tempat kamu harus bisa menyesuaikan" tambah pak Abim.

Tampak Eca menghela nafas, "baik pak" jawab Eca tampak pasrah.

"Silakan keluar" ucap pak Abim.

Tanpa menunda lagi, Eca dengan segera keluar dari ruangan pak Abim dengan aura yang terlihat menyeramkan di sekitarnya.

Gilang yang melihat Eca keluar terlebih dahulu langsung pamit pada pak Abim dan dengan segera mengejar temannya itu yang terlihat ingin membunuh orang.

***

"Dahlah males banget gue sama itu dosen" ucap Eca.

"Turutin ajalah ca" balas Gilang.

Setelah mendengar penuturan Gilang, tanpa segan Eca memukul kepala Gilang.

"Aww, sakit ca! " adu Gilang.

"Bodo amat kaga peduli gue, ini semua gara-gara lo tau gak! Coba aja tadi gue langsung pulang, gue gak akan berurusan tuh sama dosen annoying kaya pak Abim tau gak! " sembur Eca.

"Tapi kan lo-"

"Apa?! Mau nyalahin gue?! Hah?! "

Belum sempat gilang menyelesaikan omongannya, udah dipotong sama Eca dengan tidak santainya.

Gilang?

Dia hanya bisa pasrah daripada terkena omelan Eca kembali.

"Ini juga gara-gara lo tau! Coba aja tadi gue nggak ngikutin lo ke ruangan pak Abim, pasti nggak kayak gini ujungnya" sungut Eca.

"Ya mana gue-"

"Oh gue tau, lo pasti cuman mau ngibulin gue doang kan? Biar ada yang bantuin lo bawa buku sebanyak itu? Ngaku nggak lo?!"

Lagi-lagi belum tuntas Gilang ngomong udah dipotong sama Eca.

"Dikit sih ngibulinnya, hehe" ucap Gilang sambil senyum tanpa dosa.

"Badmood banget gue sekarang ish sebel" keluh Eca.

Tak lama Eca mengambil ponsel di saku celananya dan menekan beberapa digit angka.

"Halo bang, jemput Eca di kampus sekarang. Ngga mau tau titik" ucap Eca.

"Nggak mau tau ah! Kalo abang nggak jemput Eca, nanti Eca laporin ke papa kalo abang kemarin-"

"Nah gitu dong, okey Eca tungggu. Bay! "

Dan ya, Eca langsung memutus sambungan secara sepihak.

"Dan lo! Lo yang natain ini buku sampe rapi! Okey!" tunjuk Eca ke Gilang.

"Tapi Ca ini banyak ba-"

"Dan nggak ada penolakan"

Lagi dan lagi omongan Gilang terpotong oleh Eca.

"Gue cabut dulu. Inget! lo yang ngerapihin bukunya. Bye! " ucap Eca pada Gilang kemudian pergi.

"Nasib nasib, dahlah mau jadi buah buahan aja gue rasanya" ucap Gilang memelas sambil menata kembali buku yang berserakan di lantai. Bagaimana bisa? Tentu saja itu ulah Eca.

avataravatar
Next chapter