webnovel

DOSA TERINDAH

Pernahkah kau berpikir, bagaimana sebuah dosa bisa kau sebut suatu keindahan di dalam hidup kita? Kau akan memahaminya ketika CINTA mulai berbicara.

Michella91 · Teen
Not enough ratings
420 Chs

Hasrat...

Setelah acara berlangsung, seluruh siswa dan para tamu undangan dari orang-orang kalangan atas duduk rapi dan sedikit berisik dengan kasak kusuk dari perbincangan mereka satu sama lain, belum lagi dari suara para siswa yang tidak pernah sepi.

"Ah, berisik sekali." Ujar Chika. Sementara Khanza hanya diam fokus menatap ke depan, mengabaikan ucapan Chika. Sesekali dia menghela nafas dalam.

Dan pada akhirnya, tiba giliran pak Gibran memberikan sambutan yang di iringi tepukan tangan ramai, setelah dia di tunjuk menjadi wakil kepala sekolah yang di umumkan secara mendadak malam ini.

"Wah... Hebat, Za. Pacar lu tuh, wakil kepala sekolah niye..." Ujar Chika menggoda Khanza.

Mendengar hal itu, Khanza tersenyum ceria dengan wajah berbinar-binar. Kekesalannya mereda sesaat. Ia bertepuk tangan sekeras mungkin hingga telapak tangannya memerah.

"Ehm, terimakasih. Saya ucapkan kepada dewan guru semua, dan para tamu undangan yang bersedia datang dalam acara yang sederhana ini. Dan saya cukup terkejut ya, saya hanya seorang guru biasa. Saya masih ingin banyak belajar mengabdi dengan baik sebagai guru di sekolah yang luar biasa ini, terimakasih. Ini sungguh penghargaan yang tak terhingga, saya ditunjuk sebagai wakil kepala disini."

"Yeay, huuuh..." Seketika Khanza berteriak bersorak ria dengan tepukan tangan. Mengundang perhatian melihat ke arahnya saat ini. Begitupun pak Khanza yang terlihat sedikit salah tingkah, namun berhasil dia alihkan perhatian semuanya.

"Ups!" Khanza meringkuk menahan malu dan menutupi bibirnya.

"Za, dasar lu. Bikin malu saja, bisa gak sih menahan diri sedikit?" Chika menegurnya.

Tak lama kemudian pak Gibran selesai memberikan kata sambutan. Di susul kemudian oleh acara beberapa hiburan dari para siswa pilihan. Khanza sengaja menolak di pilih dalam pengisian acara tersebut, sebab dia ingin bebas bergerak dalam acara malam ini.

Dengan sengaja pak Gibran mohon izin untuk pergi ke toilet, Khanza melihat hal itu dia pun menyusulnya diam-diam dari belakang. Keadaan di setiap ruang sekolah sungguh sepi karena semua sudah berkumpul di ruang aula.

Khanza berjalan setengah berjinjit mengikuti langkah pak Gibran dari belakang, namun dengan sigap pak Gibran berbalik badan dan menarik Khanza ke ruang kelas yang barusan dia lewati.

"Aaakh!!!" Khanza memekik kecil dengan memejamkan kedua matanya. Ia sedikit terkejut akan perlakuan pak Gibran kali ini. Mulutnya sengaja di bungkam oleh pak Gibran dengan telapak tangannya.

"Ssssttt... Ini aku." Ucap pak Gibran lirih.

Perlahan Khanza membuka matanya, lalu melihat wajah pak Gibran yang kini berada di depannya begitu dekat.

"Kau membuatku terkejut mas." Ucap Khanza setelah pak Gibran melepaskan tangannya yang sejak tadi menutupi bibir mungilnya.

Pak Gibran terdiam tanpa kata memandangi gadis yang berstatus murid sekaligus kekasih gelapnya berdiri di hadapannya, di tatapnya begitu lekat dari ujung kepala hingga ujung kaki. Dibuatnya salah tingkah dan gelisah gadis di depannya itu.

"Ada apa, mas? Ada yang salah dengan penampilan ku malam ini?"

Tanpa menunggu aba-aba lagi. Pak Gibran melumat bibir ranum Khanza yang berwarna pink merekah, begitu manis dan hangat. Khanza terdiam sejenak menahan rasa terkejutnya, mencoba menenangkan diri akan perlakuan pak Gibran kali ini. Lalu perlahan dia memberikan perlawanan, mereka berciuman diruang kelas yang sepi dan sedikit gelap. Hanya cahaya lampu dari luar sana yang menyinari sedikit menembus ruangan detik ini.

Keduanya tersengal-sengal mengatur nafas setelah puas berciuman sedikit lama. Kemudian mereka saling mentertawakan satu sama lain setelah saling bertatapan kembali.

"Kau, mulai genit mas." Ujar Khanza mencubit gemas dada bidang pak Gibran.

"Kau sangat cantik malam ini memakai warna hitam dengan dress ini."

"Heh, kau bohong. Sejak baru datang kau sama sekali tidak menatap ke arah ku, kau justru lebih banyak menatap wanita di sebelahmu tadi. Dia juga cantik dan seksi bukan?" Khanza mulai cemberut dan membuang wajahnya dari pandangan pak Gibran.

Pak Gibran mengernyit, mencoba mengingat siapakah wanita yang di sampingnya tadi.

"Oh, Dea?" Tanya pak Gibran kemudian.

"Nama yang cantik." Jawab Khanza cetus, masih dengan wajah cemberut tanpa menoleh ke arah pak Gibran kembali.

"Pffft... Lucu sekali." Pak Gibran menahan tawa nya melihat Khanza demikian.

"Ih. apaan sih. Kau malah menertawaiku, mas?"

"Kemari!" Titah pak Gibran sembari menarik tubuh Khanza untuk di dekapnya. Di peluknya erat tubuh Khanza yang begitu wangi di rasa oleh pak Gibran. Membuatnya mulai tak terkendali, namun ia harus menahannya.

"Dia bukan siapa-siapa ku, dia puteri sahabat dekatku di luar negeri. Dia baru saja tiba disini dan sengaja aku mengundangnya ke acara malam ini untuk memohon bantuan agar dia menjadi salah satu donatur di sekolah kita." Jelas pak Gibran dengan lembut di telinga Khanza.

"Benarkah?" Tanya Khanza dengan meregangkan pelukannya pada tubuh pak Gibran.

"Hemm, sejujurnya sejak tadi aku hampir tidak bisa mengalihkan pandangan ku dari mu. Kau begitu menggoda malam ini. Apa kau sengaja memancing hasratku, sayang?"

"Hihihi, tentu. Karena kau sudah semakin nakal dan genit setiap kali berdua dengan ku, mas. Kau bahkan sudah memanggilku dengan sebutan sayang. Aku menyukainya, sangat menyukainya." Jawab Khanza dengan tersenyum nakal. Lagi-lagi pak Gibran mengecup bibir Khanza, namun kali ini begitu singkat.

"Ehm, terimakasih mas. Kau telah menjelaskan siapa wanita yang bersamamu tadi, aku cemburu."

"Oh, jadi kau sungguh cemburu padanya?" Tanya pak Gibran dengan tertawa kecil.

"Iih.. Sudah lah, ayo kita kembali ke aula. Nanti kau di cari oleh semua guru, mas. Aku tahu kau sengaja memohon izin untuk pergi ke toilet bukan, padahal kau sengaja ingin menggodaku seperti ini."

"Eh, bagaimana kau tahu?" Pak Gibran tersipu malu ketika Khanza menebaknya seperti itu. Karena dugaannya benar begitu.

"Ah, dasar kau mas. Aku ini seorang murid, tapi aku juga sudah banyak berpengalaman dalam hal berhubungan. Trik itu sudah tidak berlaku lagi buat ku, hihihi."

"Huh, dasar kau. Gadis kecil yang nakal..." Pak Gibran menarik gemas hidung Khanza yang mancung.

"Aduduh, sakit mas." Ucap Khanza sedikit memanjakan suara nya tapi justru terkesan mendesah. Pak Gibran melepaskan sentuhan tangannya lalu sedikit menjauh agar tidak terjadi hal yang sudah sejak tadi dia tahan dalam dirinya.

Ah... Sial, kenapa aku selalu meronta begini setiap kali berdekatan dengan gadis ini, seolah aku sedang haus akan hubungan sekss. Dia sangat menggoda, aku tidak bisa menahannya. Tapi ini di sekolah, bagaimana mungkin aku melakukannya diruangan ini.

Bathin pak Gibran berontak.

"Mas, hei. Kau melamun? Ayo, kita kembali ke Aula saja."

Pak Gibran terhentak akan suara Khanza yang mengajaknya untuk segera kembali ke Aula.

"Za, tunggu!" Ujar pak Gibran menahan tangan Khanza.

"Hem???" Khanza menoleh dan menatapnya.

Pak Gibran masih memandangnya dengan tatapan sayu, Khanza mulai bisa menangkapnya dari hembusan nafas pak Gibran yang sudah tidak beraturan. Dia tersenyum puas dalam hatinya.

Akhirnya aku berhasil lagi membuatmu kepanasan menahan diri mas. Aku akan berpura-pura tidak memahami inginmu kali ini. Bisakah kau melontarkan kata ajakan untuk melakukannya disini bersama ku?