1 1. Lily

malam sunyi menemani gadis berkulit pucat dengan tenang, Tangan gadis itu terus bergerak mencoret sesuatu dengan tergesa. Lily Jung, rambut bergelombangnya berterbangan terkena hembusan angin, tatapan mata tajamnya membuat siapapun akan menunduk dengan bulu kuduk berdiri.

"Lily Jung" gumam gadis itu menyebutkan namanya sendiri.

"Lily! keluar kamu!" gadis itu menghela napas, suara cempreng dari ibu angkatnya selalu membuat ia malas. Wanita paruh baya itu pasti akan memarahinya lagi, tebak Lily.

"Lily!"

"Sebentar Ma" jawab Lily kemudian.

Gadis itu membuka pintu kamarnya, menampilkan wanita berambut sebahu yang sudah menatap nyalang padanya.

PLAK!

"Kamu itu kerjanya apa aja di rumah hah?!! Jangan buang-buang waktu dengan buku catatan lusuh kamu itu!" Lily masih diam, ia bahkan tak sudi menyentuh pipi kirinya yang terasa kebas karena tamparan dari Rahee---ibu angkatnya.

Min Rahee menatap putri angkatnya dengan tatapan penuh amarah, "Kamu makin gede makin ngelawan ya, berani kamu sama mama?! Lily! liat mama!"

"Come on Ma, apa mama tidak lelah terus berteriak padaku?. Sayangi pita suara mama, mama tak perlu repot berteriak, cukup katakan dengan baik-baik, telingaku masih normal dan bisa mendengar sebagaimana mestinya" jawaban dari putri semata wayangnya itu membuat Rahee bungkam, diam seribu bahasa.

"Aku pamit tidur ma. Selamat malam" ujar Lily berlalu masuk dan menutup pintu.

🍒🍒🍒

Lily berjalan menuju sekolahnya. Satu tempat yang sangat ia benci sebelum rumah. Lily suka belajar, tetapi manusia yang ada di sana selalu membuatnya tak nyaman. Maka dari itu, ia tak menyukai sekolah. Namun, tuntutan pendidikan yang ia sematkan pada dirinya sendiri membuatnya terus bersekolah tak peduli dengan orang lain yang membuatnya tak nyaman.

"Hei pucat! Semakin hari seperti mayat hidup saja kau! hahaha" Lily yang awalnya menunduk, kini mengangkat wajahnya, melemparkan tatapan tajam yang ia miliki. Tatapan itu mampu membuat gadis yang mengatainya 'mayat hidup' diam.

"Jangan banyak bicara. Bicara mu itu tidak akan membuat derajatmu lebih tinggi dari pada seorang mayat hidup" jawab Lily.

Lily melenggang masuk menuju kursinya di pojok belakang. Tak ada yang menemani Lily hanya buku catatan lusuh yang selalu ia bawa kemana pun. Kecuali gadis cantik dengan rambut yang selalu berganti warna di setiap minggunya, namanya Minatozaki Yuka, teman semejanya.

Gadis yang tak henti-hentinya mendekati dirinya, "Hai Lily! Selamat pagi!" Lily mendesah pelan, gadis itu mulai lagi.

"Pagi Yuka"

"Ly, apa kamu sudah lihat berita? ada pembunuhan lagi" jelas Yuka sembari mengeluarkan ponselnya, memutar sebuah video yang menunjukkan seorang pria yang tergeletak bersimbah darah. Lily menjauhkan ponsel Yuka sembari menyernyit, "Jangan tunjukkan video menjijikan seperti itu padaku" ujarnya penuh penekanan dan nada dingin.

Yuka menutup ponselnya, nyalinya ciut, "Baiklah, maaf Lily"

"Tapi terkadang video penyiksaan sangat menyenangkan" kata Lily menyambungkan.

avataravatar
Next chapter