webnovel

Godaan Pagi Hari

Pukul 06.00 WIB

Ternyata pekerjaan Rigel berlangsung semalaman hingga akhirnya ia harus pulang saat pagi hari. Karena membawa kunci ia membuka pintu rumah dengan mudah. Sesampainya di kamar ia terhenti, melihat Leadra tidur hanya memakai pakaian yang amat minim.

"Astaga anak ini kenapa enggak pakai baju yang lain sih."

Rigel mendekati Leandra di pinggiran tenpat tidur.

"Lea, bangun."

Leandra hanya menggeliat saja, awalnya Rigel sudah menutupi tubuh Leandra dengan selimut namun karena menggeliat maka selimut tersebut terbuka kembali.

"Lea."

"Iya, aku bangun, loh kamu sudah pulang?" ia terkejut mendapati dirinya dengan pakaian terbuka dan Rigel melihatnya.

"Kamu ngapain sih tidur cuma pakai baju begitu? Pasti sengaja menggodaku 'kan?"

"Hah! Ya enggaklah, ngapain sengaja. Memangnya kamu."

"Kok aku? Aku kenapa?"

"Setelah mandi telanjang dada juga, memang sopankah begitu?"

"Oh kamu juga tergoda?"

"Enggak! Badanmu jelek begitu kok."

Rigel tertawa dan kini berjalan dekat lemari untuk mengambil baju gantinya seraya melepas kemejanya.

"Loh kamu mau ngapan? Buka baju segala," tanya Leandra heran.

"Aku itu baru pulang Lea, mau mandi."

"Ya apa salahnya sih buka baju di sana 'kan bisa."

"Ya memangnya kenapa, toh kamu juga istriku. Enggak akan berdosa kalau lihat."

Leandra kini menyibakkan selimutnya dan duduk bersila seraya kedua tangannya disilangkan di depan dadanya.

"Terus kamu ngapain begitu?"

Leandra tetap diam dengan tatapan sinisnya, Karena ia menyilangkan kedua tangannya maka bagian atas dadanya sedikit terlihat.

"Sial!" batin Rigel bergumam.

Sebagai laki-laki normal, melihat istrinya berpakaian minim di hadapannya membuat tubuhnya merasakan hal yang berbeda.

Kini Leandra senang mengetahui Rigel yang sebenarnya juga tregoda. Karena malas berlama-lama berdebat ia berdiri menuju dapur dengan pakaian seperti itu.

Hap!

Ada sesuatu yang melingkari perut Leandra, benar itu tangan milik Rigel.

"Apa-apaan ini!"

"Pakai bajumu," ucap Rigel dari belakang Leandra dengan posisi masih sama.

"Kenapa? Kamu tergoda?" ejek Leandra yang semakin memancing Rigel.

"Kamu enggak mau 'kan jadi mahasiswi semester awal sudah hamil?"

Leandra dengan cepat melepaskan tangan Rigel.

"Astaga! Wah sudah gila ya kamu."

"Makanya kamu pakai baju."

"Iya, aku pakai baju! Sana kamu mandi."

Rigel tertawa karena senang membuat Leandra cemas.

"Wah sudah gila dokter satu ini, sumpah."

Gerutu Leandra seraya mengambil dan memakai kaos oversizenya berwarna putih.

Rigel membersihkan dirinya, sedangkan Leandra seperti biasa membuat sarapan. Setelah siap semuanya ia sarapan seorang diri tanpa menunggu Rigel karena pagi itu rasanya sudah sangat lapar sekali.

"Enak," ucap Rigel yang duduk di hadapan Leandra."

"Enaklah, aku yang buat."

"Ini untuk siapa?"

"Untuk orang ngeselin!"

Rigel tersenyum seraya mengambil makanan tersebut. Ia melahapnya bersama Leandra.

"Kamu kerja lagi?"

"Iya nanti, kamu kuliah pukul berapa?"

"Sekitar pukul 10, bisa?"

"Bisa apa?"

"Bisa ngantarnya loh."

"Oh iya tentu bisa."

"Kalau enggak bisa ya enggak apa-apa."

"Aku bilang bisa kok."

Leandra tersenyum palsu. Ia menghabiskan sarapannya dan tidak lama dari itu membersihkan badannya. Bersiap-siap untuk ke kampusnya karena saat itu sudah pukul Sembilan lebih dua puluh menit.

"Kamu mau berangkat kerja juga?" tanya Leandra saat Rigel bersiap-siap juga.

"Iya, 'kan tadi sudah bilang."

'"Oh, kirain siang nanti."

"Memangnya kenapa? Kamu pulang cepat atau bagaimana?"

"Enggak kok, aku sore pulangnya."

"Ya sudah nanti aku jemput juga kok."

Mereka mulai perjalanan ke kampus. Semula hening sekali dalam mobil tersebut hingga akhirnya Leandra meminta izin untuk menghidupkan lagu.

"Boleh hidupkan lagu enggak sih? Sepi banget atau memang kalau dokter harus sepi ya?"

"Hahahaha, ya silakan Lea. Aku juga sering hidupkan lagu kok."

Leandra mencari-cari lagu yang pas ia dengarkan dan akhirnya ia memutar lagu pilihan yang ada di dalam ponselnya.

"And when I was falling down. Into a darkened cloud you pulled me out from the rain, keeping me safe and sound."

Lirik di atas dinyanyikan Leandra dengan semangat dan tersenyum bahagia sesuai dengan usianya yang masih begitu muda. Rigel tersenyum sendiri melihat Leandra yang begitu ceria.

"Kamu tahu lagu ini?" tanya Leandra disela menyanyikan lagu tersebut.

"Tahu kok, aku juga suka lagunya."

"Halah bohong."

"Kamu muji aku lewat lagu itu ya?"

"Dih percaya diri banget kamu, ini hanya sekedar lagu ya, tetapi memang lagu ini enak banget."

Rigel hanya tersenyum saja menanggapi Leandra yang melanjutkan nyanyinya.

"Sudah sana kuliah, sudah sampai."

"Eh iya."

"Nyaman 'kan?"

"Apa?"

"Nyaman kalau sama aku? Sesuai lagu yang kamu nyanyikan tadi."

"Ah nyesel deh aku nyanyi," ucap Leandra seraya turun dari mobil.

Leandra berlalu pergi ke kelasnya.

Rigel melanjutkan perjalanannya ke rumah sakit, sesampainya di sana. Ia sudah bertemu dengan Andre, teman dekatnya.

"Weiss kagak capek?"

"Namanya juga kerja Ndre," ucap Rigel seraya berjalan ke ruangannya dan Andre juga mengikutinya.

"Gimana rasanya sudah menikah?"

"Biasa saja."

"Yakin? Enggak ada yang berubah."

"Iya, apanya juga yang mau berubah."

"Ya apa sajalah. Istrimu sudah sembuh?"

Rigel mengernyitkan dahinya.

"Memangnya dia sakit?"

"Lah tempo hari kamu nanyain itu."

"Oh itu 'kan sakit datang bulan, bukan sakit apa-apa."

"Wah anggap enteng nih dokter, tapi bahaya itu lama-lama."

Rigel tampaknya tertarik, semula ia duduk di mejanya seraya memilah buku-buku kini beralih duduk di samping Andre di atas sofa ruangannya.

"Bahaya gimana?"

"Nah loh."

"Apaan sih, Ndre."

"Iya memang bahaya, kalau itu terlalu sering ataupun nyerinya berlebihan. Sudah kamu tanya kenapa dia begitu?"

"Katanya biasa begitu. Sembuh kalau dipakai guling-guling di tempat tidur."

"Ya elah, lain kali periksa saja, takut ada apa-apa terus kalau periksa ke sini aja, sendirian jangan bawa siapa-siapa."

"Maksudnya apa nih?"

Andre tertawa karena jelas sekali jika Andre ingin menggoda Rigel.

"Jadi pertanyaan yang lalu belum dijawab, apa jawabannya?"

"Pertanyaan yang mana?"

"Sudah belum itu."

"Hah?"

"Sudah jebol gawangnya belum?"

"Astaga Andre, parah lu."

"Halah sok banget, gimana?"

"Belum," jawab Rigel singkat seraya kembali duduk di kursinya.

"Kok bisa belum?"

"Ya bisalah, apa yang enggak bisa di dunia ini."

"Enggak gitu bro, tapi kalian sudah menikah."

"Ya enggak mungkin dipaksa, mau tanggung jawab anak orang?"

"Ngapain tanggung jawab segala, itu istrimu, hakmu lah."

"Nah karena itu hak ku, maka bebas semauku."

"Tapi nih kira-kira ada enggak kemungkinannya dia suka samamu?"

"Ada kayaknya."

"Yakin?"

"Harus yakinlah, Ndre."

"Kalau enggak biar aku saja yang maju."

"Sudah deh keluar, keluar dari sini ganggu mulu dah."

"Lah aku tanya sesuai realita. Lagian payah banget masa iya belum."

"Kenapa sepengin tahu itu, Dokter Andre?"

"Sebagai seorang dokter kandungan maka dari itu aku pengin tahu, kalau ada yang perlu dibenahi kan bisa bantu atau mau tanya tentang prosesnya bakal aku jelaskan sedetail mungkin."

Rigel memandangi Andre yang lumayan kesal dan bosan dengan sahabatnya itu tetapi tidak sekesal dan semarah itu.