webnovel

Ada Apa Dengan Leandra

"Enggak kok."

"Kalau ada masalah bilang saja, aku enggak tahu kalau kamu enggak cerita," gumam Rigel yang masih memandangi istrinya termenung.

"Aku enggak tahu kenapa."

"Lalu?"

"Tapi aku merasa sedih."

Rigel semakin tidak mengerti apa yang sebenarnya dimaksud oleh Leandra.

"Kamu kesal ya aku seperti ini?"

"Enggak."

"Kalau kesal bilang saja," jawab Leandra yang sudah mengerucutkan bibirnya.

Rigel menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

"Tuh 'kan kamu marah."

"Astaga aku enggak marah ataupun kesal sama kamu."

Leandra menghembuskan napasnya dengan sedikit berat.

"Aku enggak tahu apa yang kamu rasakan tapi kalau kamu ada masalah cerita, aku pasti dengarkan."

"Aku saja bingung sama diriku sendiri."

"Kalau kamu bingung apalagi aku. Ada masalah di kampus?"

Leandra menggelengkan kepalanya.

"Uangmu sudah habis?"

Leandra kembali menggelengkan kepalanya.

"Kangen sama Ayah, Ibumu atau Leonal?"

Leandra menggelengkan kepalanya untuk ketiga kalinya.

Rigel menghela napasnya. Jika ia tinggalkan istrinya dengan keadaan yang seperti itu ia takut terjadi sesuatu jika ia tetap di sana ia pun bingung harus bagaimana menghadapi perempuan seperti Leandra.

"Aku lapar."

Rigel masih heran pada Leandra dan memperhatikannya.

"Belum makan tadi?"

"Enggak, aku enggak lapar kok. Aku sudah makan."

Rigel menghela napasnya.

"Lea, jangan buat aku bingung, ini enggak aku pelajari selama aku jadi dokter."

Leandra sedikit tersenyum.

"Aku sedih sekarang tapi enggak tahu apa penyebabnya, apa aku harus ke psikiater?"

"Berapa lama terjadi seperti itu?"

"Hampir sering sih, kamu kayak lagi wawancara pasien saja."

"Iya kamu pasienku setiap di rumah. Kamu butuh istirahat, jangan banyak mikir, satu lagi kalau ada kekesalan atau masalah apapun cerita."

"Iya."

"Are you okay?"

"No."

Rigel menghela napasnya dan menyenderkan tubuhnya ke sofa.

"Maaf, aku ngeselin."

"Iya."

Leandra menatap Rigel sinis.

"Katanya harus jawab jujur, aku jawab jujur itu."

"Ah sudahlah aku enggak apa-apa kok, kamu mau mandi 'kan, mandilah sana."

"Yakin kamu enggak apa-apa?"

"Iya Bapak Rigel yang terhormat."

"Aku senang lihat kamu galak ketimbang kamu yang aneh begini."

Leandra tertawa karena ucapan Rigel.

"Eh hasil tes yang kemarin belum ada juga ya?"

"Belum mungkin 2 hari lagi."

"Kalau aku gegar otak gimana?"

"Jangan aneh-aneh, insyaAllah enggak apa-apa."

"Kalau nyatanya begitu gimana? Atau tumor otak atau…" kalimatnya terhenti.

Cup!

Bibir merah muda milik Leandra yang selama ini terjaga rapi tanpa sentuhan bibir orang lain kini tercuri kesuciannya karena Rigel, suaminya selama 1 bulan ini.

"Kalau kamu sakit aku yang akan mengobati, sakit appaun itu, jangan banyak mikir, okay?"

Leandra masih bengong karena jarak Rigel begitu dekat dengannya. Setelah mengecup bibir Leandra Rigel segera meninggalkannya.

"Rigel!!" pekik Leandra saat itu memenuhi seisi rumah.

Rigel hanya tertawa saja, karena ia tahu yang akan terjadi jika istrinya akan sangat marah karena kecupan ringannya.

Usai mandi dan memakai baju Rigel keluar dari kamar mandi dan sudah mendapati Leandra di atas tempat tidur yang masih marah.

"Kamu kenapa lagi?" tanya Rigel yang menggoda Leandra.

"Kamu jahat."

"Aku ngapain kamu?"

"Itu tadi apa namanya kalau enggak jahat?"

"Itu kasih sayang namanya."

"Enggak, bukan."

"Jangan begitulah Rigel, aku masih semester satu kuliahnya."

"Memangnnya kenapa?"

"Kalau aku hamil gimana? Hah? Gimana kata orang?"

Rigel tertawa keras sekali.

"Aku cium bibir kamu enggak bisa buat kamu hamil, sebentar berarti kalau sudah enggak semester satu kamu mau hamil?"

"Wah dokter cabul memang!"

"Aku tanya serius ini."

"Tahu ah."

Rigel hanya tersenyum saja. Sedangkan Leandra mencoba untuk tidur.

Seperti pagi biasanya mereka melakukan rutinitas, kali ini Leandra kembali berkuliah karena ia merasa sudah baik-baik saja.

"Eh kemarin kamu diancam Adrian ya?" tanya Alcie yang khawatir begitupun Renza yang bersama mereka.

"Iya, di depan kampus terus kemarin minggu di mall, sial banget."

"Kok bisa begitu?" tanya Renza.

"Aku enggak tahu juga kenapa Adrian tiba-tiba muncul dan parahnya kemarin ini kening kejedot tembok, luka deh."

"Astaga, jadi gimana?"

"Ya katanya pingsan, terus diobati sama Rigel nah pulangnya dia ngajak ke rumah sakit di takut ada apa-apa, tapi hasilnya belum keluar."

"Ya Allah, Lea beruntung banget tahu ada Rigel, itu dia semua yang menanganinya?"

"Iya, sewaktu CT Scan dibantu dokter lain sama perawat khusus gitu, setelah itu 'kan diperban lagi ya dia yang obtain."

"Jadi pengin punya suami dokter," ucap Alcie yang membuat Leandra dan Renza mengernyitkan dahinya.

"Si Adrian gimana? Apa yang masih dia ributkan?"

"Adrian enggak mau aku bahagia sama orang lain kecuali sama dia, dia ngancam hidupku enggak akan bahagia. Sekarang Adrian itu kasar banget."

"Saranku sekarang lebih berhati-hati, Lea. Anak itu belum kapok dari dulu, kalau memang enggak ada kami tunggu suamimu datang. Pokoknya pergi sama dia."

"Kalian kenapa banggain Rigel banget sih?"

"Bukan membanggakan, tetapi Rigel itu orang yang baik Lea," jelas Renza pada sahabatnya.

"Iya benar kata Renza, coba deh pelan-pelan buka hati. Lagian sekarang sudah tahu Adrian begitu 'kan enggak mungkin kamu mau sama dia?"

"Ya kali, enggaklah. Iya aku mau coba buka hati tapi susah."

"Semua itu butuh proses," gumam Renza menambahkan.

Renza selalu menjadi jalan tengan di antara mereka bertiga, sikapnya yang paling dewasa mungkin juga karena ia laki-laki.

"Eh aku mau tanya tapi agak privasi?"

"Apa, Ci?"

"Wah kalau Alcie yang nanya aku pamit, kalian pasti aneh-aneh," ucap Renza meninggalkan kedua sahabat perempuannya tersebut.

Keduanya hanya tertawa saja dan Alcie melanjutkan apa yang sebenarnya ingin ia tanyakan.

"Tanya apa, Ci?"

"Jangan marah ya. Kamu sudah begitu?"

"Hah? Begitu apa?"

"Itu loh sama Rigel. harus diperjelas ya?"

Leandra mendengus.

"Ya enggaklah."

"Sudah sebulan lebih kalian menikah iya 'kan?"

"Mungkin tepatnya 2 bulan dan lebih kok sudah lama ya?"

"Gila mau 4 bulan anjir, parah. Memangnya kamu enggak takut dilaknat Tuhan?"

"Hah? Apaan sih Ci, bawa-bawa Tuhan segala. Enggak asik tahu."

"Serius Leandra Ishna Nivethaku sayang."

"Kok ngeri begitu, dilaknat beneran?"

Alcie tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Leandra yang sepertinya ketakutan.

"Bercanda 'kan?"

"Enggak, serius ini. Tapi enggak tahu hahaha."

"Jangan buat jantungan ngapa sih, Ci."

"Ya kamu sih, nikah sudah ngapain enggak begitu coba?"

"Ya enggak maulah."

Kini mereka melanjutkan kuliahnya dan hari itu mendapatkan benar-benar banyak tugas lalu besok pagi segera dikumpulkan. Setelah kelas selesai mereka mencari buku-buku di perpustakaan fakultas setelahnya Leandra diantarkan pulang oleh Renza karena hari sudha sore.

Sesampainya di rumah, Leandra segera mandi, menyiapkan makan dan mulai mengerjakan tugasnya yang sangat banyak apalagi ia sebagai mahasiswa semester satu yang masih kaget dengan tugas banyak dan rentang waktu sebentar.