1 Bagian 1

"Maka bagaimana halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah : Demi Allah, Kami sesekali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna"- Q.s An-Nisa ; 62

MUSIM PANDEMI

Semilir angin malam terus mengganggu,seakan mengusir dengan halus orang-orang yang belum jua beristirahat. Gadis itu duduk di samping jendela, dibawah lampu yang temaram. Lalu memandang langit yang gelap, hanya ada rembulan yang memantulkan sebagian dari cahaya matahari.

Tidak ada bintang yang terlihat, semua bersembunyi dibalik awan, barangkali malu untuk dilihat, ujarnya dalam hati seraya tersenyum. Jam sudah menunjukkan pukul 21:24 wib, ditemani dengan beberapa tumpuk buku gadis itu kembali sibuk dengan jari-jari yang terus saja mengajaknya menari di depan laptop berwarna silver itu. ia kembali mengingat awal dari sebuah perkenalan tanpa sengaja dengan laki-laki itu. Laki-laki yang bernama Salman, telah membuatnya menutup ruang-ruang hati yang selama ini sudah cukup membuatnya lelah.

klunting.....(nada chat) terdengar dari sebuah ponsel yang membuyarkan fokusnya.

Gadis dengan bola mata kecokelatan itu meraih ponsel miliknya yang berada tepat tak jauh dari tempat ia mengetik. Terlihat bahwa ada chat masuk dari seseorang

"Sadina, kamu udah belom ngerjain tugas metodologi penelitian?.

from Aini

Ya... Gadis itu bernama Sadina , lebih tepatnya Sadina Nararya. Ia merupakan mahasiswi di salah satu kampus kota Bengkulu. Dalam keluarga nya ia merupakan putri sulung, dengan dua orang adik laki-laki. Perempuan satu ini terkenal cukup cerewet, bahkan dengan adanya dukungan tahi lalat didagu itu membuat orang lebih mudah mengenalnya. Bukan itu saja, suaranya yang cukup nyaring dapat dikenali dari kejauhan. Bahkan keceplas ceplosan mulut gadis ini dalam bercakap menghasilkan daya tarik sendiri bagi teman-temannya.

"lagi ku kerjain nih, sedikit lagi.. bagian hipotesisnya belum." balas Sadina dengan sedikit menggaruk-garuk kepala. Menandakan bahwa tugas ini cukup membuatnya pusing. Otaknya kini berfikir keras memikirkan seambruk tugas selama kuliah daring diberlakukan.

Ceklis dua, chat darinya belum dibaca oleh Aini. Seraya menunggu balasan, Sadina kembali meneruskan kesibukannya dengan laptop. Mengetik... kata demi kata, huruf demi huruf, dan tersusun menjadi suara hati :

Apa yang dikunci ketika dunia ketakutan, sedang kita dikutuk karena saling mengabaikan?

Ingatan kita pendek,. tapi begitulah kutukan bekerja. ia mengacaukan yang mestinya tertib dipikiran, ia meriuhkan yang waktunya tenang di tindakan.

Rasa was-was akan sebuah daftar sebagai korban. Rasa takut yang seharusnya sejak dulu disadari

kita mungkin telah kehilangan warisan itu.

kearifan yang merendah, pikiran sederhana dan hati yang riang bergembira dalam irama hidup semesta.

Hingga,

Di hari ketika pandemi tiba lalu menguningkan semua yang kelak diabadikan sebagai kesedihan dunia, kesedihan keluarga, dan kesedihan Indonesia.

Menarik paksa orang-orang terkasih karena umur tak bisa ditebak instan. Saling menjaga demi mekarnya senyum keluarga.

Huaampp...

Sembari menutup mulutnya yang sudah beberapa kali menguam serta mata panda nya yang mulai sayup, Sandina mulai mengakhiri kesibukannya untuk malam ini. Kipas angin yang setia membuatnya semakin tak sadar, ingin rasanya tergeletak diatas tempat tidur ternyaman. Kakinya melangkah dengan sigap menuju kasur itu, Selimut tebal memeluk erat tubuh Sadina.

pukul 23:37,,

Sadina pun terlelap bersama mimpinya yang indah..

*********

"Ayuk... Bangunlah ,, ayo bangun.." suara anak kecil itu mengusik sadina. Ditarik-tariknya tangan kakak perempuan semata wayang nya itu, agar segera beranjak dari tempat tidur. Riuh kendaraan berlalu lalang pun terdengar jelas. Sinar mentari terlalu sengit untuk dilihat secara langsung, cocok untuk berjemur.

"iya..iyaa.. ini ayuk bangun". jawab Sadina sambil merapikan rambutnya yang masih berantakan. Tangan nya meraba-raba seakan mencari sesuatu diatas kasur. Mata belum sepenuhnya terbuka lebar, akhirnya ia menemukan ikat rambut berwarna hitam itu. Sadina terlihat sangat kacau.

Seusai sholat subuh tadi , Sadina tak kuat menahan kantuk yang menyerangnya. Sebab ia tidur sudah terlalu larut malam. Bukan hal yang aneh jika ia kembali memeluk tempat istirahat ternyaman. Bahkan tak terpejam sampai pagi pun pernah dilakukannya.

''Dari tadi adek bangunkan ayuk ni.. iiih susah sangat pun" keluh adik Sadina yang paling bungsu. Logat negara upin ipin menempel jelas saat si kecil berbicara, itu terjadi tentu saja karena serial yang hampir setiap hari ia tonton. Sambil berlari meninggalkan kamar Sadina adik kecil itu kembali berteriak " Cepatttt.. ayukk Bangunlah".

"iya, ayuk dengar" timbal Sadina menahan kesal.

Dibuka nya horden tosca itu, cahaya matahari kemudian masuk menelusuri kamar Sadina. Sadina merapihkan tempat tidur, tak lupa ia membersihkan meja belajar disudut kamarnya. Segeralah ia bergegas mandi, untuk melanjutkan pekerjaan nya yang lain. hari ini tak ada jam perkuliahan di jadwalnya, setidaknya tentu ada waktu luang untuk menghibur dari tugas kuliah. Mereka tau bahwa semua kenyataan tugas dan seluruh tanggung jawabnya bukan semata untuk memberatkan, tetapi melatih mental serta kemampuan berpikir untuk me-manage waktu secara tepat dan akurat, guna menuntaskan perkuliahan secara membahagiakan. Bukan hal yang tabu bagi para mahasiswa semester 6 bercengkrama dengan laptop dan buku-buku serta laporan bahkan proposal. Itulah, mengapa rata-rata dari mereka terlihat stress . Mata yang sayup dikarenakan tak banyak waktu tidur. Dari pagi sampai siang mereka harus kuliah, beberapa mahasiswa pun ada jam perkuliahannya selesai sore hari. Gejala mahasiswa semester 6, dikebut waktu sampai menatap hari bahagia, yakni pada saat hari libur pun lupa. Kata kebanyakan orang, Semester enam itu semester paling menantang, sudah banyak tugas kuliah, direpotkan dengan urusan rumah, tambah lagi beban proposal skripsi, pokoknya sangatlah rumit dan membuat kepala seakan sedang merebut hadiah istimewa.

Adakalanya karena tuntutan perkuliahan dan juga, dosen yang kian memelintir mahasiswa dengan banyak tugas memberi keyakinan bahwa sesungguhnya mahasiswa semester 6 tengah dilatih untuk mengatur diri serta mencoba me-manage setiap waktu yang ada. pergi liburan satu atau dua hari, tentunya waktu libur pun acap kali dimanfaatkan dengan lanjut mengerjakan tugas, baik laporan sampai setiap makalah presentasi.

Lebih parah lagi kalau salah satu matakuliah diisi oleh pengampu yang dari luar daerah, tentu itu sedikit menyusahkan, menyesuaikan dengan penempatan pikiran dosen, serta memahami alur dan kerangka berpikir dosen tersebut, seringkali menjadi pedoman untuk menjawab tiap soal ujian tengah semester pun berlanjut hingga ujian akhir semester. Kadangkala teman atau kerabat berbisik ' Heh... kalo si bapak itu metode penilaiannya, tulis yang jelas dan langsung to the point, niscaya engkau akan mendapatkan nilai baik saat ujian' sungguh peneguhan ini cukup marak terjadi pada momen perkuliahan oleh masing-masing mahasiswa.

Terlebih lagi para perempuan yang mungkin lebih dominan ke masa depan ya. Berdasarkan beberapa catatan ada yang mengatakan bahwa pada media online beberapa waktu lalu, siklus usia dua puluh tahun merupakan masa di mana perempuan akan memikirkan pernikahan sebagai solusi terbaik dalam mengakhiri semua tugas tersebut, Konon katanya Fase di mana rasa capek untuk kuliah dan pusing untuk mengerjakan tugas yang tiada akhir begitu membuat hati merasa tersiksa. Menjadi alasan bahwa menikah adalah pilihan terbaik.

Tetapi mau bagaimana lagi? Memang merupakan sebuah tuntutan, bukan? Sejatinya menjadi mahasiswa itu merupakan sebuah pengalaman yang menarik, dari situ kita kenal tanggung jawab bersama di dalam kelompok, juga kesatuan dari setiap perbedaan pada pemikiran, serta tanggung jawab menunaikan kedisiplinan waktu. Keluhan memang merupakan hal yang wajar, tapi patut diingat bahwa tugas tetap tidak bisa ditarik kembali lagi pernyataannya.

Justru yang diperlukan adalah keriangan, tanpa memikirkan itu sebagai beban yang berat.

Sebab sesungguhnya tantangan akan masa depan terlalu banyak untuk dihadapi dan merupakan sebuah misteri bagi himpunan manusia yang masih pada ruang dan waktu ini. Tugas-tugas perkuliahan hanya sedikit dari tanggung jawab kita ke depannya sesaat setelah kita meraih gelar sarjana.

Terlebih lagi perkuliahan pun terpaksa harus dari rumah dalam artian tidak langsung bertatap muka seperti biasanya.

Siapa sangka bahwa ini semua akan terjadi? Siapa mengira bahwa awal tahun ini akan menjadi awal tahun yang penuh kisah pilu? Siapa yang mau jika negaranya dilanda dengan peristiwa menyedihkan seperti ini? Tidak.

Tidak ada yang menyangka, tidak ada yang mengira, dan tidak ada yang mau. Kabar huru-hara terdengar di seluruh penjuru negeri ini karena datangnya sebuah tamu tak diundang, tamu yang membahayakan, tamu yang menjadi ancaman.

Corona Virus Disease 2019 atau yang kerap disebut Covid-19, inilah yang tengah menjadi ancaman bagi dunia. Virus yang mengganggu sistem pernapasan manusia ini sangat mudah untuk berpindah tempat dari satu insan ke insan lainnya. Tak mengenal usia, tak mengenal pekerjaan, tak mengenal penyakit lain, virus korona dapat menjangkiti siapapun, bahkan orang yang terlihat sehat pun, tak dihiraukan oleh virus ini.

Tak terkecuali Indonesia. Virus korona mulai menyapa Ibu Pertiwi sejak 2 Maret 2020 Presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa Indonesia sudah menjadi salah satu negara yang warganya positif terkena virus korona.

Kian hari kian merebak. Hal tersebutlah yang membuat pemerintah negeri ini mengeluarkan kebijakan pembatasan sosial untuk mengurangi persebaran virus korona di Indonesia. Terhitung sejak tanggal 23 Maret 2020, banyak sekolah, kampus, tempat ibadah, bahkan para pekerja yang mengeluarkan kebijakan untuk bekerja atau belajar dari rumah.

Belajar dari rumah untuk mahasiswa berarti kuliah dari rumah, menggantikan kuliah tatap muka dengan kuliah daring atau online. Ya, Kuliah online, itulah sebutan bagi kegiatan belajar kampus saat ini.

avataravatar