1 PROLOG

BAGIAN SATU : AKU SEBUT INI NERAKA

Semua orang tentu punya harapan yang selalu dipanjatkan kepada Tuhannya. Berdoa, berharap agar keinginannya dapat terwujudkan.

Pada dasarnya, aku hanya menginginkan sebuah keluarga dengan keharmonisan, seorang sahabat yang menemani dengan ketulusan tanpa dibaliknya ada bentuk pengkhianatan, dan seorang pacar yang mencintaiku apa adanya.

Itulah bentuk anganku. Tanpa aku sendiri berfikir bahwa aku tak akan pernah bisa merubah garis kenyataanku dengan imajinasi liar yang selalu ku bangun.

Meskipun aku selalu bertanya, apakah sosok sepertiku tak pantas punya mimpi?

Apakah sosok sepertiku tak pantas berkhayal tinggi?

Ini adalah kisahku. Seorang anak SMA bernama Dela Anjar Putri. Yang bahkan aku sendiri tak tau artinya.

****

Pagi ini Dela sudah bersiap dengan baju putih abu-abu yang sudah melekat ditubuhnya. Ia kembali menatap cermin memastikan wajah cantiknya dengan rambut sebahu yang ia punya sudah benar-benar cantik.

Ia tersenyum. Kemudian mengambil ponselnya untuk menelepon seseorang yang tak bukan adalah pacarnya sendiri.

Tapi hingga pada panggilan ketiga, sang pacar tak menjawab teleponnya. Lantas ia bertanya-tanya apa pacarnya sudah dijalan?

Ia memilih untuk keluar dari kamarnya yang berada dilantai atas dan turun ke bawah.

Namun moodnya kembali hancur karena harus melewati meja makan. Ia menatap ruangan itu sesaat. Tak bisa dijelaskan bagaimana suasana hatinya kini, ia memilih untuk segera pergi dari sana.

Jika ada yang bertanya, Dela begini karena daridulu ia rasanya ingin merasakan kehangatan di meja makan bersama orangtuanya. Kadang Dela iri dengan orang-orang yang mampu memiliki keluarga yang saling menyayangi, keharmonisan yang selalu ditebar, sedangkan Dela ia tak mampu menjadikan itu sebagai bentuk sombong bahwa keluarganya hangat dan manis.

Tapi apakah ia boleh berharap agar suatu saat itu bisa jadi kenyataan?

Tentu saja bukan? Dia juga punya Tuhan yang ia yakin mampu mendengarkan doanya dan menjawabnya pada waktu yang tepat demi kebaikannya.

Kembali pada Dela yang masih menunggu Reno sang pacar yang masih juga belum menjemputnya. Sekali lagi ia mencoba untuk menghubungi pacarnya itu tapi ternyata hasilnya tetap nihil. Tak ada jawaban dari seberang sana.

Tiba-tiba terlintas ide di otak Dela untuk menghubungi mama Reno. Hingga dalam dering ketiga, sambungan itu diangkat.

"Halo tante, emm.. Renonya ada nggak tante?"

"Eh Dela, iya ini Reno ada lagi tidur. Kenapa nak? Ada janjikah? Mau tante bangunin?"

"Eh ga usah deh tante, yaudah tante makasih ya."

Dan sambungan langsung Dela putuskan begitu saja. Bolehkah kali ini ia kecewa? Rasanya itu sudah tak sempat karena sadar bahwa bel masuk akan berbunyi lima belas menit lagi. Sedangkan jarak dari rumah Dela ke sekolah kalau dengan berjalan kaki akan memakan waktu yang lama. Ia segera bergegas keluar rumah, mengunci pintu, kemudian berlari ke depan komplek rumahnya berharap ada ojek disana.

Dan kali ini, rasanya ia sedang hoky karena tersisa satu motor ojek yang belum ditumpangi oleh orang.

"Bang jalan bang.."ucap Dela dengan nafas yang ngos-ngosan.

"Kemana Del?"

"Sekolah lah bang."

"Oh iya iya."dan motor melaju dengan kelajuan yang cukup tinggi agar Dela tidak terlambat.

****

Sesampainya Dela disekolah, ia langsung hendak menemui Nadia, sahabatnya.  Berniat untuk bercerita pada sahabatnya itu dan ingin menanyai apa yang Reno lakukan satu hari kemarin, mengingat rumah Nadia dan Reno bersebelahan.

Tapi setelah ia sampai dikelas, ia tak menemui Nadia disana. Biasanya Nadia sudah sampai, terlebih ini sudah hendak bel masuk. Lantas kemana sahabatnya itu pergi?

Bunyi bel masuk berdering membuat seluruh siswa-siswi berhimpitan untuk masuk ke kelas, takut kalau-kalau guru killer lewat dan menjumpai mereka yang masih diluar.

Begitupun dengan Dela, ia memilih untuk masuk ke dalam kelas dan menunggu Nadia disana.

****

Jam pelajaran telah usai lima belas menit yang lalu. Dan Nadia tidak masuk sekolah hari ini  rupanya tanpa keterangan.

Heran dengan sahabatnya itu yang baru kali ini tidak masuk sekolah tanpa sebuah alasan, membuat Dela nanti sore berniat bermain ke rumah Nadia.

Ia kini sudah berada di gerbang sekolah untuk menunggu barangkali ada ojek yang lewat.

"Ojek neng?"tanya seseorang yang membuat Dela refleks menoleh.

"Eh iya bang"ucapnya kemudian langsung naik ke motor tersebut. Rasanya ia benar-benar lapar dan ingin langsung pulang ke rumah. Entah kenapa kali ini rasanya ia ingin cepat-cepat pulang kerumah. Padahal biasanya biasa saja.

****

"DASAR ISTRI GA BERGUNA! APA KERJAAN KAMU SELAMA INI HAH?! BIKIN SAYA BANGKRUT DENGAN SHOPPING KAMU YANG GA JELAS ITU?!"

Nada tinggi dan keributan yang terjadi dari arah rumahnya membuat Dela segera berlari. Ia sangat tau bahwa suara keributan itu bersumber dari kedua orangtuanya.

"KAMU YANG GA BECUS MAS! KAMU PIKIR KAMU SUDAH BENER NGURUS PERUSAHAAN?!"

PLAAKK! PLAAKK!

Tamparan itu membuat gigi Dela nyeri menggeram. Dengan tekadnya yang kuat, ia berlari masuk ke dalam untuk membela ibunya.

"Ayah! Jangan tampar ibu ayah!"tegas Dela meskipun air mata sudah mengalir tak berhenti di pipinya.

"DIAM KAMU ANAK SIALAN! GA USAH IKUT CAMPUR! DASAR ANAK MENYUSAHKAN!"bentak sang ayah lagi pada Dela.

Dela kembali meneteskan air matanya. Kata-kata itu terdengar begitu kasar diotaknya. Selama ini ia berusaha sabar dengan kedinginan yang terjadi pada keluarganya. Ayahnya yang selalu mengutamakan pekerjaan sehingga jarang pulang kerumah, juga ibunya yang selalu sibuk dengan teman sosialnya dan tak pernah absen berbelanja pergi kemana-mana.

"GA USAH IKUT CAMPUR DELA! LEBIH BAIK KAMU PERGI!"

"Tapi Bu..."

"PERGI DELA!!"bentak ibunya lebih keras.

Dela akhirnya memutuskan untuk pergi dari sana daripada harus mendengar bentakan dari ibunya yang akan membuatnya semakin sakit hati.

Tapi hanya beranjak dari sana. Bukan pergi. Dela memilih bersembunyi dibalik pintu, masih ingin mendengar apa lagi yang akan terjadi selanjutnya.

"AKU MAU KITA CERAI!"

"KAMU PIKIR AKU MASIH MAU SAMA KAMU YANG UDAH MISKIN DAN BANGKRUT?! MULAI DETIK INI AKU MINTA CERAI SAMA KAMU MAS!!"

Dan Dela akhirnya benar-benar memilih pergi dari sana. Hatinya sudah tak sanggup melihat semuanya lagi. Hari ini, kehidupannya nyata hancur sudah. Tak ada harapan untuk bisa merasakan kehangatan dalam sebuah keluarga.

Ia benci ayahnya, ia benci ibunya, dan ia benci hari ini.

****

ENJOY TO THIS PART!

SEMOGA PADA SUKA SAMA CERITANYA Y.

AJAK JUGA TEMAN-TEMAN ATAU BAHKAN SAUDARA KALIAN YANG LAIN UNTUK BACA CERITA INI^^

TERIMAKASIH BANYAK SUDAH MAU MAMPIR DAN BACA.

SEE YOU SOON GES❤️

avataravatar