webnovel

Divine Sword Project

Usai pertarungan berkepanjangan para Kesatria Suci melawan Dosa berakhir, salah satu dari Pemilik Pedang Suci membuat permohonan untuk sebuah dunia di mana dirinya dan seluruh Kesatria lainnya bisa tinggal. Dosa yang telah lama tersegel di dimensi lain tiba-tiba lepas. Para Kesatria Suci yang telah melupakan siapa dirinya harus kembali bertarung karena janji sebelum dunia mereka dibuat. Inilah kisah para Pemilik Pedang Suci yang berjuang demi melindungi dunia dari Dosa. Mampukah mereka menghadapinya?

Zikake · Fantasy
Not enough ratings
7 Chs

Altair

Sebuah jalanan beraspal yang menjadi penghubung dua kota di dua pulau. Di bawah jalanan itu, terdapat air laut yang terombang-ambing dibawa oleh arus. Jalan lebar itu adalah pulau, tidak salah lagi.

Berada di tengah jalan tersebut, Ethan tengah berbaring. Ia mengedipkan mata beberapa kali, mencoba memahami mengapa sekarang ia sedang memandangi langit yang muram.

Perlahan Ethan bangkit mendudukkan diri, dan mulai memperhatikan situasi di sekitar. Yang ia dapatkan hanyalah … keheningan. Tak ada mobil melintas atau semacamnya.

"Di mana aku?" adalah pertanyaan yang pasti akan dikeluarkan siapa pun ketika berada di situasi serupa. Dan begitulah, Ethan menyuarakannya.

Seketika, kepalanya berdenyut. Ethan segera meremas kepala dengan tangan kiri sambil menggigit bibir bawah karena rasa sakit.

Sesuatu terlintas di benak Ethan—

Seorang laki-laki berpenampilan serupa dengannya berjalan di tempat yang sama seperti sekarang.

Di akhir, laki-laki itu berdiri di atas pembatas jembatan. Ia menggumamkan beberapa permintaan maaf, lalu melangkahkan kaki dan jatuh ke laut.

"—Begitu rupanya." Ethan melepas tangan yang meremas kepala. Ia lalu menunduk, menyembunyikan ekspresi yang ada di wajah.

Tangan yang sebelumnya meremas kepala karena merasakan sakit, kini merayap ke dada lalu meremas jaket hitamnya hingga berkedut. "Siapa peduli dengan kehidupan sebelumnya?"

Ethan lalu menyunggingkan senyum. Ia bangkit dari posisinya dan memandang ke arah langit yang nampak bisa hujan kapan saja, "Aku yang sekarang, sudah memiliki teman. Meski cuma dua orang … dan keduanya perempuan."

***

Berulang kali, gadis dengan rambut pirang panjang serta topi baret di atasnya membuang nafas selama berjalan di lorong gelap dengan senter di tangan.

"… Kenapa aku harus ada di tempat ini lagi? Meski samar-samar, aku ingat kalau kami semua sudah menyelesaikan tugas masing-masing. Masa iya segelnya lepas?" Sekali lagi, ia membuang nafas.

Tempat ia berada sekarang, adalah lorong gelap yang memiliki papan-papan berisi informasi kesehatan menempel serta beberapa pintu ke suatu ruangan dengan kasur khas rumah sakit di dalamnya.

Seperti yang dapat diduga, Sophia kini berada di sebuah rumah sakit. Segala hal terasa hening dan mencekam di sana, tanpa ada suara sedikit pun kecuali langkah kaki Sophia sendiri.

"Beberapa saat yang lalu, aku bangun di ruang operasi, tepat di atas tempat dokter mengoperasikan pasiennya. Lalu, aku mengambil senter di ruangan itu dan memutuskan untuk mencari jalan keluar dari tempat aneh ini."

Lelah membuang nafasnya karena memikirkan kenapa ia berada di rumah sakit itu, Sophia memutuskan untuk mengingat-ingat semua kejadian yang berlalu ketika ia sadar sedang berada di rumah sakit ini.

Beberapa saat berjalan dalam keheningan, Sophia tiba-tiba menghentikan langkahnya tepat di depan sebuah pintu ganda yang ada tulisan "keluar" dengan warna merah tepat di atasnya.

"Wah, wah. Aku tanpa sengaja menemukan pintu keluar yang entah bagaiamana bersebelahan dengan kamar mayat." Sophia berucap dengan nada bercada disambili menggeleng tidak percaya akan pintu itu.

Meski ia tidak percaya kalau pintu tersebut bukanlah pintu keluar karena terdapat kamar mayat di sebelahnya, ia tetap meraih gagang pintu itu dan membukanya.

***

Gelapnya malam di jalan raya menghilang akibat pencahayaan dari lampu-lampu toko di sekitar.

Sayang sekali, jalan raya yang dipenuhi pencahayaan kota tersebut tidak memiliki satu pun mobil melintas padanya, membuat jalanan itu terlihat sangat menakutkan untuk orang yang takut sendirian.

Lupakan jalan raya. Bahkan, toko-toko di kota itu sendiri nampak tidak memiliki seorang pun untuk mengurusnya, maupun mampir kepadanya.

Kota hanya diselimuti keheningan yang memiliki suara mesin-mesin—seperti televisi di toko elektronik—masih menyala di sana.

Meskipun terlihat tidak terdapat seorang pun di tempat tersebut, nyatanya, ada seorang lelaki yang sedang berdiri tepat di tengah jalan raya.

Ia adalah Indra, lelaki berambut hitam panjang belah tengah. Sepasang mata di balik kacamatanya hanya terfokus untuk memandang ke arah lampu lalu lintas yang sekarang masihlah hijau.

"Lampunya tidak amu berganti jadi merah, ya?" Indra bergumam kemudian mendorong kacamata ke belakang.

Lelaki itu kemudian memalingkan punggung dari sana, pergi menjauhi jalan raya dan mendatangi satu per satu toko yang ada di sekitar.

Setelah sepikirnya enam toko sudah didatangi, Indra menghela nafas. "… Seperti yang kukira, tidak ada orang lain selainku di kota ini."

Hampir semua toko di kota tersebut dibiarkan terbuka. Seakan-akan, toko itu beroperasi layaknya toko yang sedang buka, meski pada kenyataan tak ada satu orang pun mengurusnya.

"Meskipun sedikit samar, aku ingat tempat ini." Indra berdiri di depan mesin minuman otomatis sambil merogoh saku lalu memasukkan uang yang ia temukan ke mesin tersebut. "Tempat ini kupakai untuk menghadapi Dosa saat masih menjadi Kesatria Suci." Sambil berkata, ia mengambil minuman yang keluar dari mesin tersebut.

Indra duduk di kursi panjang di pinggiran jalan dan membuka soda kaleng yang kini ia pegang. "Harusnya pekerjaanku sebagai Kesatria Suci di kehidupan sebelumnya sudah selesai, tapi kenapa aku berada di sini lagi?"

Membuang nafas karena tak mendapati jawaban yang pas, ia memandang ke langit malam sambil sekali-kali meminum soda di tangan.

***

Hujan lebat tengah terjadi, beberapa kali juga terdengar suara petir yang membuat merinding pendengar.

Sementara itu berlangsung, seorang gadis dengan gaun lolita hitam berjalan ke sana kemari tanpa tujuan.

Jalan yang ia tapaki, memiliki dua kursi penumpang di kanan maupun kiri. Sayang sekali semua kursi tersebut kosong. Hanya gadis itu saja satu-satunya orang yang ada di sana.

"Ini pesawat itu, ya? Menurut ingatanku di masa lalu ketika masih menjadi Kesatria Suci, tempat ini disebut dengan Altair." Sambil terus melangkahkan kaki di pesawat tersebut, gadis berambut hitam bergelombang dan diikat di kedua sisi yang tak lain lagi adalah Charlotte bergumam.

"Jika ini altair maka berarti …." Charlotte menghentikan langkah. Ia menatap lurus pada suatu pintu, yang di baliknya adalah kursi penumpang lagi, tetapi dengan 'sesuatu' yang bukan orang berdiam di sana.

***

Bermodalkan penerangan bulan untuk melihat keadaan sekitar, seorang gadis berlarian di hutan bersalju.

Gadis tersebut yang tidak lain adalah Rosalia, gadis berambut pendek seperti laki-laki. Ia berlari meliuk-liuk, menghindari pohon sekaligus membuat bingung sang pengejar.

Beberapa saat yang telah lalu, Rosalia terbangun di tanah dengan keadaan sedikit terkubur salju.

Sama seperti yang lain, ia memikirkan apa yang tengah terjadi setelah bangun dari sana. Dan ketika semua hal sudah jelas di kepala, ia pun menemukan 'sesuatu' lalu berakhir menjadi kejaran 'sesuatu' tersebut.

Sampai sekarang pun, Rosalia terus berlari. Ia tak tahu apa yang terjadi ketika dirinya ditangkap 'mereka'. Tetapi, ia yakin bahwa itu bukanlah akhir yang baik.

Tak lama ia berjalan tanpa mengalihkan pandangan dari jalan di depan, Rosalia menyandung akar dan berakhir dengan mendaratkan wajah di tumpukan salju.

Segera, Rosalia bangkit dan melihat ke belakang. Sudah terlambat baginya untuk kembali berlari karena 'sesuatu' itu sudah menerjang ke arahnya dengan rahang terbuka lebar.

'Sesuatu' tersebut memiliki rupa menyerupai serigala, tetapi memiliki warna hitam pekat layaknya bayangan dan punya empat mata berwarna merah yang bercahaya di kegelapan.

Serigala tersebut ada lima, lalu salah satu dari mereka yang posisinya paling depan saat ini menerjang ke arah Rosalia sambil menunjukkan taring-taring panjang dan mengerikan yang ia miliki.

Memang, sudah terlambat bagi Rosalia menghindari itu. Namun, ia masih memiliki sebuah kesempatan untuk tidak terkoyak oleh taring milik mahluk tersebut.

Gadis berambut putih pendek itu mengayunkan telapak tangan dengan cepat, menbuat gerakan seakan-akan menepis mahluk tersebut.

Dan berikutnya, salju yang ada di sekitar bergerak mengikuti arah tangan Rosalia, menerjang mahluk tersebut lebih cepat ke samping.

Setelah melakukan itu, Rosalia pun buru-buru bangkit dan kembali berlari. Tetapi, ia tidak berlari dengan wajah ketakutan lagi, melainkan dengan kepercayaan diri terlihat jelas dari raut wajahnya.

"Rosalia sudah mengingat kekuatan Kesatria Suci Rosalia dulu, jadi Rosalia tak perlu takut lagi seperti tadi." ucapnya dengan senyuman.

Emm, jika kalian tidak mengerti suatu hal, kalian bisa tulis di komentar paragraf. Kalau ada suatu kesalahan juga silakan katakan.

Dan .... Emm .... Karena kalian sudah baca sejauh ini, jangan lupa masukin ke library kalian, ya >_<

Zikakecreators' thoughts