1 BAB 1

Beberapa hari terakhir ini, aku perhatikan tingkah laku Reyhan suamiku semakin dingin dan acuh tak acuh. Tak seperti biasanya yang terlihat penuh perhatian dan kasih sayang. Tapi beberapa hari ini ia terlihat bersikap dingin. Entah apa penyebabnya.

Sore ini selepas pulang kerja, Reyhan tak lagi menyapaku. Padahal aku sudah menyambutnya dengan senyum semanis mungkin. Tapi ia seolah enggan melihatku.

"Mas, sudah pulang?" sapaku dengan mengulurkan tanganku. Namun, dia terlihat semakin dingin. Lalu menepis tanganku yang berusaha meraih tas kerjanya, bergegas dia masuk ke dalam kamar. "Ada apa ini?" batinku bertanya. Tak perlu pikir panjang aku pun menyusulnya.

Trakt!

Aku mencoba membuka gagang pintu, sesampainya aku di depan kamar. Namun, pintu itu tidak dapat terbuka. Reyhan menguncinya dari dalam.

"Mas, buka..." pintaku sambil mengetuk pintu. Aku mencobanya beberapa kali. Namun, Reyhan tak kunjung membukanya.

Saat aku termenung di depan pintu kamar, memikirkan sikap Reyhan yang berubah menjadi dingin belakangan ini, tiba-tiba aku dengar Reyhan sedang berbicara dengan seseorang lewat ponsel miliknya. "Iya sayang, aku akan segera menikahimu," degub jantungku terasa mau mencolot dari tempatnya, mendengar pernyataan suamiku. Entah dengan wanita mana dia berselingkuh. Kakiku terasa lemas dan air mata ini pun lepas begitu saja membasahi pipiku.

5 tahun aku menikah dengan Reyhan, selama ini dia terlihat baik dan penyayang, tidak ada tanda-tanda kalau dia memiliki wanita idaman lain. Namun, kata-katanya tadi berhasil meluluh lantahkan kepercayaanku. Ternyata yang selama ini terlihat baik, tak selamanya baik.

Selang beberapa menit Reyhan keluar dari kamarnya, dia terlihat tegang saat melihatku berada di depan pintu. Dengan cepat aku mengusap kedua pipiku yang basah oleh buliran bening. "Reyna, sejak kapan kamu berdiri di sini?" tanyanya dengan ketus. Aku mencoba untuk memasang wajah seakan aku tadi tidak mendengar apa-apa. Kemudian dengan sikap dinginnya, dia berlalu pergi keluar rumah tanpa memikirkan perasaanku.

Saat jam makan malam tiba, dia datang dengan seorang perempuan yang sangat aku kenal baik selama ini. "Keyla, kenapa kamu bisa barengan sama, Mas Reyhan?" sapaku menatap wajah keduanya bergantian. Keyla tertunduk sementara aku sibuk menyiapkan makan malam, lalu mempersilakan untuk duduk di depan meja makan.

Keyla adalah sahabat baik yang aku kenal sejak kuliah. Aku yang mengenalkan pada Reyhan suamiku. Dan meminta untuk menjadikannya sebagai sekretaris di perusahaan suamiku.

"Reyna," lirih Reyhan.

"Iya, Mas, ada apa?" tanyaku mencoba mengubur rasa yang berkecamuk di dalam dada.

"Maafin, Mas, Reyna," ucapnya sambil meraih tanganku yang berada di atas meja makan.

"Ada apa ini, Mas?" tanyaku mencoba menatap netra suamiku, yang juga terlihat gugup dan takut. Sementara Keyla yang bergelar sahabat baikku itu masih tertunduk.

"Mas, mencintai Keyla dan akan menikahinya. Aku tidak ingin lagi membohongi perasaanku. Dan dia sedang mengandung anakku," ucap Reyhan membuat tubuhku mampu bergetar hebat.

Aku mulai melepas genggaman tangannya, bagai petir di malam hari mendengar pernyataan suamiku. Tak terasa bulir bening jatuh begitu saja, karena tak sanggup menahan rasa sesak di dalam dada. Ku tatap wajah Reyhan dan Keyla secara bergantian, dia suamiku yang aku kenal penyayang selama ini, akhir-akhir ini berubah menjadi dingin karena ingin menikahi sahabat yang selama ini aku kenal sangat baik. Ternyata tega menorehkan luka di dalam dadaku.

"Maafin, aku juga, Reyna," ucap Keyla yang mencoba meraih tanganku, tapi segera aku menepisnya. Entahlah, aku sekarang merasa jijik melihat keduanya. Selama ini mereka terlihat polos tapi tenyata tidak lebih dari seorang pecundang.

"Keyla adalah wanita yang sempurna, selama setahun ini dia sangat baik padaku, selalu ada saat aku ada masalah, dan dia sangat memuaskan aku di ranjang. Tapi, kamu jangan takut. Aku tidak akan menceraikan kamu. Karena selama ini kamu juga berperan penting dalam kemajuan perusahaanku," ucap Reyhan sangat menyayat hatiku.

"Iya, Reyna, aku akan menjadi madumu yang baik. Tidak akan berkurang rasaku selama ini ke kamu, sebagai seorang sahabat. Bukankah selama ini kita mampu menjadi sahabat yang baik? Pastinya, kita akan mampu menjadi madu yang baik, bukan?" tambah Keyla yang seakan tidak mempunyai hati.

Aku hanya diam mendengarkan keduanya, dengan selalu mengusap air mataku yang mengucur semakin deras dan seakan tidak mau berhenti, akibat luka yang mereka torehkan sangat dalam.

"Kamu, harus mengijinkan aku berpoligami. Karena laki-laki diperbolehkan untuk memiliki istri lebih dari satu, asal mampu. Dan aku mampu untuk itu," ucap Reyhan lagi.

"Kamu, tidak punya hak untuk melarang Reyhan untuk menikahiku, Reyna. Kami saling mencintai dan aku adalah wanita yang sempurna dibanding kamu. Dari pada kami selalu membohongimu, bukankah akan lebih baik kalau kami jujur? Kamu jangan egois, bukankah berbagi suami itu tidak ada larangannya? Aku tidak akan merebut posisimu sebagai istri pertama, Reyhan. Aku akan menghargaimu, sebagai madu yang baik seperti persahabatan kita selama ini," timpal Keyla. Aku segera bangun dan ingin beranjak pergi meninggalkan keduanya. Rasa laparku kini berubah menjadi kenyang seketika. Namun, Reyhan menarik tanganku kembali dan memintaku duduk.

"Reyna, tolong hormati keputusan kami. Jawab dulu jangan beranjak pergi sebelum selesai bicara. Jangan hanya diam seperti ini," ketus Reyhan. Aku tak menghiraukan kata-katanya, lalu berusaha berdiri dan beranjak pergi lagi. Namun, lagi-lagi tangannya menarik tanganku.

Dengan mengumpulkan segala kekuatan, aku mencoba tegas pada kedua manusia laknat itu. "Kalian, ingin menikah, bukan?" tanyaku memandangi wajah keduanya. Mereka saling pandang, lalu mengangguk bersamaan. "Baiklah," jawabku.

"Akhirnya, aku akan menjadi istrimu, Mas," ucap Keyla, kemudian memeluk erat suamiku. Sungguh mereka adalah pasangan yang tidak punya hati dan tidak punya malu.

Beberapa saat kemudian, mereka melepas pelukannya. "Terimakasih, Reyna, kamu istri yang baik dan aku janji akan berusaha adil," ucap Reyhan. Seketika sudut bibirku naik ke atas, membentuk senyuman sinis.

"Ayo, Key, kita makan! Bukankah, kita tadi sudah lapar?" ucap laki-laki tidak punya hati itu. Keyla tersenyum dan mengangguk. Mereka akhirnya makan, saling menyuapi tanpa memikirkan ada hati yang terluka. Sungguh ini adalah pemandangan yang sangat menyakitkan.

"Reyna, masakan kamu masih sama seperti dulu, kamu masih pandai masak," ucap Keyla sambil memasukkan nasi ke dalam mulutnya.

"Tapi, kamu lebih pandai dariku," jawabku dengan ketus.

"Kamu bisa saja, Reyna. Aku tak pandai memasak,"

"Bukankah kamu cukup pandai dalam menggoda suami orang dan pandai memuaskan suami orang di ranjang?" ucapku dengan sinis. Mendengar perkataanku mereka tersedak hingga batuk-batuk.

"Reyna, kamu mau apa berkata seperti itu?" tanya Reyhan dengan mengambil air dalam gelas, lalu meminumnya.

"Kamu, mau tau? Aku mau apa?" tanyaku tanpa embel-embel, Mas atau apa.

"Iya, katakan!" ucap Reyhan memandangku.

"Ceraikan aku, atau batalkan pernikahan kamu dengan, Keyla. Apa kamu sanggup?" ucapku membuat Keyla menyemburkan minumannya karena tersedak lagi.

BERSAMBUNG...

avataravatar
Next chapter