webnovel

Dimples (BTS - Bahasa Indonesia)

[complete] “Sora ... ayo kita pergi ke fansign bersama?!”, ajak Sunmi sambil tersenyum “Haruskah aku pergi? Aku bukan seorang ARMY sejati sepertimu, Sunmi. Aku hanya menikmati lagu-lagu mereka, aku bahkan tidak hapal nama anggota Bangtan Sonyeondan ini”, jawabku Tapi, setelah bertatap muka langsung dengan Bangtan Boys, Kim Sora tidak bisa melepaskan pesona dari pria tinggi berlesung pipi itu. Dan hal itulah yang membuat Sora semakin ingin mengenal dan bahkan dekat dengannya. Namun, merangkul orang yang kau cintai bukan berarti akan selalu membawa kebahagiaan. Ketika semuanya terasa sempurna, insiden dua tahun lalu kembali terulang pada Sora. Dan hubungannya dengan Kim Namjoon menjadi taruhannya... 13 Feb - 03 Jun 2021

Ditabell · Music & Bands
Not enough ratings
55 Chs

Date Night

Kim Sora POV,

27 November 2019,

"Ini sudah melewati batas, Sora. Kau harus melakukan sesuatu!", kata Sunmi terlihat marah

"Tidak ada yang bisa kulakukan Sunmi. Aku sudah menghubungi polisi, dan jawabannya masih sama. Aku pikir mengganti nomer ponselku adalah tindakan yang tepat saat ini", jawabku putus asa

"Mengapa hal seperti ini terjadi lagi?? Apa kau yakin bukan Minwoo yang melakukannya?", tanya Sunmi sambil berjalan mondar-mandir di dalam kantorku

"Ya, Dan kurasa ia mengatakan yang sebenarnya", jawabku sambil mengusap dahiku

"Aku tak mempercayainya. Aku rasa Minwoo ada kaitannya dengan ini. Coba kau pikir, semua ini terjadi setelah ia kembali, ya kan?", kata Sora menggebu-gebu

"Entahlah, Sunmi. Kepalaku sakit bila memikirkan hal ini", jawabku menutup wajahku di atas meja kerjaku

"Kau baik-baik saja, Sora?", tanya Sunmi cemas menatapku

"Entahlah. Aku tidak ingin membicarakan ini lagi Sunmi", kataku menatapnya

"Apa RM sudah mengetahui hal ini?", tanyanya duduk di hadapanku

"Belum. Aku belum menceritakannya. Aku tak ingin dia khawatir. Ia sedang sangat sibuk saat ini, aku tak ingin menambah beban pikirannya", jawabku sambil memandang keluar jendela

"Walaupun begitu bukankah sebaiknya kau memberitaunya? Mungkin ia bisa memberimu jalan keluar. Kau akan bertemu dengannya kan malam ini?", kata Sunmi

"Ye", jawabku pelan

Aku dan Sunmi sedang berada di kantorku. Sunmi baru saja membaca pesan-pesan tak dikenal yang masuk ke ponselku. Ia marah sekali. Ia mencoba menghubungi salah satu nomer yang tertera, namun tak ada jawaban.

Pesan-pesan itu terus datang setiap hari selama 3 minggu ini. Aku sudah tidak pernah membacanya lagi, tentu saja. Setiap ada pesan masuk dari nomer yang tidak kulenal, aku akan langsung menghapusnya tanpa membukanya terlebih dahulu.

Sejauh ini, hal itu berhasil membuatku fokus lagi pada kehidupanku dan pekerjaanku. namun mengetahui ada orang-orang diluar sana yang tidak menyukaiku membuatku merasa tidak nyaman.

"Aku menyesal kau harus mengalami hal seperti ini lagi, Sora. Aku akan berbicara dengan Minwoo. Mungkin sedikit gertakan akan membuatnya berkata jujur", kata Sunmi penuh tekad

"Sunmi~aah kau tak perlu melakukan hal-hal konyol. Hal ini pasti akan berlalu cepat atau lambat. Orang-orang ini pasti akan bosan bila aku tidak menggubris mereka dan menghentikan perbuatannya", jawabku berusaha bersikap positif

"Astaga, kau ini benar-benar naif, Sora. Apa kau tidak berfikir sebaliknya? mereka akan melakukan hal yang lebih gila lagi bila kau tidak mengacuhkan mereka, Sora", jawab Sunmi menatapku kesal

"Lalu aku harus bagaimana??", tanyaku frustasi

"Aku akan berbicara dengan Minwoo dan memastikan ia tidak ada hubungannya dengan ini. Lalu aku akan berbicara dengan teman ayahku yang seorang perwira polisi mengenai ini. Aku harap ia tau cara menyelidiki orang-orang ini", kata Sunmi meyakinkanku

"Baiklah. Terima kasih Sunmi. Aku harap ini segera berlalu", jawabku sambil tersenyum pahit

"Kau akan baik-baik saja Sora. Kau selalu bisa menghadapi segala hal. Aku percaya padamu", kata Sunmi beranjak dari kursinya dan menghampiriku

"Ye", jawabku sambil memeluknya

"Baiklah, aku harus pergi. Aku harus melakukan sesuatu di workshop. Aku akan mengabarimu tentang ini. Jaga dirimu ya Sora", kata Sunmi sambil melepaskan pelukannya dan menatapku dengan wajah serius

"Ye, gomawo Sunmi~aah", jawabku tersenyum padanya

Setelah Sunmi pergi, aku terduduk kembali di kursiku. Memikirkan kata-kata Sunmi tadi. Apa benar aku terlalu naif?. Aku hanya berusaha melihat hal positif dari seseorang atau suatu hal yang terjadi, karena Seperti itulah ayah dan ibuku mendidikku.

*tring

"Jagiya~..aku akan selesai latihan 1 jam lagi lalu aku akan segera menemuimu. Sampai nanti, Saranghae", tulis Namjoon

Aku membalas pesan tersebut dan bersiap untuk pulang. Hari ini kami akan kencan untuk pertama kalinya. Kami hanya akan makan malam di apartemenku dan menonton sesuatu.

Namjoon baru saja kembali dari Jepang dua hari yang lalu. Seperti yang pernah ia katakan, ia akan mengajakku berkencan setelah kembali ke Seoul. Namun karena akhir bulan ini BTS akan tampil  di MMA, mereka diharuskan latihan untuk pertunjukkan tersebut. Sehingga kami hanya bisa bertemu setelah latihan selesai dan itupun hanya beberapa jam saja.

Aku tidak mengeluh, aku sangat bersyukur karena walaupun ditengah kesibukannya, ia masih tetap menyempatkan diri untuk menemuiku.

Aku naik ke lantai satu untuk memberitau Aeri bahwa aku akan pulang lebih awal. Saat ini baru pukul 5 sore, namun Minerva sudah ramai dipenuhi pengunjung. Malam ini akan ada pertunjukkan musik dari band Universitas yang terletak tak jauh dari Minerva. Oleh karena itu, banyak mahasiswa dan mahasiswi yang berkumpul untuk menikmati alunan musik dari band tersebut.

"Noona, malam ini ramai sekali, aku jadi bersemangat!", kata Aeri dengan senyum lebar ketika aku sampai di hadapannya

"Ye, syukurlah. Apa kau yakin bisa mengurusnya?", tanyaku

"Ye, noona. Tak perlu khawatir, serahkan saja pada kami", jawabnya gembira

"Baiklah, aku akan pergi sekarang. Aku percaya padamu. Jangan lupa minta tolong Lee Eunso ssi untuk menyiapkan makan malam untuk kalian. Kalian harus makan malam dulu sebelum pulang ya", kataku pada Aeri

"Ye, noona. Gomawo", kata Aeri mengangguk

Aku melambai padanya dan meninggalkan Minerva.  Angin dingin meniup wajahku ketika aku berjalan menuju mobilku. Suasana di luar menunjukkan bahwa kami akan segera memasuki awal musim dingin. Semua daun-daun di sepanjang jalan yang kulewati telah berubah menjadi warna merah sepenuhnya, dan daun-daun kering memenuhi trotoar. Suasana yang romantis sekali.

Aku tiba di apartemenku dalam 10 menit. Lalu aku membersihkan diriku dan berganti pakaian. Malam ini Aku memakai dress rajut berwarna hijau dan menggerai rambutku. Lalu aku menuju dapur untuk mulai memasak makan malam, chicken parmesan dan pasta. Kemudian aku merapikan apertemenku dan menata meja makan sambil menunggu masakanku matang.

*tring

Aku bergegas ke meja ruang tamu untuk mengambil ponselku. Aku membuka pesan yang kuterima.

"Kau jelek! Kau tidak layak mendapatkan semua ini! Lebih baik kau mati!!", isi pesannya

Aku terkejut dan menjatuhkan ponselku ke lantai. Aku kira pesan ini adalah pesan dari Namjoon, ternyata pesan dari nomer tidak ku kenal. Aku menarik nafas dalam dan berusaha melenyapkan kata-kata itu dari pikiranku.

*dingdong

Aku terlonjak mendengar suara bel di pintuku. Aku menghampiri interkom dan melihat Namjoon tersenyum dan melambaikan tangan. Aku membuka pintu dengan bersemangat.

"Annyeong, Jagiya~", ucap namjoon saat aku membuka pintu

"Annyeong, Oppa", jawabku sambil tersenyum menyambutnya

"Ini untukmu", kata Namjoon sambil memberikan buket bunga mawar putih

"Whoaa, aku tak menyangka ini", kataku dengan mata berbinar. "Terima kasih, oppa. Ini sangat indah. Ayo masuk", kataku memberinya jalan

"Aku merindukanmu Jagi~", kata Namjoon setelah memberikan kecupan singkat diambang pintu

"Huh?", kataku malu sambil memegangi buket bunga mawar darinya

"Apa yang akan kita lakukan malam ini?", tanya Namjoon mengedipkan sebelah matanya, menggodaku

"Kita akan makan malam dan menonton netflix kurasa", jawabku sambil berjalan menuju dapur

"Hmmmh hanya itu? Baiklah", katanya terkekeh

"Hanya itu, mungkin", kataku sambil menaruh bunga didalam vas

"Harum sekali Jagi, apa yang sedang kau masak?", tanya Namjoon sambil duduk di meja makan

"Sesuatu yang sederhana. Hanya ayam dan pasta", jawabku sambil mengisi gelas kami dengan air

"Whoaa...sepertinya enak. Maaf, aku tidak membantumu memasak", kata Namjoon melepas jaketnya

"Gwaenchana. Ini sama sekali tidak merepotkan, oppa", jawabku tersenyum padanya

"Kau cantik sekali, Jagiya~", katanya sambil menatapku dari kepala hingga kaki

"Oppa! jangan menatapku seperti itu", kataku menunduk malu

"Kemarilah", kata Namjoon sambil menarik tanganku ke arahnya

"Wae?", tanyaku ketika sudah berdiri dihadapannya

"Aku punya permintaan", kata Namjoon lagi sambil melingkarkan tangannya di pinggangku

"Apa itu?", tanyaku penasaran sambil menaruh kedua tanganku di bahunya

"Saat kita hanya berdua, aku ingin kau memanggilku Jagi~, bukan oppa", lanjutnya tersenyum memamerkan lesung pipinya

"Baiklah, Jagi~", jawabku

"Ooh...terdengar menyenangkan sekali ditelingaku", kata Namjoon menutup wajahnya dengan malu

Kami terkekeh.

"Bagaimana latihanmu, jagi?", tanyaku lagi

"Sangat melelahkan. Tapi bisa bertemu denganmu membuatku bersemangat lagi. Kau seperti pengecas baterai untukku", katanya sambil mendudukanku dipangkuannya

"Pengecas baterai?", tanyaku mengerutkan dahi menahan geli

"Ye. Charger ku. tenaga dan semangatku terisi penuh lagi setelah bertemu denganmu", jawab Namjoon tersipu

Aku hanya tersenyum meresponnya.

"Aah Mianhae, pasti itu terdengar norak, kan? Aku tak pandai merayu", kata Namjoon menggaruk-garuk kepalanya dengan canggung

"Ya, sedikit", jawabku menahan tawa

"Bagaimana harimu jagiya~? apa kau sibuk?", tanya Namjoon lagi

"Biasa saja. Tidak sesibuk dirimu", jawabku menatap matanya yang berwarna almond

"Maaf kita tidak bisa berkencan seperti yang aku janjikan padamu", katanya lagi sambil mengelus pipiku

"Gwaenchana, aku senang walau hanya seperti ini", jawabku sambil melingkarkan tanganku ke lehernya. "Omong-omong, Aku suka rambutmu", kataku sambil mengelus rambutnya yang berwarna abu-abu perak

"Benarkah? Apa tidak terlihat aneh?", tanyanya

"Tidak. Aku menyukainya. Kau juga terlihat keren dengan warna rambutmu sebelumnya. Saat pertama kita bertemu rambutmu bahkan berwarna putih. Kau terlihat keren", jawabku sambil tersenyum dan terus menyisir rambutnya dengan jariku

"Bagaimana bila ku ganti dengan warna ungu? Apa

Masih terlihat keren juga?", tanyanya menaikkan alisnya

"Pasti akan bagus juga", jawabku menganggukkan kepala

"Oke. Warna berikutnya adalah ungu, haha", katanya sambil tersenyum bodoh

"Apa kau tidak kesakitan bila terus menerus mengganti warna rambutmu?", tanyaku sambil mengusap kepalanya lembut

"Untuk warna-warna yang mencolok rasanya sangat sakit. Tapi hal itu sepadan bila kau dan army menyukainya", jawabnya menempelkan dahi nya pada dahiku

"Aku tak menyangka kau rela berkorban seperti itu demi kami", kataku pelan

Namjoon tersenyum dan menatapku. Tatapannya turun dari mata ke bibirku. Tangannya bergerak turun naik di punggungku. Mengirimkan sensasi geli disekujur tubuhku.

"Jagiya~...chungjeon (charger)", katanya lembut sebelum melumat bibirku

Ciumannya lembut seperti hujan ringan di musim panas. Aku merasa seperti ada kupu-kupu di perut ku. Ini adalah perasaan terbaik yang pernah kurasakan. Aku seperti melayang dan tidak lagi berada didalam tubuhku.

*ting

Suara oven berdenting mengembalikan kesadaranku. Aku melepaskan ciumanku dan menatapnya. Matanya setengah tertutup, nafasnya memburu dan bibirnya dipenuhi lipstik dari bibirku. Aku tersenyum dan mengelap bibirnya dengan ibu jariku. Ia mendekatkan wajahnya lagi padaku untuk melanjutkan ciumannya. Namun aku menjauh dan tersenyum.

"Makan malam sudah siap", kataku berbisik pelan sambil berdiri dari pangkuannya

"Andwee!", kata Namjoon berusaha menahan ku untuk tetap berada dipangkuannya

"Aku lapar Jagi, ayo kita makan", kataku mengedipkan sebelah mataku dan melepaskan tangannya yang melilit pinggangku

"Kau menyiksaku", kata Namjoon menjilat bibirnya

"Ani", jawabku terkekeh sambil membuka oven dan mengeluarkan dua buah piring untuk kami

"Hhhhh...", terdengar helaan napas Namjoon di belakangku

"Biarkan aku membantumu jagiya~", kata Namjoon muncul disampingku

Kami menaruh makanan di piring kami. Lalu membawanya ke meja makan dan mulai makan.

"Whooaa...massiseo (enak)!", kata Namjoon sambil mengunyah suapan pertamanya

"Jinjja?", tanyaku senang

"Ye. Luar biasa", kata Namjoon sambil mengangguk dengan semangat

"Makanlah yang banyak", jawabku senang

"Gomawo", jawabnya sambil makan dengan lahap

"Jadi kau akan sangat sibuk akhir tahun ini, Jagi?", tanyaku setelah menelan makananku

"Ye. Ada beberapa acara penghargaan akhir tahun yang harus kami datangi. Kami juga harus mempersiapkan pertunjukkan pada acara tersebut. Belum lagi acara Natal di beberapa stasiun televisi. Kami juga akan berangkat ke Jepang dan Amerika bulan depan. Lalu Kami akan merayakan tahun baru di New York dan baru akan kembali ke Korea tanggal 4 januari", jawab Namjoon sambil mengingat jadwalnya

"Jinjja?? Whoa padat sekali", kataku membelalakkan mata

"Ye. Maafkan aku Jagi, aku tidak bisa menemanimu saat kau ulang tahun nanti", kata Namjoon dengan wajah sedih

"Ah, gwaenchana. Lagipula aku tak pernah merayakannya", jawabku menggelengkan kepala sambil tertawa

Kami melanjutkan pembicaraan mengenai keluarga kami, album baru BTS, lokasi pembangunan bookcafeku yang baru dan lain-lain.

"Aah...enak sekali makanannya Jagiya~..terima kasih", kata Namjoon gembira setelah menghabiskan piringnya

"Ye. Aku senang kau makan dengan lahap", jawabku sambil mengumpulkan piring yang kosong

"Biar aku saja yang cuci", kata Namjoon mengambil piring-piring itu dari tanganku

"Gomawo", kataku sambil mengecup pipinya

"Wah, apa itu tadi?", tanya Namjoon membelalakkan matanya melihatku berjalan menuju  pianoku

Aku terkekeh dan mulai memainkan piano. Aku memainkan springday untuk menemani Namjoon mencuci piring. Setelah selesai mencuci piring, Namjoon bergabung denganku di depan piano. Kami duduk bersebelahan.

"Mainkan sesuatu untukku", kata Namjoon

"Mmm...bagaimana kalau kita duet?", tanyaku tersenyum padanya

"Entahlah..aku tidak terlalu pandai memainkan piano", jawabnya

"Kau pasti tau lagu ini", kataku dan mulai memainkan intro sebuah lagu

"Tokyo?", tanya Namjoon mengangkat alisnya sambil tersenyum padaku

Aku menganggukkan kepalaku, memintanya menyanyikan lagunya itu.

Aku tak pernah membayangkan akan mengiringi Namjoon bernyanyi. Ia menyanyikannya dengan lembut dan penuh perasaan.

Kami menyanyikan beberapa lagu lagi, sambil tertawa dan bercanda. Aku sangat menyukai suara Namjoon yang dalam ketika bernyanyi. Sangat maskulin. Hanya saja terkadang ia tidak serius dalam menyanyikan lagu-lagu dengan nada tinggi sehingga terdengar lucu dan fals.

Setelah bermain piano kami memutuskan untuk menonton film sambil makan es krim. Aku mengambil beberapa  es krim dari kulkas, sedangkan Namjoon langsung duduk di kursi ruang tamu.

"Aku punya Vanilla, Mint Choco, Tiramissu dan Pistachio. Kau mau rasa apa, Jagiya~?", tanyaku sambil membuka freezer

"Apa saja asalkan jangan mint choco! Aku benci mincho", ujarnya

"Arassso!", jawabku sambil mengambil dua cup eskrim rasa pistacio dan vanilla dari kulkas

"Jagiya~...apa ini??", kudengar suara Namjoon berubah menjadi serius

"Huh?apa maksudmu??", tanyaku bingung

Aku berjalan menuju sofa ruang tamu, kulihat Namjoon sedang memegang sesuatu dihadapannya.

"Apa ini?siapa yang mengirim ini??", tanya Namjoon melihat kearahku sambil menunjukkan ponselku yang ada ditangannya

Degh!

Aku berhenti beberapa langkah di hadapannya. Kaget. Bagaimana Namjoon menemukan ponselku?. Lalu Aku teringat bahwa tadi aku menjatuhkannya setelah menerima pesan.

"Itu...", aku tidak bisa berkata apa-apa

Kulihat ia mengerutkan dahinya sambil memandangku dan ponsel ditangannya secara bergantian.

"Jagiya~...apa ini? Siapa yang mengirimkan ini padamu? Ada lebih dari 10 pesan seperti ini yang terkirim hari ini. Apa ada yang menerormu?", tanya Namjoon mendekatiku dengan wajah cemas

"Ye", jawabku sambil tertunduk

"Jinjja? Siapa? Sejak kapan ini terjadi? Mengapa kau tidak memberitauku? Jagiya~ ada apa??", cecar Namjoon dengan wajah kalut

"Mianhae. Maaf aku tidak memberitaumu", jawabku pelan masih tertunduk

"Mengapa Jagi? Sudah berapa lama? Tolong lihat aku, ceritakan padaku!?", pintanya sambil memegang kedua lenganku

"Aku hanya tidak ingin kau khawatir", ucapku sambil menatapnya

"Apa? Tidak ingin membuatku khawatir? Apa aku tidak boleh khawatir dengan apa yang terjadi pada kekasihku??", tanyanya sambil mengerutkan dahi. "Tolong ceritakan, jagi..kumohon", kata Namjoon masih memegangi lenganku

"Aku tak tau siapa yang mengirim pesan-pesan ini. Sudah sekitar 3 minggu hal ini terjadi. Mereka selalu mengirim pesan-pesan menggunakan nomor sekali pakai. Aku sudah memblokir beberapa nomer, namun semakin hari jumlahnya semakin bertambah. Aku sudah menghubungi polisi, tapi mereka tak dapat membantuku karena nomer ponsel yang digunakan adalah nomer sekali pakai yang hanya digunakan wisatawan saat mengunjungi Korea. Nomer-nomer ini tidak memerlukan registrasi karena hanya berlaku selama 5-10 hari saja, sehingga susah untuk menemukan pemiliknya", jawabku

Aku menggigit bibir bawahku untuk menahan air mataku. Namjoon terlihat sangat terkejut mendengar perkataanku. Ia terduduk di sofa sambil menatap layar ponselku.

"Jagiya~, maafkan aku. Aku pikir aku dapat menyelesaikannya sendiri", tambahku sambil duduk disampingnya

"Apa kau membaca semua isi pesannya?", tanyanya dengan nada getir

"Pada awalnya iya, dan hal itu membuatku tertekan. Lalu sekitar 2 minggu yang lalu aku berhenti membaca pesan-pesan yang masuk dari nomer tak dikenal ini. Aku langsung memblokir dan menghapus pesannya tanpa membukanya", jawabku

"Apa ini ada hubungannya dengan Park Minwoo?", tanyanya tanpa memandangku

"Tidak. Aku rasa tidak. Tapi...Aku tidak tau. Aku pernah menanyakan langsung padanya, dan  ia bilang ia tidak melakukannya", kataku

"Kau mempercayainya? Kau percaya semua yang dikatakannya??", tanya Namjoon dengan nada tak percaya

"Aku tak mengatakan aku mempercayainya, jagi. Tapi perasaanku mengatakan ia bukanlah pelakunya. Bahkan ia tak memiliki nomer ponselku", jawabku dengan suara bergetar

"Mengapa kau masih membelanya? Apa kau masih memiliki perasaan terhadapnya?", tanya Namjoon kesal

"Apa?? Tidak. Tentu saja tidak. Aku tidak membelanya, aku hanya mengatakan apa pendapatku", jawabku tak mempercayai apa yang baru saja kudengar

"Lalu mengapa kau tak memberitauku? Apa kau tidak menganggapku sebagai kekasih? Berulang kali aku menanyakan keadaanmu, apakah ada sesuatu yang terjadi pada dirimu? Kau selalu berkata tidak ada apa-apa. Kau anggap apa aku ini?", tanya Namjoon dengan suara tinggi

"Maafkan aku, aku hanya tak ingin membuatmu khawatir. Kau sangat sibuk dengan perkerjaanmu. Aku tak ingin menambah beban pikiranmu, jagi. Lagipula tidak ada yang bisa kita lakukan", jawabku sambil terisak

"Setiap hari kau menerima belasan pesan seperti ini dan aku tak boleh khawatir? Betapa bodohnya aku tidak mengetahui hal yang menimpa wanita yang kusayangi!", kata Namjoon dengan marah

Ia berjalan hilir mudik dihadapanku dengan wajah merah dan tangan terkepal.

"Jagiya~...tolong mengertilah. Ada banyak yang hal yang kupertimbangkan mengapa aku tak memberitaumu. Aku tak ingin hal ini mempengaruhi pekerjaanmu. Aku tak ingin membebanimu. Aku bisa menjaga diriku sendiri. Aku sedang berusaha menyelesaikan ini. Sunmi berkata ia pun akan menolongku menyelesaikan masalah ini", kataku menatapnya sambil mengusap air mata yang jatuh ke pipiku

"Jadi Sunmi boleh menolongmu, tapi aku tidak boleh?", tanya Namjoon dengan tatapan terluka memandang ke arahku

"Tidak. Bukan seperti itu. Tolong mengertilah. Aku memang salah, maafkan aku. Seharusnya aku memberitaumu lebih awal. Maafkan aku, jagi", kataku sambil berdiri di hadapannya

Namun ia tak mau menatapku. Ia mengerucutkan mulutnya yang menandakan ia marah atau kecewa. Wajahnya masih memerah dan ia terlihat cukup menakutkan.

"Jagiya~ please. Besok aku akan mengganti nomer ponselku. Aku harap setelah itu mereka tidak akan mengirim pesan-pesan itu lagi padaku," kataku sambil berusaha menatapnya

"Kau tau? apa yang kaulakukan tidak menyelesaikan masalah. Pertama, ban mobilmu dirusak, lalu kau memutuskan memasang CCTV dan ya memang kejadian seperti itu tak terulang lagi. Kemudian kau menerima pesan yang berisi ancaman dan makian. Lalu kau memutuskan untuk mengganti nomer ponselmu. Dan yaa, mungkin hal itu akan menghentikan pesan-pesan itu. Tapi kedua hal itu bersifat sementara, Kim Sora. Mereka akan terus melakukannya lagi padamu dengan cara lain. Yang seharusnya kita lakukan adalah menemukan pelakunya dan membuatnya dihukum!", kata Namjoon dengan marah

"Aku tau ini hanya sementara, tapi sampai saat ini aku tak tau bagaimana cara menemukan pelakunya!Aku tak punya bukti dan bahkan polisi tak bisa membantuku. Lalu menurutmu aku harus melakukan apa???", tanya ku frustasi sambil menangis tersedu-sedu dihadapannya

"Oleh sebab itulah kau seharusnya memberitauku, agar kita dapat memikirkan jalan keluarnya bersama", jawab Namjoon dengan mata berkaca-kaca

"Maafkan aku. Kau pasti marah dan kecewa padaku saat ini. Aku tak bermaksud seperti ini. Maafkan aku Jagi", kataku sambil menutup wajahku dengan kedua tanganku

"Ani. Aku yang seharusnya minta maaf padamu. Reaksiku terlalu berlebihan. Maafkan aku. Aku sangat khawatir padamu, Jagi. Membaca pesan-pesan itu membuat darahku mendidih. Mengapa ada orang yang bisa berkata seperti itu padamu", kata Namjoon sambil memelukku

"Kita akan mencari siapa pelakunya, Jagi. Aku akan melakukan apapun agar menemukan pelakunya. Dan aku akan membuatnya membayar semua perbuatannya padamu", katanya lagi sambil mengelus kepalaku

Aku menangis dipelukannya. Semua amarah dan perasaan frustasiku, ku luapkan dalam pelukannya. Aku menangis tersedu-sedu di dadanya. Inilah yang kubutuhkan, pelukan hangat dan kata-kata menenangkan darinya. Mengapa aku menyembunyikan masalah ini darinya? Karena aku takut. Aku takut ia melihat sisi lemahku. Aku takut aku tak cukup layak untuknya. Aku takut ia akan meninggalkanku karena masalah yang datang padaku secara terus menerus.

Kami duduk di sofa sambil berpelukan. Aku menangis selama hampir 30 menit. Bagian depan pakaiannya basah karena air mataku.

"Kau sudah merasa lebih baik, Jagi?", tanya Namjoon sambil mengusap lembut kepalaku

"Ye", jawabku lemah

"Aku tak mengerti mengapa ada orang yang melakukan ini padamu...", kata Namjoon

"Akupun tak tau. Aku terus bertanya-tanya, apakah aku telah melakukan kesalahan kepada seseorang? Apa ada perbuatanku yang melukai seseorang? Semuanya terjadi tiba-tiba hingga terasa sangat menakutkan", jawabku dengan suara parau

"Kau ingin aku temani malam ini jagiya~?", tanya Namjoon lagi

"Apa kau bisa menemaniku?", tanyaku ragu

"Aku rasa aku bisa. Tapi aku harus kembali ke rumah pagi-pagi sekali", jawabnya sambil terus mengusap kepalaku dengan tangannya

"Gomawo", kataku memeluknya lebih erat

Saat ini sudah pukul 11 malam. Aku merasa lelah sekali. Aku beranjak dari pelukan Namjoon untuk membereskan eskrim yang meleleh dari meja ruang tamu, sementara Namjoon menuju balkon untuk menghubungi manager dan supir nya , memberi tau mereka bahwa ia tidak akan pulang malam ini.

Aku menuju kamar mandi, berganti pakaian tidur dan mencuci wajahku. Aku melihat refleksi wajahku di cermin, wajahku merah dan mataku sembab. Ketika aku keluar kamar mandi, Namjoon sudah duduk kembali di sofa.

"Kau akan tidur sekarang?", tanya Namjoon menghampiriku

"Ye, aku lelah sekali", jawabku mengangguk

"Baiklah, selamat tidur, aku akan tidur disini", katanya sambil menunjuk ke arah sofa

"Gwaenchana?", tanyaku padanya

"Ye. Aku akan menemanimu malam ini. Beristirahatlah", katanya mengecup keningku

Aku mengangguk dan berjalan menuju kamar. Aku membawakan Namjoon selimut dan bantal untuknya tidur. Lalu aku berbaring di ranjangku, menatap langit-langit kamarku.

Aku terlalu lelah untuk berpikir, aku hanya menatap kosong ke atas. Tubuh dan pikiranku sangat lelah, namun mataku tetap tak mau terpejam. Aku berkali-kali mengganti posisi tidurku, namun mataku tetap tak mau terpejam. Aku memutuskan untuk keluar kamar. Aku melihat Namjoon sedang berbaring di sofa ruang tengah sambil menatap ponselnya.

"Jagiya~, ada apa? Apa kau butuh sesuatu?", tanya Namjoon cemas sambil bangun ke posisi duduk

"Aku butuh chungjeon!", jawabku menatapnya

Namjoon tak mengatakan apa-apa. Ia hanya menatapku, Lalu ia meletakkan ponselnya dimeja dan berjalan menghampiriku.

"Chungjeon datang untuk menolongmu", katanya sambil memelukku

"Apa sudah mulai terisi?", bisiknya

"Sedikit", jawabku sambil membenamkan diri di dadanya

"Bagaimana cara agar pengisiannya berjalan cepat?", tanyanya dengan suara parau

"Aku ingin kau menemaniku, Jagi", kataku

"Aku sedang menemanimu saat ini, jagi", jawabnya

"Aku ingin tidur bersamamu", kataku pelan

"Huh?Sekarang?", Namjoon menatapku tak percaya

Aku menganggukkan kepalaku. Ia berdiri mematung menatapku. Aku menarik tangannya agar memgikutiku kedalam kamar.

Aku merayap naik kedalam selimutku. Namjoon terlihat canggung dan dengan perlahan ikut menyelinap kebawah  selimut. Aku bersandar pada pelukannya. Nyaman sekali, terasa hangat dan aroma tubuhnya memberiku ketenangan.

Satu tangannya menjadi penopang kepalaku sedangkan tangan yang lain ia gunakan untuk membelai kepalaku, lalu turun hingga ke punggungku.

Aku menghirup dalam-dalam aroma tubuhnya. Tangannya menyentuh wajahku dengan lembut. Kurasakan bibirnya menggantikan tempat dimana tadi tangannya berada. Ia mulai menciumi wajahku dengan lembut. Lalu bibirnya menemukan bibirku. Terasa luar biasa. Tangan Namjoon bergerak perlahan menyentuh tubuhku.

Terasa sangat menyenangkan. Namun, kelelahan mengambil alih tubuhku. Perlahan aku memejamkan mata, kurasakan tangan Namjoon membelai punggungku dengan perlahan. Aku semakin merasa nyaman dan menyerah pada rasa kantuk yang menyelimutiku. Samar-samar kudengar Namjoon membisikkan namaku.

"Jagiya~, Jagiya~...kau tertidur? Jagiya~", suaranya semakin lama semakin samar

Tanpa kusadari, Aku terlelap dalam pelukan Namjoon.