webnovel

Part 10

Raka mempersilakan seseorang yang tengah mengetuk pintu ruangannya itu masuk. Tatapannya tak pernah ia lepaskan dari pintu tersebut, ia penasaran, siapa gerangan seseorang yang ingin bertemu dengan dirinya pagi-pagi seperti ini.

"Pagi, Pak Raka," ucap seorang lelaki yang baru saja memperlihatkan dirinya dari balik pintu.

"Abi! Jadi, kamu yang dimaksud oleh Sari?" tanya Raka dengan menakutkan kedua alisnya, saat melihat sahabatnya itu masuk ke ruangannya. Raka penasaran, untuk apa sahabatnya itu datang pagi-pagi seperti ini.

Abi tersenyum, seraya berjalan menuju sofa panjang yang ada di dalam kantor Raka. Abi merobohkan badannya di atas sofa tersebut, sehingga posisinya sekarang ini sedang terbaring menatap langit-langit ruangan Raka dan kemudian ia berucap, "Haahhh. Capek juga kalau hidup ini dihabiskan hanya untuk bekerja setiap harinya." Abi menarik nafasnya panjang dan kemudian menghembuskan-nya pelan.

Raka yang melihat tingkah sahabatnya Abi yang seperti itu tahu, bahwa sahabatnya tersebut saat ini sedang kelelahan mengurus semua pekerjaan kantornya. Ya, semenjak Abi diangkat menjadi CEO di perusahaan ayahnya setelah ayah Abi meninggal, hari-hari Abi dihabiskannya hanya untuk bekerja dan selalu bekerja, "Aku tahu kamu lagi capek, Bi. Ya sudah istirahat saja dulu, kebetulan aku juga enggak sibuk kok, pagi ini," ucap Raka yang memperhatikan Abi sedari tadi.

"Ka. ngopi yuk," ajak Abi yang masih berbaring di atas sofa.

"Ayo. Eh, Bi, sebelum kita pergi ke sana, ada sesuatu yang ingin aku tanyakan sama kamu," ucap Raka yang tengah menatap Abi yang sedang berbaring.

"Apa?" jawab Abi singkat.

"Kamu sudah lama, kenal dengan Rayna?" tanya Raka serius.

Abi yang mendengar pertanyaan dari sahabatnya itu kemudian memalingkan wajahnya menghadap Raka, "Iya, sudah lama, Ka. Rayna itu teman Tari, jadi Rayna sering datang ke rumah dan begitu juga dengan Tari, sering ke rumah Rayna," jelas Abi terhadap Raka yang menatapnya dari tadi, "Tenang, Aku enggak bakalan rebut Rayna dari kamu, kecuali...." Abi menghentikan ucapannya seketika dan membuat Raka penasaran.

"Kecuali, Apa?" tanya Raka penasaran.

"Kecuali Rayna sudah menjanda nantinya," ucap Abi sembari tertawa.

"Dasar! Itu sama saja Kamu doain Aku cepat mati?" ucap Raka sambil memalingkan pandangannya dari Abi.

"Tapi, Aku serius, Ka. Rayna itu wanita yang baik-baik, dan sangat lembut. Bahkan aku belum pernah mendengar Rayna punya pacar sebelumnya. Semua lelaki pasti ingin mendapatkan pendamping hidup seperti dia, secara dia itu imut dan menggemaskan," jelas Abi.

"Jadi, Kamu pernah suka sama, Rayna?" tanya Raka dengan serius.

"Dulu, sebelum dia nikah sama kamu, ka. Sekarang enggak lagi. Ya kali, aku suka sama istri sahabatku sendiri," ujar Abi, "Ya, sudah. Ayo pergi!" ajak Abi seraya bangkit dari sofa lalu keluar dari ruangan tersebut dan di ikuti dengan Raka dari belakang.

Penjelasan yang diberikan Abi saat berada di dalam ruangannya tadi sedikit membuatnya bertanya, "Apakah benar, Rayna belum pernah menaruh hati pada siapapun?" batin Raka bertanya-tanya terhadap dirinya.

"Ka, Raka! Kamu pesan apa?" tanya Abi yang membuyarkan lamunan Raka.

"Eh, iya. Teh saja, Bi," ucap Raka singkat.

Abi yang mendengar ucapan Raka terasa aneh, sejak kapan Raka lebih memilih teh dari pada kopi? Biasanya Raka yang sering ngajak dirinya untuk minum kopi di kafe mana pun, jika mereka pergi bermain ke luar, walaupun hanya sekedar untuk cerita tentang perkembangan perusahaan mereka.

"Teh? Serius?" tanya Abi memastikan.

"Iya, teh." Raka mengiyakannya.

"Biasanya kamu lebih memilih kopi dari pada teh, Ka. Kalau kita pergi keluar ataupun pergi ke kafe lainnya," ujar Abi.

"Iya, sekarang Aku sudah pindah haluan," ucap Raka dengan senyum yang terbit dari wajahnya. Sedangkan Abi menatapnya aneh.

Raka dan Abi asik tengah asik membicarakan tentang perusahaan mereka, mulai dari kendala serta peningkatan yang terjadi dalam perusahaan mereka. Mereka berdua saling bertukar pikiran, dan juga saling memberi solusi satu sama lain, agar perusahaan mereka tetap berjalan dan terus meningkat dari hari-hari sebelumnya.

Saat Raka dan Abi yang tengah sibuk mengobrol, tiba-tiba perbincangan mereka terhenti karena kehadiran seseorang wanita yang langsung duduk di samping Raka dengan sangat manis dan manja.

"Sayang! Kamu dari mana?" tanya Raka.

Abi yang melihat akan hal itu heran, "Sayang!" batin Abi, "Jadi, Raka dan Dewi masih belum putus?" batin Abi kembali bertanya terhadap dirinya. Abi yang melihat akan hal itu belum percaya, dan ingin segera meminta keterangan akan semua ini. Bagaimana bisa Raka yang sudah menikah masih menjalin hubungan dengan Dewi, cinta pertama sahabatnya itu.

"Aku kembali ada pertemuan bersama bos serta donatur perusahaan, Sayang. Kebetulan tempatnya dekat dari kantor kamu, makanya sekalian aku mampir ke kantor kamu, tapi kata asisten kamu, kamu pergi ke kafe bersama seseorang, jadinya aku susul ke sini langsung," jelas Dewi dengan sangat manja, sehingga Abi yang melihatnya ingin muntah.

"Sudah siap pertemuannya, Sayang?" tanya Raka kembali dengan menatap Dewi.

"Sudah, Sayang. Eh, esok lusa kita jadi pergi, kan Sayang?" tanya Dewi memastikan.

"Jadi, Sayang. Kamu enggak usah khawatir." Raka mengelus kepala Dewi pelan, sehingga membuat Abi membulatkan matanya. Abi tak habis pikir, jika Raka tega berbuat seperti ini di belakang Rayna. Abi sangat kesal melihat tingkah Raka yang seenak dirinya mempermainkan perasaan seseorang, bukan hanya perasan bahkan dengan pernikahannya, apakah pernikahannya dengan Rayna yang di ikat dengan janji suci adalah hal yang sepele baginya? Sehingga Raka tega melakukan hal seperti ini.

"OK, kalau begitu. Aku pergi ke kantor dulu, ya sayang," ucap Dewi yang kemudian pergi meninggalkan dua anak Adam itu.

"Raka! Kamu, kamu harus jelasin ini semua!" ujar Abi dengan nada sedikit tinggi.

"Kamu sudah tahu, kan. Kalau aku tidak mencintai Rayna, dan pernikahan ini hanya keinginan orang tuaku bukan keinginanku," ucap Raka enteng, karena dirinya sudah menceritakan semua itu terhadap Abi sebelumnya.

"Iya, aku tahu. Tapi... Tapi bagaimana dengan Rayna? Apakah kamu tidak memikirkan perasaannya? Apakah ikrar yang kamu ucapkan di depan penghulu, saksi serta semua orang yang hadir hanya permainan belaka?" tanya Abi dengan kesal terhadap Raka.

"Entahlah. Aku juga bingung, Bi. Aku... Aku belum bisa menerima ini semua," ucap Raka tertunduk dan sangat bingung.

"Ya, sudah. Aku ke kantor, dulu. Ada hal yang mendesak yang harus aku kerjakan," ucap Abi seraya pergi meninggalkan Raka yang hanya diam di tempat duduknya. Sebetulnya Abi hari ini memiliki banyak waktu luang dan tidak ada pekerjaan mendesak sedikit pun. Tapi karena dirinya kesal terhadap Raka, makanya dia berbohong dan pergi meninggalkannya.

Raka masih terdiam dan di tempat duduknya, Raka masih teringat dengan ucapan sahabatnya yang baru saja pergi meninggalkannya. Betul yang dikatakan Abi, bahwa dirinya sudah mengucapkan ikrar di depan penghulu yang seharusnya tidak ia sepelekan. Tapi bagaimana dengan dirinya? Bukankah dirinya juga berhak untuk bahagia?

Siang ini, Rayna tengah berada di kamarnya. Ia kemudian mengambil smartphone miliknya yang berada di atas nakas. Kemudian mencari satu nomor untuk melakukan panggilan dengan nomor tersebut.

Setelah terhubung dengan nomor tersebut, Rayna kemudian mengucap salam dan dijawab oleh seorang lelaki yang berada di seberang sana.

"Bagaimana keadaan Ayah, Dek?" tanya Rayna terhadap Dika, adiknya.

"Alhamdulillah sehat, Kak. Kakak sendiri gimana? Dika dan Rafa sudah rindu sama Kakak, kapan Kakak bisa main ke rumah?" tanya Dika.

"Iya, Kakak juga sama. Kakak juga Rindu sama kamu, dek Rafa, dan juga ayah," ucap Rayna.

"Kak, bagaimana dengan sidangnya? Lancar, kan Kak?" tanya Raka.

"Alhamdulillah lancar, Dek. Sekolah kamu bagaimana? " ucap Rayna dengan senyum yang terukir indah di bibirnya dan kembali bertanya kepada Raka.

"Alhamdulillah. Lancar juga, Kak." jawab Raka.

"Owh iya, Dek. Kan Esok lusa kakak wisuda, Kamu sama ayah jangan telat datangnya, ya. Soalnya Kakak langsung pergi ke kampus tanpa singgah ke rumah dulu. Mungkin habis acara, baru kakak bisa mampir ke rumah," jelas Rayna memberi tahu.

"Iya, Kakakku yang cantik. Kakak tenang saja, Sebelum fajar terbit, Dika sudah berada di kampus Kakak," ucap Dika yang membuat Rayna tertawa.

"Kamu ada-ada saja. Ya sudah, Dek. Kakak tutup dulu telponnya, Ya. Assalamualaikum," ujar Rayna sembari menutup panggilan tersebut.

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakaatuh," jawab Dika.

.

.

.

TBC

.

.

Jangan lupa saran dan dukungannya, ya kakak dan teman-teman semua.

.

Karena dukungan kalian adalah semangat yang begitu berharga bagi saya untuk melanjutkan cerita ini. Selamat membaca.