1 Prolog

Libur kenaikan kelas telah usai,maka dari itu seorang gadis manis yang tengah berada di ruang istimewanya beranjak. Membuat rencana yang akan sangat menyibukkan dirinya. Apalagi kalau bukan menyampul buku,menyetrika seragam sekolah, memotong kuku,berbenah penampilan, dan masih banyak lagi.

Ya,rencana pertama adalah menyampul buku mata pelajaran. Sudah tertumpuk dua pak buku big bos,dua gulung sampul buku bergambar animasi Mickey Mouse,dan dua gulung plastik pembungkusnya.

"Baiklah,mari mulai bekerja." ucapnya dengan semangat. Lipat sana,lipat sini,lipat kanan,lipat kiri,bungkus sana,bungkus sini,jadi deh. Ok,satu buku terbungkus rapi. Gadis itu melebarkan matanya--berbinar,ia kagum dengan kerjaannya melipat sampul buku.

'Seperti sudah profesional saja.' ucapnya dalam hati. Oh ayolah gadis manis,bukankah itu pekerjaan yang sangat mudah? Kau belajar mempraktikannya dari mulai kau SD. Dengan puas ia mengambil kembali buku yang belum tersampul. Namun belum sempat ia meraih sampul bergambar Mickey Mouse itu,seseorang dengan suara toa menginterupsinya.

"Rara, kemariiiii.." Mendengar seseorang memanggilnya,gadis itu terperanjat. Menoleh ke kanan dan kiri. "Awh.. Yang mulia ratu,suka sekali mengganggu aktivitas berhargaku." Rutuknya,bibir gadis itu seketika tertarik ke bawah dengan embusan nafas lelah. Ia beranjak,lalu melangkahkan kakinya untuk menemui sang mulia ratu. Ibunya.

"Iya mih,kenawhy?" tanyanya saat mendapati wanita setengah baya yang sedang melipat pakaian di ruangan agungnya. Terlihat bijak dan juga memesona meski dengan daster motif bunga-bunganya. Wanita setengah baya yang merupakan ibu dari gadis itu menoleh sembari menaikkan sebelah kakinya ke kaki yang lain dengan angkuh dan penuh intimidasi. Ia kemudian membuka suara.

"Tolong bantuin mamih anterin rantang di dapur dong,ke tetangga baru." Maia,nama ibu gadis itu. Wanita berusia 38 tahun yang masih terlihat awet muda.

"Tetangga yang mana mih?" Gadis itu mendekat ke arah sang mamih. Yang lebih tua mengubah posisi duduknya,ia menyuruh yang lebih muda mendekat. Gadis itu mengambil duduk di samping ibunya.

"Tetangga yang baru pindahan tadi pagi.."

"Gak tahu ah mih." ujar gadis itu sembari mengedikkan bahunya tak acuh. Sang ibu meringis lalu menyentil kuping anaknya.

"Udah.. Berikan saja sana. Kamu mau jadi anak durhaka?" ancam wanita setengah baya itu,sang gadis merengut. Ia mengusap telinganya.

"Mamih sadis banget. Mana ini telingaku sakit. Nah lho.. Emangnya mamih mau punya anak durhaka? Mamih pengen aku kayak malin kundang? Mamih tega bener. Mamih udah gak sayang lagi sama Erra? Seharusnya mamih itu nyumpahin Erra yang baik-baik. Jangan yang buruk.." jawab gadis itu dengan bersungut-sungut. Ia beranjak dari duduknya. Mengembuskan nafas,lalu ia beralih membenarkan tatanan rambutnya sembari berdecak sebal.

"Ck. Kamu ini. Udah cepetan sana!" Teriak ibunya. Gadis bernama Erra itu berjengit. Lalu menatap ibunya dengan wajah merungut.

"Ya udah Erra ambil dulu ranjangnya eh rantangnya, setelah itu Erra pergi ke rumah tetangga baru. Tapi,Erra males ah mih.."

"Erra!"

"Iya mih,iya.. Aku ngelangkah ini. Eh mih,di depan sana ada kang siomay lho.. Beli,yuk? Eh.. Di pertigaan juga ada kang martabak. Sekalian beli aja yuk?"

"Gusti.. Ya Rabbi. Kamu ini buang-buang waktu banget. Udah sana cepetan, Erra!"

Baiklah kali ini akhirnya dia menurut. Erra melangkahkan kakinya menuju dapur. Meraih rantang tiga susun berwarna biru yang sudah disiapkan ibunya di atas meja.

"Mih.. Erra pergi dulu bentar. Ngasihin rantang yang tadi mamih amanatkan." teriak gadis itu dari dapur,ibunya hanya menggelengkan kepala tak kuasa.

"Udah sana! Bawel banget jadi orang." Saut ibunya dari atas sana. Erra terkekeh.

"Ini anak mamih lhoo."

"Kamu mau mamih tempeleng, Ra?"

"Enggak.. Ini juga mau otw kok." teriaknya kini dari halaman. Ibunya di kamar sudah beranjak dengan menyingsingkan lengan bajunya kesal. Sedangkan gadis itu sekarang tengah melangkah ke arah perumahan yang berada di samping rumahnya. Rumah yang sekarang ditempati tetangga barunya. Melangkah dengan riang. Tanpa merasa malu dengan baju piyama yang masih melekat di tubuhnya,Erra menarik nafas lalu mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu.

"Chanyeol.. Eh-"

''Bego.''

"Bangsat!"

Berbagai umpatan keluar dari mulut minimnya saat mendapati seorang pria membuka pintu. Padahal ia belum mengetuk pintu sama sekali. Erra menahan nafas sejenak saat matanya tak sengaja membingkai wajah di depannya.

'Ya Allah.. Mimpi apa aku semalam sampe-sampe ketemu cowok seganteng Bang Chanyeol. Mana brewok lagi,duh cocok banget kalo jadi ayah buat anak-anak aku nanti.'

Tanpa sadar Erra mengulas senyum,ia menatap wajah di depannya dengan penuh damba.

'Ya Allah.. Hamba ikhlas nikah sekarang juga asal sama dia.'

"Hello.. Siapa ya?" pria di depan gadis manis itu melambai-lambaikan tangannya. Membuat Erra tersadar.

"Eh.. Pak,om,say eh-" Erra tergagap,ia tersenyum canggung sambil menggaruk tengkuknya. Pria tampan itu mengulas senyum,ia menaikkan sebelah alisnya, menambah aura kegantengan berkolaborasi dengan kerennya.

'Subhanallah ya Allah.. Dia genteng banget. Rasanya hambamu yang manis ini pengin salto.'

"Ada apa ya?" tanya pria tampan itu,ia bersidekap dan menyandarkan tubuhnya ke pintu. Erra mengerjap,seakan membingkai ketampanan pria di depannya ia memirinkan kepalanya mengikuti si pria. Pria itu menghela nafas lalu menyentil kening Erra. Erra terkesiap.

"I-ini.. Ini,ma-mamih.. Nga..ngasih ini bu-buat.." ujar gadis itu dengan tergagu,ia menggantungkan perkataannya, matanya menatap laki-laki dihadapannya dengan sedikit ragu.

"Rama."

"Huh?"

"Rama."

"Ramai?"

"Rama."

"Rama Sinta?"

"Nama saya Rama."

"Uh,oh.. Namanya Rama,hehe.." Erra menggaruk tengkuknya,ia tersenyum malu. Tuhan,bagaiamana bisa ia bersikap bodoh seperti tadi?

"Iya."

"Eh.. Ini mas dari mami."

Langsung saja Erra memberikan rantang yang tadi ia bawa pada cogan di depannya. Rama. Namanya Rama ternyata. Mas Rama,oh manis sekali. Lagi-lagi Erra mengangankan tentangnya dan Rama. Ah.. Jika dia bisa menjalani hidup bahagia bersama Rama bagaimana rasanya,ya? Sudah ganteng,putih,mulus,tinggi,tegap,kekar,ramah lagi. Suami idaman sekali. Laki-laki yang bernama Rama itu menerima rantang berwarna biru iti dengan senyum manis di wajah tampannya. Ah.. Entah sejak kapan, bibir gadis itu ikut tersenyum.

'Ya Tuhan.. Suamiable sekali.'

"Makasih ya."

"Iya mas, sama-sama." Ucap Erra sambil mengulas senyum,ia menatap Rama tanpa berpaling.

"Nama kamu siapa?" Rama menegakkan tubuhnya membuat Erra melemas. Jantungnya marathon,sementara dirinya terasa melayang.

Deg Deg Deg

"A..Aku. Namaku Erra."

"Era globalisasi atau era reformasi?"

"Huh? Oh,Bukan mas,namaku Erra Nevada. 'R' nya dua!" jelasnya,Erra Nevada. Cowok ganteng bernama Rama itu hanya terkekeh.

"Oh.. Erra. Iya Erra,sekali lagi makasih ya."

"Iya mas."

"Mau masuk dulu?"

"Emangnya boleh?"

"Boleh, sekedar bantuin saya beres-beres rumah."

"Erra mau pulang aja. Masih banyak kerjaan juga. Hehe.. Pamit ya mas." ujar Erra, ia mengulas senyum sebagai salam perpisahan. Erra berbalik,dan melangkahkan kakinya,saat sampai halaman rumah,Erra berbalik. Ia melayangkan senyuman manis tak kentara pada Rama. Rama yang melihatnya tak bisa menyembunyikan perasaan di hatinya juga. Entahlah,rasanya seperti ada ribuan kupu-kupu di perutnya.

"Mas,nanti malam aku ke rumah ya." Ucap Erra sebelum ia menghilang dibalik pintu. Rama tersadar,lantas ia mengusap wajahnya sembari mengucap istighfar.

"Astaghfirullahal'adzim ada apa denganmu,Rama?"

avataravatar
Next chapter