4 Bab 4 ( Pria Asing Tak Dikenal )

Ada apa dengannya? Ia merasa sangat pusing dan mual. Tenggorokannya juga terasa kering. Ia mencoba mengingat kembali kejadian tadi malam sebelum ia bisa berada di sini.

Ahh!! Dirinya mabuk berat semalam. Dan dia tidak tahu berapa banyak minuman yang sudah diteguknya itu.

Haizz… Seharusnya ia tidak meneguk habis minuman sesat itu semalam. Lihat apa akibatnya sekarang??! Perutnya terasa panas dan terkocok.

Monica mencoba bangun dari tempat tidurnya lalu melihat sekitar. Matanya berkedip dua kali. Diamatinya ruangan asing yang ada di sekelilingnya.

"Ini.. dimana?" Monica buru-buru memutar otak. Ia merasa ada sesuatu yang sangat penting yang dilupakannya. Kejadian penting yang mengungkapkan alasan kenapa dirinya bisa ada di sana, di atas ranjang. Dan dengan… ow tidak! Pakaian yang seadanya? Monica semakin merasa kacau.

Ini pasti sudah gila!! Apa yang sebenarnya terjadi?

Tepat ketika ia masih berkutat dengan pikirannya itu, terdengar suara pancuran air dari dalam kamar mandi. Ada seseorang di sana. Dan Monica sama sekali tidak tahu siapa orang itu? Penjahatkah?

Monica semakin membayangkan hal yang tidak-tidak. Ia sangat berharap apa yang dipikirkannya adalah salah.

Tidak Monica, tenanglah! Calm down, oke?

Monica berusaha menenangkan diri. buru -buru ia bangun dan langsung mengenakan semua pakaian lengkapnya dengan segera. Satu persatu ingatan tentang apa yang terjadi semalam mulai kembali mengisi kepalanya.

Ya. Ternyata ia memang sudah gila!

Semalam, dengan pe-denya dia naik ke atas podium tanpa maksud dan tujuan yang jelas. Menawarkan 2 lembar tiket pada para laki-laki untuk menemaninya semalam. Dan tak hanya itu, lihatlah sekarang, ia juga bermalam dengan laki-laki yang tak dikenalnya di hotel???

Oh, tidak! Perasaan pusing, mual dan segala hal yang tak mengenakan yang dirasakannya sejak tadi, langsung menghilang begitu saja digantikan oleh stress yang akut.

Pintu kamar mandi terbuka tepat ketika Monica selesai berpakaian. Ia menoleh. Seorang pria bertubuh tinggi keluar dari dalam kamar mandi dengan mengenakan pakaian mandinya. Pria itu berjalan keluar dan menatap Monica dengan mata gelapnya. Monica terperanga. Ia tak mengenali pria yang ada di hadapanya sekarang ini, tapi bisa dipastikan bahwa pria ini adalah pria yang sangat...

Monica menggigit bibir bawahnya.

Karena mabuk berat, Monica tidak terlalu memperhatikan wajah pria itu semalam. Dan sekarang, setelah dirinya sudah dapat melihatnya dengan jelas bagaimana rupanya, ia akhirnya baru menyadari betapa indah anugrah yang diciptakan Tuhan yang bernama Adam.

Pria itu tidak hanya memiliki wajah oval yang enak dipandang tapi juga tubuh yang kekar, berotot dan proporsional layaknya seorang atlet. Monica sangat yakin tubuhnya itu pasti sangat dijaga dan dirawat sedemikian rupa sehingga bisa menghasilkan suatu kesempurnaan yang hakiki.

Monica menggelengkan kepala. Ia pasti sudah gila. Kenapa dia menjadi fokus pada hal yang tidak perlu?

Sekarang bukan saatnya untuk terkagum-kagum. Ia harus meminta penjelasan dari pria itu.

"Apa yang terjadi? Kenapa aku bisa ada di sini? Dan kenapa kau juga bisa berada di sini?" tanya Monica sambil menatap pria itu sengit.

Pria itu bersikap santai seolah dirinya tidak melakukan apapun yang salah. Ia melangkah maju dan mendekati Monica.

Monica reflek mundur.

"Jangan mendekat!" perintahnya. Pria itu menghentikan langkahnya.

"Kau hanya perlu menjawab pertanyaanku. Kau tidak perlu maju mendekat. Aku bisa mendengarmu dari sini," lanjut Monica lagi sambil berdiri dengan sikap kuda-kudanya.

***

Monica sudah bersiap dengan segala kemungkinan buruk yang mungkin terjadi jika pria itu berani mendekatinya walau hanya dengan beberapa langkah saja. Laki-laki ini mungkin memang punya kekuatan yang lebih besar darinya, tapi ia tetap harus melindungi dirinya sendiri dengan cara apapun.

"Kenapa kau tidak menjawabku? Apa yang sudah terjadi? Kenapa aku bisa ada disini dan bersama denganmu? Aku bahkan tidur dengan tidak mengenakan... pakaian?? Apa kita.. Kita jelas 'kan tidak mungkin melakukan sesuatu hal yang tidak semestinya kita lakukan??" tanya Monica dengan sangat hati-hati.

Ia menatap pria itu dengan penuh selidik. Berharap bisa membaca setiap perubahan raut dari wajah pria yang ada di depannya. Tapi nihil. Tak satupun dari ekspresinya itu bisa menjelaskan situasi terjadi antara mereka sekarang.

Pria itu hanya berdiri dalam diam dan terus menatap Monica dengan ekspresi yang entah bagaimana bisa ia jelaskan. Tatapan gelap dan sama sekali tidak terintimidasi. Seolah ingin menunjukkan bahwa dirinya tidak akan dengan mudah tunduk begitu saja.

Dan masa bodoh dengan tatapan dan sikapnya itu. Yang terpenting sekarang bagi Monica adalah kebenaran tentang apa yang terjadi semalam karena ia benar-benar tidak mengingat apapun.

Selain dirinya yang mabuk dan membuat onar di dalam club semalam. Soal ia yang bisa dengan mudahnya dibawa ke hotel oleh seorang pria yang tidak dikenalnya, ia sama sekali tidak bisa mengingatnya.

Ia benar-benar frustasi.

"Tidak adakah apapun yang ingin kau katakan padaku?" tanya Monica untuk kesekian kalinya.

Pria ini tidak mungkin tuli atau dungu 'kan? Kenapa dia diam saja?

"Jika seorang wanita dan seorang pria bermalam di kamar hotel… apa kira-kira menurutmu yang mungkin terjadi diantara keduanya?"

Plang!!

Seolah dipukul. Pria ini sukses membuat Monica kehabisan kata-kata.

Bagus. Pria itu akhirnya bersuara. Tapi apa yang baru saja dikatakannya?

Dia menjawab pertanyaannya dengan sebuah pertanyaan juga?

"Apa kau sedang mencoba mempermainkan aku? Kau tahu aku sedang bertanya padamu karena aku tidak tahu apa yang terjadi semalam. Karena itu aku menuntut penjelasan darimu. Tapi sekarang, kau malah balik bertanya padaku dengan pertanyaan semacam itu?" Monica berusaha menahan emosinya yang mulai memanas.

Laki-laki itu malah tersenyum padanya.

"Kau sendiri 'kan yang menginginkan seseorang untuk menemanimu? Tidak perduli pria itu tua ataupun muda, selama orang itu bisa menemanimu, maka kau akan bersedia memberikannya sesuatu sebagai hadiah. Dan aku adalah orang yang sudah berbaik hati menawarkan diri. Lantas, kenapa kau sekarang menjadi begitu terkejut?" balas pria itu telak.

Ya. Monica memang sudah membuat pernyataan gila itu. Tapi ia sama sekali tidak bermaksud untuk melaksanakannya. Saat itu jelas dia sedang frustasi berat dan tidak sedang berasa di nalar yang benar. Apalagi saat itu ia masih dalam pengaruh alkohol.

Monica menghela napas panjang. Mencoba menerima keadaannya sekarang.

"Oke. Aku tidak perduli apapun yang terjadi antara kau dan aku semalam. Apapun itu, aku akan mengakhirnya sekarang," Monica meraih tasnya lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam, "Ini tiket yang aku janjikan. Kau berhak mengunakannya."

Pria itu melirik sekilas pada dua lembar tiket yang Monica letakkan di atas ranjang. Dan tetap bersandar dengan tenang di posisinya. Monica lalu membuka dompetnya dan melihat isinya. Keningnya berkerut. Ia menutup dompetnya kembali lalu menatap pria itu lagi.

***

avataravatar
Next chapter