1 Aleena : murid baru

"Gue dengar bakal ada murid baru di sekolah kita. Emang bener ya?"

Dengar-dengar memang benar jika ada baru yang akan masuk di SMA Ganesa. Katanya akan masuk hari ini, namun beritanya masih simpang siur ada yang bilang hari ini dan ada yang bilang besok.

"Katanya sih begitu cuma gak tau bakal masuknya kapan. Orang gurunya aja masih repot sama ujian sekolah buat kakak kelas," jawab Sahara.

"Semoga aja sih cogan yang datang. Lumayan biar bisa nambah koleksi," balas Agatha.

Sahara hanya geleng-geleng kepala mendengar penutur Agatha barusan, sungguh Sahara tak mengerti lagi dengan pikiran Agatha sekarang. "Bukannya tobat malah berulah lo. Ingat, kita tuh udah mau kelas dua belas bukannya fokus belajar malah cari cowok." Sahara mendengus pelan setelahnya.

"Itu kan masih bisa dibicarakan besok. Lagian kita kelas dua belas juga masih satu semester lagi. Jadi santai aja," ucap Agatha yang nampak santai.

"Ale mana sih, katanya bentar tapi udah sepuluh menit gak balik-balik." Agatha mendengus pelan sambil mengedarkan pandangan ke penjuru kantin yang nampak banyak orang.

Bel istirahat sudah berbunyi 15 menit yang lalu, dan akan berakhir 10 menit lagi namun sepertinya itu tak berarti anak-anak kembali ke kelas mereka masing-masing untuk mempersiapkan pelajaran selanjutnya malahan kini kantin terasa sesak akibat banyakan anak yang masuk.

"Paling juga bentar lagi selesai, tenang aja." Sahara memilih untuk berpikir positif, perempuan dengan pita merah yang terpasang di rambut kanannya memilih untuk membaca buku dibandingkan memikirkan hal yang tidak-tidak.

Lagian Aleena atau kerap di sapa Ale itu juga ada di sekolah dan selalu membawa ponselnya kemanapun dan kapanpun dia berada, jika hilang pasti akan mudah mencarinya. Kecuali memang Ale ada di luar dan tak membawa ponsel maka itu yang perlu dipikirkan.

"Bukan gitu, bentar lagi kita masuk kasihan kalau dia belum makan." Agatha memang begitu anaknya, walaupun nyebelin dia cukup perhatian bukan berarti Sahara tak perhatian namun bedanya keduanya memiliki karakter yang berbeda untuk menunjukkan rasa empati meraka kepada orang lain.

"Sorry nunggu lama," orang yang mereka tunggu akhirnya kembali menapakkan jati dirinya. Aleena, gadis dengan rambut panjangnya itu duduk di samping Agatha.

"Lo bikin panik aja, gue kira gak balik lagi tadi. Nih udah gue pesenin makanan buat lo," ucap Agatha menyerahkan nampan berisi bakso dan jus jeruk —minuman favorit Ale.

"Thanks guys! Terus kalian berdua gimana? Masa cuma gue doang yang makan," Ale menatap Sahara dan Agatha bergantian.

Sarah mendongak sejenak dan berkata. "Tenang aja, kita berdua udah makan kok. Udah diambil aja mangkoknya sama mang Acep, lo makan sana bentar lagi bel bunyi."

Ale tersenyum dan mulai memakan baksonya, sementara Agatha dan Sahara masih tetap setia menunggu Ale sampai gadis itu benar-benar selesai memakan makanannya.

"Udah yuk balik," ajak Ale setelah selesai mengembalikan mangkok itu ke pemiliknya.

Sahara mengangguk dan menutup bukunya. Ketiganya pun berjalan beriringan menuju ke kelas, sesampainya di kelas Sahara dan Agatha duduk berdampingan sementara Ale duduk sendiri di belakangnya, mereka bertiga akan duduk bergantian setiap hari.

Tepat sekali saat Agatha, Ale dan Sahara masuk bel berbunyi. Ale mulai mengeluarkan buku paketnya serta buku tulis ke atas meja, sambil menunggu guru datang gadis itu memainkan ponselnya sejenak.

"Selamat pagi anak-anak!" sapa Bu Sri —guru kimia memasuki kelas membuat suasana kelas yang awalnya rusuh kini berganti sunyi.

Bu Sri menatap satu persatu muridnya lalu melangkah ke meja guru untuk menaruh bukunya. "Baiklah, sebelum kita mulai pembelajaran kali ini Ibu ingin menyampaikan sesuatu ke kalian semua," ujar Bu Sri yang masih berdiri di depan.

Semuanya diam, tak ada yang berbicara. Dan mendengarkan seksama apa yang Bu Sri ucapkan.

"Sebelumnya mungkin kalian sudah mendengar jika kita akan kedatangan murid baru," ujar Bu Sri memberi jeda. "Dan hari ini muridnya sudah tiba dan akan bersekolah mulai hari ini," jelas Bu Sri.

Suasana yang hening kembali ramai, anak-anak mulai berbisik satu dengan yang lainnya dan membicarakan apakah murid barunya cewek atau cowok? Dan masih banyak sekali pertanyaan yang terlontar diantara mereka semua.

"Sudah, sudah!" lerai Bu Sri membuat semuanya kini duduk tegak dan kembali mendengarkan perkataan Bu Sri yang ada di depan.

"Nggak usah nunggu lama-lama, kamu boleh masuk ke dalam!" perintah Bu Sri dari dalam, pandangan anak-anak pun langsung mengarah pada pintu.

Perlahan pintu kelas terbuka, menampilkan seorang perempuan cantik dengan lesung pipinya, perempuan itu berjalan ke tengah. "Silakan perkenalkan diri," ujar Bu Sri.

Perempuan itu mengangguk lalu mulai memperkenalkan dirinya. "Hai semuanya salam kenal, gue Lidya Amore pindahan dari Bandung. Semoga kita bisa jadi teman yang baik," ujarnya. Bibir mungilnya terus tersenyum.

Di sisi lain, Agatha yang melihatnya pun tak berhenti memuji. "Gila cantik banget tuh cewek," puji nya.

"Kamu boleh duduk di bangku yang kosong," ucap Bu Sri memperbolehkan Lidya duduk di bangkunya.

Saat itu bangku samping tempat duduk Ale kosong, membuat Lidya duduk di sana. "Gue boleh duduk disini?" tanya Lidya dengan sopan.

"Oh boleh, silakan!" Ale sedikit menggeser tubuhnya ke samping mempersilakan Lidya untuk duduk di sampingnya.

Tanpa di duga Ale langsung mengulurkan tangannya pada Lidya dan memperkenalkan diri. "Hai! Gue Aleena Nasreen, panggil aja Ale. Salam kenal," ucapnya ramah.

Lidya sedikit terkejut namun dia mencoba untuk biasa saja dan membalas uluran tangan Ale. "Salam kenal, semoga bisa jadi teman."

Agatha yang tak mau ketinggalan pun berbalik badan dengan semangat perempuan itu ikutan mengulurkan tangannya pada Lidya yang Lidya balas dengan senyum manisnya. "Gue Agatha Reinhard, panggil aja Agatha salam kenal ya!"

"Gue Sahara Denada, panggil aja Ara. Salam kenal," meski terlihat dingin dan tanpa ekspresi Lidya membalasnya.

"Jangan takut gitu Ara jinak kok anaknya tenang aja," gurau Agatha yang mencoba untuk mencairkan suasana.

Agatha tau bila Lidya cukup terkejut melihat tingkah Sahara yang nampak seperti pendiam dan dingin. Namun memang sebenarnya Sahara seperti itu anaknya, terlihat pendiam namun perhatian.

Lidya mengangguk kecil meski sedikit takut dengan Sahara tetapi dirinya mencoba untuk paham. Sahara yang sadar dengan apa yang dia lakukan oun seketika mengubah ekspresi wajahnya menjadi ramah meski terlihat terpaksa.

"Santai aja sama gue," ujar Sahara dengan nada yang terkesan dingin.

"Perkenalan nya lanjut nanti, sekarang kita lanjutkan pembelajaran kemarin. Buka buku paket kalian masing-masing, kita lanjut ke materi yang belum tuntas."

avataravatar