54 Tolong Bawa Aku ke Ranjang

"Hah? Kau ingin aku menggantikan pakaianmu?" tanya Luci setengah tak percaya. Wajah putih gadis itu sekarang bersemu merah.

Meskipun itu Spider seorang kakak angkat yang sudah seperti keluarganya, tapi bukankah menggantikan pakaian itu sangatlah intim? Belum lagi keduanya sudah dewasa sekarang kan?

"Lihatlah tanganku! Aku tidak mungkin bisa mengganti bajuku ini sendirian." Spider lalu menyodorkan kedua tangannya yang sudah ditempeli oleh hansaplast warna pink imut-imut itu. Tak lupa Spider memasang wajah kesakitan yang dibuat-buat.

"Iya – tapi –" Luci sudah terjebak di dalam kebingungan.

'Maksudku, ini bukankah keterlaluan? Menggantikan baju?' resah Luci di dalam hati.

"Brrr, dingin, kenapa air matamu dingin, Bee? Brrr." Sekarang Spider berpura-pura seolah dia sedang kedinginan.

Tapi jika dilihat kemejanya itu memang sudah sangat basah. Air mata Luci sangat deras ketika menyembur tadi, sehingga ari mata gadis itu tidak hanya membasahi pada area dada bidang Spider saja.

Air mata itu bahkan mengalir hingga ke bagian kemeja bagian perut Spider. Melihat itu membuat Luci semakin tidak nyaman.

"Mmm, apa kau benar-benar tidak bisa mengganti pakaianmu sendiri?" Luci bertanya dengan tidak enak hati. Luci merasa sangat bersalah sudah membuat Spider kedinginan tapi Luci malah tidak bisa membantu Spider untuk mengganti pakaian.

"Aku terlalu merepotkanmu ya? Biar kucoba dulu. Aku ini lelaki yang kuat kok." Spider pun mengangguk mantab.

Lalu ketika lelaki itu hampir membuka kancing kemejanya yang paling atas, lelaki itu pun pura-pura merintih lagi. Sesekali dia melirik kepada Luci. Jika Luci melihatnya maka Spider akan semakin keras merintih.

"Aduh, aduh, sakit sekali. Huff ! Huff." Spider kemudian pura-pura meniupi lukanya. Lalu dia berpura-pura ingin membuka kancing bajunya lagi. Namun sebelum itu terjadi Luci sudah maju dan menyela kedua tangan Spider.

Di dalam kebisuan, tanpa bersuara Luci pun melepas kancing kemeja milik Spider. Setiap gerakan jemarinya yang lentik membuat Spider semakin berdegup kencang. Apalagi ketika tangan Luci bergerak semakin ke bawah. Namun Spider masih bisa sekuat tenaga untuk menahan dirinya sendiri.

"Astaga, berapa lama sih aku menangis tadi? Bahkan pakaian dalam milikmu sampai basah. Maafkan aku." Luci berkata tulus.

Spider pun mengangguk malu-malu.

"Kau boleh menangis sepuasnya kok. Jangan pikirkan aku," jawab Spider menundukkan wajahnya dengan senyuman yang tak bisa disembunyikan.

Karena kaos dalam milik Spider basah, Luci pun tidak bisa untuk tidak melepaskannya juga. Dengan hati-hati Luci melepaskan kaos berwarna putih itu. Luci merasa agak gugup saat melakukannya, tapi lelaki yang duduk di depannya itu malah kegirangan tak karuan.

Setelah Luci berhasil melepas kaos dalam itu, mata Luci membelalak.

Luci melihat sebuah pemandangan yang membuatnya memandang miris. Di tubuh Spider ternyata terdapat beberapa luka sayatan yang membekas. Bahkan ada juga bekas luka yang masih memerah dan baru mengering. Ada beberapa lebam biru di beberapa titik kulit lelaki itu.

Spider tidak ingat bahwa pada tubuhnya dia masih memiliki bekas luka pertarungan dengan kelompok mafia lain. Pertarungan itu terjadi tiga hari yang lalu.

Dan ketika matanya yang dalam itu memandang wajah Luci yang memandang kaget dan sedih, Spider pun baru ingat bahwa dia memiliki beberapa luka di tubuhnya yang belum mengering. Buru-buru Spider menutupi tubuhnya yang kekar itu dengan kedua tangannya.

"Apa ini? Apa yang barus aja terjadi padamu? Apa orang yang merawatmu menyiksamu lagi, sama seperti di kandang dulu?" Luci memandang nanar pada wajah Spider yang kini menunduk dan tidak berkata apa-apa. Mata Luci sudah berkaca-kaca.

Di dalam otak Luci, bayangan tentang pemukulan Spider terbayang kembali. Apalagi ketika Spider dipukuli dengan tongkat berpaku. Wajah Spider sampai tidak bisa dikenali saat itu.

"Itu – bukan masalah. Tolong kaosnya," gumam Spider dengan tangan masih menutupi tubuhnya yang tidak memakai apa-apa itu

Spider tidak mungkin menceritakan kepada Luci bahwa dia baru saja bertarung dengan kelompok mafia lain. Spider juga tidak mungkin menceritakan kepada Luci bahwa pertarungan itu akhirnya dimenangkan oleh Spider.

Dan Spider tidak akan mungkin menceritakan kepada Luci bahwa dia telah membunuh sepuluh orang sekaligus pada pertarungan itu.

'Bee akan membenciku jika tau. Tidak, aku harus menyembunyikannya,' getar Spider mulai resah.

"Katakan dulu padaku! Dari mana kau mendapatkan luka-luka itu? Ada orang yang menyiksamu? Hm?" Suara Luci terdengar sangat bergetar. Matanya tak kuasa untuk menahan tangisannya. Alhasil air mata lolos dan menetes, membasahai wajahnya yang cantik.

"Aku – tidak mau – membahasnya sekarang." Spider menunduk tanpa berani untuk menatap langsung kepada Luci. Spider takut jika Luci bisa menebak hal menjijikkan apa yang telah Spider lakukan selama ini. Lalu setelahnya Luci akan meninggalkannya.

Klan mafia Diamond. Orang-orang yang memegang kuasa tertinggi pada suatu negeri akan paham siapa itu klan mafia Diamond. Tapi ketenarannya sepertisebuah nyala terang pada planet yang berada pada pucuk terjauh dari galaksi Bimasakti.

Nyala terang itu hanya bisa dilihat oleh beberapa orang saja. Sulit diendus, sulit untuk dilacak.

Bahkan artikel tentang klan mafia Diamond tidak pernah tersedia di internet, karena orang-orang di dalam klan mafia Diamond akan melakukan permbersihan pada data-data yang menyangkut informasi mengenai mereka.

Jadi jika Luci ingin mencari informasi mengenai Diamond, maka data yang akan tersedia hanyalah foto-foto dan berita tentang perhiasan saja.

Oleh karena kerasahasiannya yang terlalu ketat itu telah membuat Spider suatu saat harus mengakui siapa dirinya kepada Luci secara langsung. Karena informasi mengenai klan Diamond jarang sekali menyebar di dalam lingkup orang-orang menengah ke bawah.

Dan pada saat pengakuan identitas itu, Spider takut jika Luci meninggalkannya, bahkan untuk selamanya.

"Kau tidak ingin menceritakan padaku sekarang, aku bisa terima. Tapi aku hanya ingin mengatakan kalau kau bisa hidup denganku jika kau tidak tahan dengan perlakukan mereka terhadapmu.

"Kita sudah melewati banyak kesedihan di masa kecil kita. Kita juga berhak untuk bahagia, Ider," ujar Luci dengan mata masih digenangi air mata.

Apa yang dikatakan Luci barusan mungkin tidak bearti apa-apa bagi gadis itu. Tapi bagi Spider, apa yang Luci katakan tadi seperti sebuah ajakan untuk membina sebuah bahtera cinta.

"Kau bisa hidup denganku." Hanya kata-kata itu yang selalu didengar oleh Spider.

Kata-kata itu telah menumbuhkan beribu harapan di dalam hati Spider untuk tetap meraih Luci, untuk tetap mengambil hati Luci, apa pun resikonya.

"Iya, aku akan hidup denganmu," jawab Spider dengan mata memandang dalam kepada Luci. Lelaki itu sudah membayangkan tentang pernikahan dan anak-anak yang lucu di pikirannya.

"Baiklah, kau bisa memakai kaos itu sendiri kan? Kau hanya perlu memakainya dengan hati-hati." Luci pun menyodorkan kembali kaos yang berada di atas meja.

"Masih sakit – aku belum bisa memakai baju. Tolong pakaikan," pinta Spider dengan sangat memelas.

Karena Luci merasa iba kepada Spider apalagi setelah melihat banyak luka di tubuh Spider, Luci pun mengangguk tanpa pikir panjang. Dengan telaten Luci memakaikan kaos itu di tubuh Spider. Ukurannya agak kekecilan tapi kaos itu tidak terlalu buruk.

"Nah, sekarang kau sudah merasa hangat. Mau kuteleponkan agar seseorang menjemputmu ke sini?" tanya Luci menawarkan bantuan.

Spider masih enggan untuk pergi, apalagi malam ini. Lelaki itu bahkan ingin tidur bersama Luci saat ini.

"Itu, ah, baiklah ...Argh, argh, kepalaku." Spider pun mengerang dengan memegangi kepalanya.

"Ider, kau kenapa? Astaga!" Luci pun panik dibuatnya.

Gadis itu berusaha untuk mencari ponsel milik Spider di saku mana pun pada baju yang dipakai lelaki itu, tapi tidak ketemu. Luci tidak tau bahwa Spider menyimpan ponsel miliknya di dalam mantelnya, dan Spider sengaja tidak memberitahu Luci.

"Kepalaku sakit. Tolong bawa aku ke ranjang," pinta Spider sembari memegangi kepalanya.

***

avataravatar
Next chapter