72 Dia Pasti Menyihirku. Dia Mau Menyentuhku Lagi!

"Tiga hari lagi aku akan datang. Paksa dia menemuiku! Akan kubuat dia menjadi milikmu." Nyonya Besar pun bangkit dan menepuk pelan bahu Evan yang lemah karena mengantuk.

Saat wanita tua itu hendak pergi, cucunya itu sudah ambruk di atas sofa karena mengantuk. Hal paling parah adalah Evan membuat gerakan memeluk dan mencium. Nyonya Besar pun menggelengkan kepalanya kemudian pergi ke luar.

"Dasar tukang kasmaran," desis Nyonya Besar.

Di luar Tuan John masih menunggu dengan cemas. Lelaki itu takut jika Evan sudah tamat dan habis di tangan neneknya sendiri. Selama ini Nyonya Besar tidak akan segan menendang dan memukul Evan jika CEO itu membuat sebuah kesalahan, apalagi melawan wanita tua itu.

Tuan John pun menunduk dalam ketika Nyonya Besar keluar dari kantor Evan. Diam-diam Tuan John memeriksa tangan dan kaki Nyonya Besar. Biasanya tangan Nyonya Besar akan merah jika habis memukuli Evan. Dan biasanya rok Nyonya Besar akan lusuh jika habis menendangi Evan.

Tapi syukurlah semuanya terlihat masih rapi dan bagus.

"Kau tau gadis mana yang disukai anak itu?" tanya Nyonya Besar kepada Tuan John.

"Sepertinya saya tau, Nyonya," angguk Tuan John dengan patuh.

"Kirimkan biodata lengkap tentangnya termasuk alamat terkini miliknya saat ini! Aku memberimu waktu lima belas menit." Tanpa berkata apa-apa lagi Nyonya Besar pun pergi dengan gesit dan cepat.

Sekali lagi orang-orang kabur dan menghindar dari Nyonya Besar saat wanita itu berjalan ke luar. Mereka seperti sebuah semut yang memencar jauh ketika air menetesi mereka. Air itu bisa diumpamakan sebagai Nyonya Besar yang memberikan mereka kehancuran dengan seketika.

Setelah melihat Nyinya Besar sudah tidak terlihat, buru-buru Tuan John memasuki kantor Evan. Dan betapa leganya lelaki itu setelah melihat Evan akhirnya bisa tidur nyenyak, walau gerakannya sangat aneh dan menggelikan yakni gerakannya seperti mencium dan memeluk orang lain.

Dua jam kemudian

Evan meregangkan tubuhnya dengan kuat. Tubuhnya sudah merasa terisi oleh nyawa kembali. Bahkan saking lelapnya Evan tertidur, dia tidak ingat apa yang dimimpikannya tadi.

Tapi sesungguhnya tadi Evan sedang memimpikan Luci. Mereka berdua bercengekerama dan bermesraan untuk waktu yang sangat lama. Bahkan Evan bisa merasakan hatinya begitu ringan dan nyaman saat di mimpi itu.

"Anda sudah bangun, Tuan?" Tuan John tiba-tiba mengagetkan Evan.

Dengan wajah yang masih berantakan karena baru bangun tidur Evan pun mendongak. "Ya, aku sudah bangun. Kemana nenek? Dia sudah pulang ya? Apa dia masih memaksaku menikah?" tanya Evan.

Tuan John pun mengernyit. "Apa Anda lupa kejadian yang baru terjadi Tuan? Apa Anda sangat mengantuk tadi?" Harusnya itu pertanyaan yang tidak perlu dijawab. Tuan john juga tau kalau Evan sangatlah mengantuk saat itu.

"Apa? Memang apa yang terjadi? Apa aku menyetujui perjodohannya?" Evan pun bangkit dengan bingung. CEO itu meremas rambutnya dengan frustasi.

Ada satu fakta tentang Evan. Jika lelaki itu mengantuk berat, maka efek mengantuk itu sama dengan efek saat dia mabuk. Jadi dia susah terkendali dan seringnya berkata jujur. Selain itu Evan bisa saja lupa apa yang terjadi saat dia sangat mengantuk.

Dan jika Evan berada dalam keadaan sadar dia akan bersikap angkuh dan keras. Dia bahkan akan bersikap seolah-olah dia tidak tertarik pada Luci. Karena memang Evan sudah memutuskan untuk tidak berhubungan dengan para wanita. Selain itu Evan memiliki gengsi yang sangat tinggi.

"Astaga, jadi Tuan lupa sama sekali? Kejadian mana yang bisa Tuan ingat?" tanya Tuan John dengan sangat cemas.

"Aku dipukuli nenek menggunakan sandalnya," jawab Evan dengan wajah bodoh.

"Lalu?" Tuan John mencoba memancing Evan kembali.

"Lalu … aku tidak ingat lagi."

Dunia Tuan John seketika runtuh. Apalagi lelaki itu sudah terlanjur memberikan alamat Luci kepada Nyonya Besar. Jika Evan tau entahlah apa yang akan terjadi.

"Tuan, tenanglah!" pinta Tuan John dengan kalem dan masih menggunakan gesture disiplin miliknya. "Coba diingat-ingat lagi! Tenang Tuan, tarik napas! Ayo, diingat-ingat lagi!" Tuan John masih belum menyerah.

Karena satu-satunya jalan keluar di sini demi mengetahui rencana apa yang harus mereka lakukan dalam hal perjodohan ini hanyalah dari ingatan Evan sendiri.

"Jika ternyata Tuan masih dipaksa dijodohkan maka kita akan segera menghubungi Nona Luci. Tapi jika Nyonya Besar memberi Tuan kelongaran, maka kita bisa mengatur semuanya dengan lebih teliti lagi." Tuan John membuat gerakan naik turun untuk membantu Evan menarik dan menghembuskan napas.

"Tenangkan pikiran Anda! Anda pasti bisa mengingatnya, Tuan." Sebuah penyemangat dari asisten pribadi Evan sendiri.

CEO itu pun menarik napas dan menghembuskan napas. Lalu matanya tertutup untuk menyisiri setiap sudut otaknya demi menemukan memori yang hilang bersama neneknya dua jam yang lalu itu.

"Ayo, Evan, ingatlah! Ingatlah! Hah, sial!" Evan gagal mengingat dan berfokus. Karena setiap matanya tertutup Luci akan datang dan berlari kepada Evan.

Tapi CEO itu belum menyerah. Evan pun menarik napas kembali lalu menghembuskannya. Dan dia kembali berfokus lalu menutup mata.

Tapi lagi-lagi, setiap kali dia menutup mata maka Luci yang akan muncul. Bahkan sekarang di dalam otak Evan, Luci sudah berdiri di depan Evan dan mengecup bibir CEO itu. Alhasil Evan pun gelagapan dan membuka mata, seolah dia baru saja tenggelam di dalam air.

"Haaah haaah!" seru Evan dengan napas megap-megap.

"Ada apa, Tuan? Apa Anda mengalami gangguan pernapasan?" tanya Tuan John hampir menjadi panik.

"Tidak. Tapi otakku bermasalah. Dia tidak mau pergi dari otakku. Dia pasti melakukan sihir padaku. John, lihat John! Dia datang lagi! Dia mau menyentuhku, John! Tolong aku!" teriak Evan histeris. Dan Tuan John pun kebingungan harus berbuat apa.

Sementara itu di flat kumuh gang U. Bece

Sebuah mobil terparkir di depan gerbang gang kumuh milik Luci itu. Mobil tersebut adalah mobil aston martin one-77. Harganya mencapai 25 miliar rupiah. Mobil itu adalah salah satu koleksi mobil yang dimiliki oleh Nyonya Besar.

Nyonya Besar masih duduk di dalam mobil dengan mata mengintai pada flat kumuh di depannya. Wanita tua itu agak kaget ketika melihat kondisi tempat tinggal dari seorang gadis yang disebut sebagai kekasih Evan itu.

"Nyonya, tempat ini terlalu kumuh bagi Anda. Izinkan saya keluar dan memanggil penghuninya." Salah satu asisten pribadi Nyonya Besar pun berbicara dari kursi depan yang berada di samping sopir pribadinya.

"Jika kau yang keluar maka gadis itu akan semakin menghindari Evan. Biarkan aku yang turun tangan!" tegas Nyonya Besar dengan mata berkilat penuh dengan tekad.

"Tapi apakah Anda yakin akan merestui hubungan mereka? Jika dilihat dari tempat ini, sepetrinya gadis itu tidak memiliki relasi bisnis yang kuat. Relasi bisnis itu yang nantinya bisa membangun bisnis keluarga Anda lebih luas lagi." Asiten pribadi Nyonya Besar dengan santun bertanya dan menunduk dari kursi depan.

"Relasi bisnis tidak akan berarti bagiku jika cucuku sendiri tidak bisa menyukai lawan jenisnya. Dengan ini aku juga ingin membuktikan apakah dia sudah benar-benar sembuh'."

"Nyonya, Tuan Muda tidak seperti yang Anda kira." Asisten itu lagi-lagi menunduk.

"Hanya aku yang akan tau jawabannya." Nyonya Besar keluar dari mobil, bahkan sebelum asisten pribadinya membukakan pintu. Buru-buru wanita itu berjalan untuk menuju pintu flat lantai dua, pintu nomor enam.

Setelah wanita tua itu sampai di depan pintu flat milik Luci, dia pun mengetuk pintu. Tak selang berapa lama pun Luci muncul dari belakang pintu.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Luci dengan senyuman manis.

***

avataravatar
Next chapter