webnovel

Difraksi Fragmen

Edwin Albern, bocah berusia tujuh tahun dipaksa oleh keluarganya berkeliling dunia hanya untuk melihat sisi gelap dari kehidupan manusia. Dunia yang dia tinggali ternyata lebih busuk dari pada yang dia kira, tempat di mana martabat manusia dan nilai kehidupan tidak dapat ditentukan. Kebahagiaan yang dia lihat selama ini seolah-olah hanya kebohongan yang dipamerkan. Pembunuhan, pembantaian, perbudakan dan kekejaman lainnya telah bocah itu saksikan dengan kedua matanya sendiri. Tidak ada tempat aman! Hak asasi manusia tidak lebih dari catatan yang kapan saja bisa diabaikan. Setiap kota yang dia kunjungi selalu ada manusia yang melakukan kejahatan semudah bernapas. Sejak berusia lima tahun dia sudah mengetahui bahwa keluarganya adalah mafia, mereka tidak lebih dari sekelompok penjahat. Karena Edwin yang kecil dan polos dipenuhi idealisme keadilan membuatnya menjaga jarak dengan keluarganya. Bahkan kematian orang tuanya beberapa bulan setelah dia mengetahui pekerjaan mereka tidak sedikit pun menyentuh hatinya. Tapi pandangan hidupnya berubah setelah upacara pemakaman. Kakaknya, anggota keluarganya yang tersisa menceritakan segala hal tentang keluarganya. Mereka mungkin dikenal sebagai mafia, tapi kenyataannya yang mereka lakukan adalah berbeda. Mereka melakukan pekerjaan demi melindungi tempat mereka. Sepotong kebohongan terungkap, tentang dua orang yang bermain peran bahkan rela menipu putranya sendiri. Setelah perjalanannya selesai, bocah kecil itu membuat keputusan, bahwa sekarang adalah gilirannya bermain peran.

MattLain · Fantasy
Not enough ratings
276 Chs

Albern

Chapter 2 : Albern

Terdapat beberapa legenda urban yang terkenal di Wilayah Torch. Misalnya tentang seorang laki-laki dengan penampilan menyeramkan yang memiliki kemampuan untuk membuatmu jatuh cinta hanya dengan menatap matanya.

Atau kisah tentang adanya sebuah gerbang yang mengarah ke neraka di lokasi Segitiga Imajiner, yaitu titik pertemuan antara tiga distrik yang sebagian besar daerahnya digunakan sebagai tempat pemakaman.

Juga kisah tentang wanita yang seluruh tubuhnya mengandung racun dan berkeliaran di malam hari untuk membunuh siapa saja yang dia temui dengan racun di tubuhnya, cerita ini cukup terkenal bahkan sampai di negara lain.

Dan di antara cerita itu, salah satunya yang paling terkenal dan diketahui oleh semua penduduk asli Wilayah Torch adalah cerita tentang sekelompok iblis yang membuat sarang dan bersembunyi di dalam Wilayah Torch.

Para orang tua menyebut kelompok iblis itu sebagai Albern, sosok dengan wajah menakutkan yang seluruh tubuhnya dibalut dengan pakaian hitam.

Para orang tua sering menceritakan soal Albern pada anak mereka, dan cerita itu biasanya digunakan sebagai mitos untuk menasihati anak mereka.

"Hati-hati dengan Albern, mereka adalah orang-orang yang seluruh tubuhnya ditutupi pakaian hitam. Jika sekali saja kau terlibat dengan mereka, kau dipastikan akan mati. Jika mereka melihatmu, mereka akan menculik dan membawamu ke sarang mereka. Jika kau bertemu mereka, cukup turuti saja kemauan mereka. Dengan begitu, jika kau cukup beruntung, kau mungkin akan selamat."

Orang tua sering menceritakan kisah itu saat melarang anak mereka keluar menjelang malam.

Semua orang mengetahui legenda urban ini, tapi tidak ada yang tahu sejak kapan cerita itu dimulai.

Tidak ada yang bisa membuktikan kebenaran cerita itu, karena diyakini semua orang yang pernah terlibat dengan Albern tidak ada yang selamat.

Sejak dulu Pribumi menggambarkan sosok Albern dalam kisah itu seperti malaikat kematian. Tetapi, di beberapa cerita dikatakan bahwa Albern mengambil nyawa manusia yang bertemu mereka dengan cara yang kejam.

Sehingga sosok Albern dalam cerita yang beredar sekarang terkesan jauh lebih negatif.

"Secara garis besar, begitulah tema yang akan kami tulis dalam tajuk khusus untuk majalah akademi bulan ini. Bagaimana menurut Anda, Ketua?"

Di ruang Komite Akademi, dua orang anggota klub jurnalistik sedang meminta saran dari Ketua Komite Akademi.

Mereka menjelaskan, bahwa pada bulan ini klub jurnalistik memilih siswa tahun pertama untuk membuat artikel yang akan dimuat dalam tajuk khusus pada majalah bulanan akademi.

Tema yang ditentukan oleh ketua klub jurnalistik adalah legenda urban atau mitos yang tersebar di Wilayah Torch.

Sebagai perwakilan anggota klub dari siswa tahun pertama, Laura Ristland Choe dipilih sebagai penulis utama dalam artikel itu. Dia adalah salah seorang yang hadir di ruangan.

Laura secara pribadi tertarik untuk menulis legenda urban tentang Albern. Tetapi, begitu dia mengumumkan tema tulisannya pada ketua klubnya, dia malah disuruh oleh ketua klubnya menghubungi Komite Akademi untuk meminta saran.

Biasanya, sebuah klub tidak perlu melakukan sesuatu seperti meminta saran dari Komite Akademi saat ingin menjalankan kegiatan klub mereka. Tapi itu terjadi jika kegiatan mereka tidak bertentangan dengan peraturan akademi.

Sayangnya, tema tulisan Laura dinilai memuat hal tabu atau konten yang bersifat sensitif oleh ketua klubnya. Tapi karena artikel yang ditulis Laura cukup baik, dan bisa dipastikan akan membuat banyak siswa akademi tertarik, ketua klubnya ragu untuk langsung menolaknya.

Jadi untuk mencari solusinya, ketua klubnya menyarankan dia untuk pergi menemui Komite Akademi.

Klub jurnalistik memang mengatakan bahwa mereka datang untuk meminta saran. Tapi tujuan mereka yang sebenarnya adalah untuk mendapatkan izin dari Komite Akademi agar bisa memasukkan tulisan itu dalam majalah bulanan akademi.

Rin Chisse, Ketua Komite Akademi duduk di kursinya berhadapan dengan dua orang anggota klub jurnalistik. Dia mendengarkan Laura yang menjelaskan tujuan kedatangannya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komite Akademi baru saja selesai menyuguhkan teh kepada mereka bertiga. Setelah itu dia berdiri di dekat Rin dan mendengarkan percakapan mereka.

Rin mengambil sebuah dokumen di atas mejanya. Dokumen itu berisi artikel yang disebutkan. Isinya disertai kumpulan materi pendukung, hasil wawancara serta penelitian literatur yang Laura lakukan selama dua minggu terakhir.

Melihat tebal halamannya saja sudah bisa ditebak kalau dia melakukannya dengan serius.

Rin membaca isi dokumen itu selama beberapa menit. Dia tidak menyangka kalau tulisan itu dibuat dengan begitu baik.

Tapi ekspresi di wajah Rin tidak berubah saat membacanya, sehingga anggota klub jurnalistik tidak tahu apa yang dipikirkannya. Mereka hanya bisa menunggunya selesai membaca dengan gugup.

Setelah beberapa saat−

"Artikel ini dibuat dengan sangat baik. Kamu melakukan penelitian dengan serius, aku bisa memahami itu setelah membacanya."

Rin tersenyum, menyampaikan kesannya setelah membaca dokumen itu.

"Terima kasih. Kalau begitu ...." Laura merasa gembira setelah mendengar Rin memuji hasil tulisannya. Tetapi−

"Sayangnya, Komite Akademi tidak bisa mengizinkan tulisan ini untuk dipublikasikan."

Mendengar penolakan beberapa detik setelahnya membuat Laura tampak kehilangan semangatnya, dia menyusut.

Temannya yang duduk di sebelahnya tampak tidak mengerti dengan pendapat komite akademi yang mana kesan dan keputusannya terdengar bertentangan.

"... Kenapa tidak bisa? Bukankah Ketua yang mengatakan sendiri kalau artikelnya ditulis dengan baik. Aku benar-benar tidak mengerti."

"Memang benar. Hanya saja, pihak akademi tidak akan mengizinkan siswa untuk menyebarkan berita di dalam akademi yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan belajar. Setidaknya, jika isi artikelnya menyangkut area sekitar akademi maka itu akan bisa diterima."

Anggota klub jurnalistik itu tidak berkata apa-apa lagi setelah memahami jawaban yang diberikan Rin. Dia ingat ada aturan seperti itu di akademi ini.

Keheningan singkat memenuhi ruangan.

Setelah beberapa saat, Laura menarik napas dan memberanikan diri untuk bertanya.

"Apa Ketua tidak percaya bahwa Albern itu ada?" Laura bertanya dengan wajah serius.

"... Sejujurnya, aku tidak bisa menjawabnya jika tiba-tiba harus ditanyakan pertanyaan seperti itu."

Rin menjawab setelah jeda singkat sambil memaksakan bibir kakunya untuk tersenyum kepada Laura.

Laura tersentak, dia menganggap senyuman Rin sebagai sebuah jawaban.

Bagi Laura, Rin adalah sosok kakak kelas yang dikaguminya. Dia adalah penggemar berat dari Ketua Komite Akademi itu.

Tidak hanya sangat cantik, Rin juga pintar dalam pelajaran dan olahraga. Dia satu-satunya orang yang bisa membuat Laura terus-menerus merasa kagum.

Dan orang yang dikaguminya sekarang tampak tidak mempercayainya. Itu adalah pukulan keras untuk Laura.

Dia memahami kalau beberapa orang tidak mudah percaya pada sesuatu yang ada dalam cerita seperti legenda urban atau mitos. Tapi Laura memiliki alasannya sendiri untuk percaya pada cerita itu, dan dia sangat yakin bahwa beberapa di antara cerita itu benar-benar nyata.

Dia tidak ingin memaksakan orang lain untuk percaya seperti dirinya, tapi dia lebih tidak ingin jika Rin menganggapnya aneh karena percaya pada hal itu.

"Memang benar beberapa cerita tampak tidak masuk akal. Tapi ketua harusnya tahu bukan, bahwa beberapa di antara mereka benar-benar nyata. Dan Albern benar-benar ada!"

Laura mengatakannya dengan setengah berteriak. Dia menekan cara bicaranya, dia ingin agar Rin setidaknya percaya kepadanya.

Ekspresi wajah Rin mulai berubah menjadi bermasalah, dia tidak tahu bagaimana harus menjawab pernyataan itu.

"Omong kosong!"

Wakil Ketua Komite Akademi yang sejak tadi diam memperhatikan, membalas pernyataan Laura. Kata-katanya yang tajam dan blak-blakan itu sudah pasti membuat yang lain melihat ke arahnya.

Sebelum ada yang sempat berbicara, dia melanjutkan kata-katanya.

"Aku tidak peduli tentang apa yang kamu percayai. Jujur saja, aku tidak percaya pada cerita semacam itu. Jika kamu memang mempercayainya, aku tidak masalah dengan itu. Tapi jangan pernah memaksakan kepercayaan itu kepada orang lain."

"... Anda benar. Aku minta maaf."

Laura menyadari kesalahannya, dia menundukkan kepalanya dan meminta maaf dengan sopan.

Hanya saja−

"Aku mengerti kalau Laura salah, dia hanya terbawa suasana karena pekerjaan pertamanya di klub tidak berjalan dengan baik. Tapi kamu tidak perlu berkata sejauh itu, bukan!?"

Teman Laura sepertinya tidak terima dengan perlakuan kasar dari Wakil Ketua Komite Akademi. Dia langsung mengajukan keberatannya.

"Aku hanya mengatakan pendapatku."

"Tapi, itu sudah keterlaluan!"

"Lalu?"

Suasana di dalam ruangan menjadi tegang.

"Sudah cukup, Wakil Ketua!"

Rin meninggikan nada suaranya.

".... Baik, Ketua."

"Kamu juga, hentikan. Aku tidak apa-apa, karena aku memang yang melakukan kesalahan. Kita di sini untuk mendapatkan saran dari Komite Akademi. Tapi sepertinya, Ketua sudah tahu tujuan sebenarnya kita datang ke sini, karena dia langsung menyampaikan jawaban untuk memberikan izin atau tidak pada artikel itu untuk dimuat di majalah bulanan akademi."

Laura menenangkan temannya dan menjelaskan sesuatu yang baru saja disadarinya.

Di dalam hatinya, dia tidak bisa menahan dirinya untuk menjadi lebih kagum pada Rin karena dalam sekejap bisa langsung mengetahui tujuan mereka.

Tapi di sisi lain, dia juga merasa kesal pada dirinya sendiri karena dia malah kehilangan ketenangannya tepat setelah dia mengetahui bahwa tulisannya ditolak.

Rin menghela napas, berpikir sejenak sebelum berbicara pada Laura.

"Aku minta maaf. Bukannya aku ingin meragukan kepercayaanmu. Mari kita kesampingkan dulu masalah tulisanmu, dan kita akan meneruskan pembicaraan kita tentang tujuan kalian yang ingin meminta saran dari Komite Akademi. Apakah tidak masalah jika seperti itu?"

"Ya, itu tidak masalah."

Rin mengakhiri keputusan tentang izin tulisan itu pada titik ini. Dan Laura menerimanya.

"Jika seperti itu, aku punya saran untuk tema tulisan kalian. Kalian bebas untuk menerimanya atau tidak. Menurut pendapatku, dari pada kalian membuat artikel tentang legenda urban di luar area akademi, kalian lebih baik fokus pada sesuatu yang ada di area akademi."

"Bisa Anda jelaskan lebih lanjut?"

Laura sepertinya sedikit tertarik dengan ide Rin.

***