22 Umur bukan penghalang

"Hari Rabu, tanggal 22, awas kalau kalian pada lupa."

Sempro, ya Odit akan seminar Rabu besok, dan ia sudah mewanti-wanti ketiga manusia di hadapannya agar datang tepat waktu. Perihal Danu dia memiliki kendala karena dosen PS nya sedang di luar kota, dan terpaksalah seminarnya akan di tunda dan di adakan minggu depan.

"Iya-iya, ingat kok, nih telinga gue bosen dengerin kata-kata yang sama terus keluar dari mulut lo." Danu memegang telinganya sendiri, menunjukkan kalau ia beneran bosan dengan ucapan Odit.

"Bodo, gue ngak peduli."

"Serah lo, orang waras ngalah," balas Danu pada Odit.

Putra yang sedari tadi memperhatikan Varo, sepertinya lelaki itu sedang mencari, atau menunggu seseorang.

Putra melihat arah pandang Varo, tapi ia tak tau siapa yang lagi di cari, "Nungguin siapa sih? Adela?" tanya Putra.

"Bukan, tapi Riky."

"Riky? Tumben cariin dia?"

Varo beralih menatap ketiga temannya, "Kalian ada lihat Riky?"

"Gue, ngak bawa kain gendongnya, jadi ngak lihat," jawab Odit ngasal.

"Gue ngak lihat Riky, tapi lihat Adela." Varo langsung beralih melihat arah pandang Danu, dan Adela juga ada di kantin bersama dengan Dewi. Riky dan Adela bukankah satu kelas, jadi lebih baik ia bertanya pada wanitanya.

Varo berdiri, "Lo mau kemana? tadi katanya cari Riky, pas liat Adela jadi lupa tujuan," ucap Danu.

"Lo berisik." Setelah mengatakan dua kata tersebut Varo bergegas kemeja Adela.

"Sabar Dan, orang jatuh cinta memang gitu, sensitif." Kali ini Odit sepertinya ada di server Danu.

Putra yang melihat ke lain arah, yang tak mengindahkan ocehan temannya, ia sudah mengepalkan tangan, rahangnya mengeras melihat tingkah seorang laki-laki yang memakai baju serupa dengan wanita yang ia coba rayu, tapi sepertinya wanita itu tak megubrisnya.

Rahang Putra kian mengeras melihat tingkah laki-laki itu yang mencoba mendekati wanita itu dengan mencicipi makanan wanita tadi, tanpa izin dan tanpa rasa malu.

Menyebalkan.

Varo duduk di depan Adela, tanpa permisi. "Riky mana?" Tanpa pembuka langsung tu the poin.

Adel dan Dewi, heran kenapa ia menanyakan Riky, apa kiranya yang membuatnya mencari laki-laki yang membuatnya selalu cemburu itu.

"Emang kenapa kak?" tanya Dewi.

"Gue ada perlu, dia mana?"

"Dia ngak masuk hari ini, lagian tumben nanyain Riky?" tanya Adela penasaran.

"Ngak masuk, kenapa?" Varo balik nanyak dan tak ingin menjawab pertanyaan Adela.

"Kata komting tadi, dia sakit, jadi ngak bisa masuk."

Varo menganggukkan kepalanya, mempercayai ucapan Adela, walaupun ia tidak mempercayai alasan Riky tidak masuk kelas.

"Oke tanks, gue duluan." Setelah itu Varo langsung berlalu meninggalkan keduanya.

"Kenapa tiba-tiba kak Varo nanyain Riky coba?" tanya Dewi.

"Entahlah, aku juga heran, tapi tadi kak Varo ngak mau ngasih tau alasannya, yaudah ngak usah di pikirin."

"Tapi gue penasaran gimanadong?"

"Makanya jangan dipikirin, biar ngak penasaran, kan gampang."

"Ihhhhh, ngak solusi banget tau." Dewi memanyunkan bibirnya.

"Mau nambah bakso aku ngak?" Adela menyogok Dewi dengan bakso, biar ngak ngambek lagi dong.

"Gue mah orang nya ngak mau nolak, takut loh sakit hati." Dasar Dewi, gengsian, bilang aja mau, ngak usah basa basi, Adela juga tau kok kalau dia mau nambah.

****

Putra bersandar di samping pintu dosen, menunggu seseorang keluar dari sana. Jam menunjukkan pukul 17.30, artinya setengah jam yang lalu seharusnya aktivitas di kampus baik mahasiswa maupun dosen sudah selesai, tapi ruangan yang satu itu masi di huni oleh pemiliknya, dan mungkin akan keluar setelah pekerjaannya kelar.

Clekk, suara pintu terbuka, memperlihatkan sosok wanita yang keluar dari dalam.

"Astaghfirullah." wanita itu memegangi dadanya, ia terkejut dengan kehadiran sosok putra yang tepat di sampingnya.

"Kamu ngapain di sini? Sejak kapan disini? Kalau ada yang lihat kamu sama saya disini gimana?" tanya wanita itu beruntutan.

Bukan menjawab Putra malah balik nanya, "ibu kenapasih?" Kening wanita itu berkerut.

"Maksud kamu?"

"Kenapa ibu selalu menolak saya?" Wanita itu mem-pelototi Putra yang mulai ngawur.

"Saya mau pulang, sudah sore!" ucap wanita itu dan beranjak dari tempatnya.

"Naira, tolong jelaskan pada saya apa yang membuat kamu selalu nge-hindari saya?" Naira Kasih, nama wanita yang sedang berbicara dengan Putra, dan ia sekaligus dosen yang mengajar di kampus itu. Tapi Putra bahkan menyebut nama wanita itu langsung, menghilangkan tatak ramah dan sopan santunnya pada wanita cantik itu.

Naira berhenti, "harus berapa kali saya ingatkan kamu kalau kita itu tidak pantas, kenapa kamu sengat keras kepala sih." jawab Naira

"Perbedaan umur, bukan lah penghalang untuk bersama." Putra berjalan kearah wanita itu, dan berdiri tepat di hadapannya. "saya cinta sama ibu tulus, saya mengungkapkan perasaan saya dengan jujur, dan saya tidak mengajak ibu untuk pacaran karna saya tau itu dosa, saya beranikan diri mengajak ibu ke jalan kebaikan dan ketaatan, kenapa ibu selalu menolak saya?" Jika berhadapan dengan wanita yang satu ini sifat kalem dan irit bicara Putra hilang entah kemana, ia akan banyak bicara jika berhadapan dengan Naira.

Jujur Naira tak bisa memungkiri kalau sekarang jantungnya berdebar, jarinya kian bergetar, wajahnya pun pasti memerah, karna ungkapan dari lelaki itu sangat tulus dan sangat mendebarkan, bahkan sekarang ia tak bisa menatap lelaki dihadapannya karena takut parasnya yang memerah akan dilihat lawan bicara, dan pada kenyataannya paras nya yang memerah sudah terlihat di manik hitam lelaki itu, yang membuat lelaki itu tersenyum melihat gelagat Naira.

Naira berusaha menetralkan perasaannya lalu kembali bicara.

"Saya ingin pulang, tolong minggir."

"Saya juga ingin pulang, tolong jawab," Putra mengulang perkataan wanita itu, dengan membedakannya di akhir kalimat.

Naira yang sudah hampir habis kesabaran karna tingkah Putra langsung berkacak pinggang. "Saya dosen kamu, kenapa kamu sangat kurang ajar, tak memberi ruang untuk saya lewat?"

"Ibu memang dosen saya, tapi itu berlaku kalau di kelas, kalau di luar kelas ya beda."

Masa bodo dengan Putra, Naira mendorong dada bidang Putra, yang membuat Putra hampir terjungkal kebelakang karna hilang keseimbangan.

Naira berhasil lolos dari Putra, tapi ia kembali berhenti sejenak karna mendengar penuturan dari lelaki itu.

"Ibu jangan dekat-dekat dengan Pak Restu, saya tidak terima," ucap Varo, ia menghela nafas sejenak, lalu melanjutkan perkataannya.  "dia bukan orang yang cukup baik, dia tidak pantas dengan ibu. Saya tidak tau batas sabar saya sampai mana jika dia terus mengejar ibu secara terang-terangan. Saya harap Ibu tidak termakan dengan rayuan dan gombalan manisnya. Dan jangan salahkan saya jika saya akan menghajar dia kalau dia lewat batas pada Ibu."

avataravatar
Next chapter