4 Kenalan

Sedari tadi Dosen yang mengajar dikelas Adela sudah pergi. Dan sedari tadi pula Adela merasa hawa kelasnya terasa panas, padahal Ac di ruangan ini masi menyala.

"Nama lo siapa?". Kini orang yang sedari tadi di samping Adela akhirnya buka suara juga. Kalau kalian pikir orang yang dimaksud adalah Varo. Kalian memang benar.

Selepas kepergian Dosen tadi, Varo sudah berpindah tempat duduk tepat di samping Adela. Bahkan dengan lancang Varo mengusir teman Adela yang duduk di bangku samping Adela. Menyuruh teman Adela untuk pergi dari ruangan itu, meninggalkan Varo dan ketiga teman absurtnya itu. Walaupun terlihat brandal, Varo masih tau hukum agama, yang melarang laki-laki dan perempuan berduaan di tempat yang sepi. Makanya Varo menyuru teman trio kampretnya tetap duduk di belakang.

Sebelum manjawab pertanyan Varo, Adela mengangkat kepalanya yang sedari tadi menunduk.

"Nama saya Adela kak."

"Adela siapa?" tanya Varo. Sambil memperhatikan tingkah wanita yang didepannya, yang kembali menunduk. Varo bahkan heran kenapa wanita ini sangat suka menunduk. Apakah dia takut jatuh cinta kalau melihat ketampanan Varo?

Autor harap kalian bisa maklum ya.

Varo memang memiliki tingkat percaya diri yang terlampau tinggi.

Tapi memang benar, kalau Varo itu ganteng banget.

"Adela Magfira," ujar Adela. Varo mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti.

"K-kak," ucap Adela tampak ragu. "Aku minta maaf ya. Soal kemaren aku tidak sengaja nabrak kakak." Sebenarnya Adela merasa canggung untuk meminta maaf. Pasalnya Adela kan memang ngak sepenuhnya bersalah. Tapi ngak papa mengingat nasehat Ibunya tadi pagi agar meminta maaf pada orang yang ia tabrak.

"Kalau gue ngak_"

Belum lagi Varo menyelesaikan omonganya udah di potong duluan sama Adela.

"Tugas ku hanya minta maaf. Urusan dimaafkan atau tidak itu urusan kakak sama Alloh. Yang penting aku udah minta maaf." Adela mengucapkan kalimat itu seraya menatap Varo.

"Lo tuh, selain ceroboh ternyata bawel ya. Gue belum selesai ngomong, loh udah main-main potong aja," serga, Varo.

"Gue mau bilang sama loh, kalau gue ngak butuh lo, minta maaf sama gue. Karna kemarin gue juga lagi ngak fokus jalannya." Adela sampai melongo mendengar ucapan Varo. Pasalnya kemarin dia suruh Adela minta maaf, sekarang malah bilang ngak butuh kata maaf. Adela bingun.

"Kalau gitu, ngapain kakak kemarin ngotot biar aku minta maaf, sama kakak." Sungguh Adela sangat bingung dengan sikap Varo.

"Gue cuma mau ngerjain lo doang, kemarin." Varo berujar tampa ada rasa bersalah. Lihatlah betapa miris tingkahnya.

Adela sebenarnya ingin sekali menjambak rambut Varo sengken gregetnya. "Tahan Adela, maklumin aja mungkin nih orang kurang kerjaan makanya ngerjain orang lain." Monolog Adela dalam hati.

"Kalau gitu gue cabut dulu." Varo pun bangkit dari duduknya.

"Kak." Varo menoleh ke ara suara yang mengintrupsikannya.

"Kalau boleh tau nama kakak siapa?" Bukan apa-apa, Adela tanyak namanya, biar nanti kalau orang tuanya nanyak, apakah Adela sudah minta maaf sama orang yang ia tabrak itu, Adela bisa jawab. Trus kalau orang tuanya nanya nama orang yang sudah buatnya kesal sampe ubun-ubun. Adela juga bisa jawab.

Varo tidak menyangka kalau masih ada mahasiswa yang belum tau namanya. Varo, mahasiswa yang sering jadi bulan-bulanan dosen, tukang rusuh tapi pintar, suka bertingkah semaunya, tukang onar. Ternyata masih ada yang belum mengenalnya. Sunggu Varo tidak menyangka.

"Lo serius nanya nama gue, atau lo cuman pura-pura ngak tau nama gue?" Adela malah bingung, dia yang bertanya tapi kok malah Varo balik nanyak sih.

Belum lagi Adela memnjawab ucapan Varo. Ada tamu yang tak di undang, malah menyambar. Siapa lagi kalau bukan Danu si tukang rusuh.

"Dek, namanya itu Alvaro Pramugraha. Biasanya sih kita-kita panggil Varo. Dia tuh orangnya bandel, suka iseng, tukang ganggu, situkang onar, ucapannya pedes, hidupnya amburadur. Loh, mening jauh-jauh dari dia. Dan loh dekat-dekat sama kakak aja." Danu mengkedipkan sebelah matanya pada Adela. Adela auto merinding melihat tingkahnya.

Varo menjitak kepala Danu. "Lo kalau mau jelek-jelekin gue, dibelakang gue aja bisa ngak sih. Ngak usah depan gue, setidaknya biar gue ngak tau." Varo nampak emosi melihat tingkah konyol Danu. Sedangkan Putra dan Odit sudah tertawa terbahak-bahak. Pasalnya apa yang Danu katakan barusan memang fakta.

"Kalau ngomongin orang di belakangnya, itu namanya ghibah kak. Dan ghibah itu berdosa, dilarang sama Alloh." Mereka berempat langsung melihat ke arah Adela  yang baru buka suara.

"Masyaalloh, calon istri gue ternyata alim ya," ucap Danu. Danu, memang suka buat ulah.

"Ehhh, kutu beras. Lo ngaca dikit dong, kalau loh ngak punya kaca bilang, biar Babang beliin.  Lo sadar dong, mana ada cewek baik, alim, dan cantik kayak dia mau sama cowo petakilan kayak loh." Jangan tanya siapa yang baru bicara, yang jelas bukan Varo. Tapi Odit. Varo sama Odit memang kalau udah bicara itu hampir sama, sebelas dua belas. Sama-sama nyelekin.

"Ehh, mahluk astral, gue ini ngomong apa adanya, kalau Adek ini  mau sama gue, gue bakalan jadiin istri." Danu menatap Adela. "Dek, loh mau ngak sama kak Danu yang ganteng ini?" Danu bertanya seraya menyurai rambut hitamnya ke belakang. Biar terlihat ala-ala cool boy gitu.

Tampa pikir panjang Adela langsung menggelengkan kepalanya, tanda bahwa ia menolak. Danu tersenyum getir, melihat jawaban Adela, belum juga apa-apa cintanya sudah di tolak, mentah-mentah. Sedangkan Varo, Putra, dan Odit. Jangan tanya, mereka sekarang sudah tertawa sekeras mungkin, menertawakan keterpurukan sahabat yang ke PD annya ini, yang melampauhi batas normal alias tingkat akut.

Setelah kejadian singkat di kelas tadi, Adela sudah merasa lega, ternyata orang yang ia anggap aneh. Kenyataannya memang benar. Aneh!

Tapi Adela juga senang sih kenal sama Varo and the gengs nya, yang sifatnya hampir sama. Sama-sama konyol. Kalau di perhatikan kayaknya cuman Putra yang lebih waras diantara mereka. Soalnya dari tadi Putra ngak banyak bicara kayak ketiga manusia itu.

"Del, lo ngak diapa-apainkan, sama kak Varo." Wah kok bisa temanya tau nama kakak seniornya itu, padahal Adela yakin kalau mereka ngak dekat, bahkan bicaraan aja ngak pernah.

Perihal kejadian tadi, dan insiden yang kemarin, Adela sudah menceritakannya pada Dewi.

"Wi, kamu kok tau, kalau namanya Varo," tanya Adela pada Dewi. Kenalinya kawan Adela namanya Dewi Handayani. Biasanya di panggil Dewi.

"Ya tau lah, orang kak Varo itu kan suka bikin ulah dikampus, sering nyindir dosen, tapi kak Varo itu pintar, ganteng, badannya beuw kekar abis. Haduh, kak Varo itu tipe gue bangetlah. Pokoknya satu kata untuk kak Varo perfect." Dewi sampai senyum-senyum menceritakannya.

Sekarang Adela tau, kenapa pas ia, menyakan nama Varo. Varo seolah ngak percaya kalau masih ada orang yang belum mengenalinya. Ternyata dia orangnya famous dikalangan maha siswa dan Dosen. Cuman Adela mungkin yang ngak kenal. Karna Adela memang orangnya kurang peka, dan acuh sama orang yang ngak di kenal. Sama kayak autor, hehehe ngak, autor becanda kok.

"Tapi serius, loh ngak kenal sama kak Varo sebelumnya?" Adela mengangguk, seraya nyengir kuda.

"Kan aku, baru tanya namanya tadi. Makanya baru tau."

"Lagian ngapain sih, gue nanyak gitu! Pasti lo ngak kenal kak Varo. Orang loh cuek nya minta ampun. Tingkat pekanya juga di bawah standar."

"Gini-gini aku tuh perhatian sama kamu ya," ucap Adela. Adela kurang setuju dengan definisi dirinya, yang baru Dewi katakan.

"Ihhhh, Adela sayang maaf ya, gue tuh cuman becanda, tapi jujur." Tuh liat Dewi udah minta maaf tapi sekalian buat kesal lagi. "Del, jangan merajuk gitu dong, serius aku cuman becanda. Loh memang teman terbaik yang perna ada."

"Kamu ngak usah muji-muji aku kayak gitu. Kalau ujung-ujungnya mau di jatuhin juga," jawab Adela dengan sinis.

"Hahahahah." Bukannya tersindir Dewi malah tertawa. "Lo tuh ternyata ngambekannya sekarang. Kenapa ya? Apa mungkin gara-gara jumpa kak Varo, sifat sinisnya nular." Dewi kembali tertawa dengan keras, bahkan mengundang perhatian orang yang berlalu lalang di depan mereka.

Adela sampai meringis malu, melihat orang-orang yang sedari tadi memperhatikan mereka.

"Ihhhh, kamu bisa diam ngak sih. Lihat tuh orang-orang pada liatin kita." Barulah kini Dewi menghentikan tawanya, ia menyeka airmata yang sempat keluar dari pelupuk matanya karna tawanya yang begitu keras.

"Hehehe, sory ya gue lepas kendali." Dewi menunjukkan nyengir kuda, tak berdosanya.

"Terserah kamu aja. Aku mau masuk kelas aja, sebentar lagi jadwal kuliah kita. Kalau kamu mau ikut, hayok." Tampa mendapat jawaban dari Dewi. Adela udah melongos pergi, tapi persekian detik kemudian Dewi sudah menggandengkan tangannya pada lengan Adela.

"Yaudah, kalau gitu kita berangkat ke kelas ya beb." Adela tidak menjawab, mereka sekarang pergi menuju kelas.

Hari ini Adela cuman masuk dua jam matakuliah. Ia sudah selesai kuliah. Sekarang tinggal menunggu angkot dan pulang ke rumah. Biasanya sih kalau pulang Adela itu, nebeng sama Dewi. Tapi karna tadi Dewi ada jadwal kumpul sama Dosen pembimbing akademik atau sering disebut Dosen PS. Yang pastinya akan membuat Adela menunggu lama, maka Adela memilih pulang duluan aja, toh Dewi juga ngak enakan kalau nyuruh Adela nunggu. Pasti bakalan lama, soalnya Dosen PS Dewi adalah ibu Sari, yang kalau udah ngomong suka lupa waktu. Kebablasan sampe berjam-jam tanpa minum malah.

Ketika Adela ingin memasuki angkot, ia tidak sengaja melihat seorang Nenek-nenek yang mau menyebrang. Namun terlihat ragu. Tanpa pikir panjang Adela pun mau membantu nenek itu.

"Pak, saya ngak jadi naik angkotnya dulu ya. Ternyata saya masih ada urusan yang belum selesai," ucap Adela pada supir angkot yang mau dinaikinya.

"Ya, si Enneng, kasih harapan palsu aja sama Bapak. Yaudah kalau gitu ngak papa Neng." Bapak supir angkot itu, ternyata baik hati. Adela pikir dia bakalan dimaki, kayak supir angkot yang lain, yang perna Adela lihat, ketika seseorang tidak jadi menaiki angkotnya.

"Terimakasih ya pak. Kapan-kapan saya bakalan naik angkot bapak deh," ucap Adela.

"Sok atuh Neng, ngak papa. Ngak usah sungkan." Setela mengatakan itu Bapak supir angkotpun melaju. Adela langsung mendatangi nenk tua itu.

"Nenek kenapa? Nenek mau nyebrang ya?" tanya Adela berurutan.

"Iya nak, nenek mau nyebrang, tapi nene takut. Soalnya pandangan nenek udah rabun. Nenek takut nanti ada yang nabrak. Kamu mau bantu nenek nyebrangngak?" Adela bahkan sengaja menjumpai nenek itu untung membantunya menyebrangi jalan.

"Tentu nek, kalau gitu ayok Adela bantu nenek." Adelapun mengambil tangan nenek untuk ia pegangi.

Sesampainya di sebrang jalan. "Makasih ya nak, sudah mau membantu nenek. Kalau gitu nenek pamit dulu. Dari tadi sebenarnya anak nenek udah nunggu nenek." Nenek tetsebut mengusap kepala Adela dengan lembut.

Adela menyalim nenek tua itu terlebih dahulu. "Kalau gitu nenek hati-hati ya. Adela juga mau pulang dulu." Perlu diketahui, kalau Adela berbicara dengan orang yang dekat dengannya dan orang tua, biasanya Adela menggunakan nama. Karena dia rasa kalau bicara pake namanya lebih terdengar sopan dan santun.

Setelah kepergian nenek tua itu, barulah Adela kembali menaiki angkot untuk ia pulang ke rumah.

Tanpa sepengetahuan Adela ternyata ada seseorang yang sudah memperhatikannya sedari tadi, bahkan senyumpun terpatri di bibirnya. "Ternyata selain ceroboh dan bawel lo juga orang yang baik hati." Monolognya dalam hati.

Autor rasa tanpa autor kasih tau siapa orang itu. Pasti kalian juga tau ya kan!

Maaf ya kalau alurnya ngak menarik.

Dalam cerita juga masih banyak typo.

Tapi aku berharap semoga kalian menyukai cerita ini :)

Selamat membaca dan menikmati 💛

avataravatar
Next chapter