23 Identitas palsu

Dicariin, ngak dapet-dapet, giliran ngak dicariin tiba-tiba nongol. Dibilang itu tuyul, bukan karna terlalu besar, dibilang itu setan, bukan juga, karna terlalu tampan.

Kini Varo bingung sendiri, laki-laki menyebalkan yang ia cari-cari sedari tadi di kampus, kini sudah duduk selonjoran di depan pintu apartemen Varo, sambil memainkan game di smart phone nya, kenapa Varo tau dia lagi main game? Karena suara yang terdengar di pendengarannya sudah sangat familiar. Dan lagi apa coba maksudnya dia datang tanpa di undang, dan mungkin pergi tanpa pamit lagi, persisi seperti jelangkung.

Varo yakin kalau pria itu tidak menyadari ke hadirannya, karna dia terlalu sibuk dengan dunianya. Oke, tak apa karna Varo juga ingin mengintrogasi pria itu perihal tragedi kemaren. Ya, tragedi datang dan pergi sesuka hatinya.

"Lo ngapain disini."

"Astaga." Hp yang di gengaman Riky terjatuh karna kaget.

"Losser." Bunyi dari Hp Riky yang jatuh.

"Yah, jadi mati, lo sih ngagetin gue, padahal tinggal sikit lagi gue udah mau menang." Gerutu-an itu terdengar jelas di pendengaran Varo. Tapi masa bodo Varo ngak peduli dan ngak mau di salahkan.

"Lo ngapain di depan apartemen gue?"

"Mau nginep lagi, boleh kan?" Seenak jidatnya ngomong.

"Lo pikir ini kosan nenek moyang loh, jadi bisa sesuka jidat keluar masuk?" Varo ngegas dong.

"Gue udah nungguin lo dari pagi, masa di ajak masuk aja kagak?"

Baiklah seperti nya omongan Riky tidak usah dipedulikan, karna Varo masih penasaran tentang Riky yang sebenarnya.

"Lo kok pigi dari tempat gue kemarin, ngak ngasih tau gue, padahal gue udah bela-belain bantuin lo malam itu!" Varo bukan mau ngungkit-ngungkit jasa, cuman dia butuh penjelasan atas situasi sekarang. Terlebih karna dia tau kalau Riky di incar sama orang.

"Makanya lo ajak gue masuk dulu dong, biar gue ceritain, kan kalau cerita di sini kurang menarik." Riky melihat sekeliling, yang melihat beberapa orang lalu lalang, maklumlah bayak orang karna ini adalah apartemen bukan rumah yang  hanya di tempati satu keluarga saja.

Varo menggambil kartu apartemennya lalu memasukkannya dan mengisi kode pinnya di pintu masuk. Ketika pintu itu terbuka Riky langsung masuk tanpa di persilakan.

"Ini apartemen gue, apa apartemen lo? Seenaknya aja main tiduran di sini?" sindir Varo. Yang disindir tak urung bangkit dari pembaringannya yang nyaman.

Masuk kerumah orang seenaknya, tidur di sopa orang se sukanya, bahkan ia sudah menarik car berisi roti keju itu dan memakannya tanpa izin dan permisi, padahal pemiliknya ada di depan mata.

"Lo ngak makan selama sebulannya?" Varo memang orangnya agak lebay kalau udah kek gini. Siapa coba yang bisa hidup kalau ngak makan selama sebulan. Tapi yang ditanya malah menganggukkan kepala tanpa repot-repot menjawab, berhubung mulutnya masih di penuhi oleh roti keju itu.

Varo geleng-geleng kepala melihat ulah pria di depannya yang tak tau diri.

"Uhuk uhuk uhuk." Riky keselek, "ambilin minum dong, uhuk uhuk."

"Ambil aja sendiri, punya kakikan."

"Kurang ajar banget loh sama tamu sendiri." Riky berlalu ke arah dapur untuk meredakan batuknya. Setelah reda barulah ia kembali ke hadapan Varo.

Riky yang merasa di layangkan dengan tatapan seribu mata elang yang melangsar, merasa tidak nyaman.

"Ehmm, kalau mau nanyak ya tinggal tanya aja ngak usah liatin gue gitu kali, risi gue."

Oke, baiklah sekarang Varo akan menanyakan semuanya.

"Lo jawab gue dengan jujur, awas kalau lo boong," ancam Varo. Riky me-ngangguk.

"Kenapa lo ngak masuk kelas hari ini." Riky pikir apa yang mau ditanyakan ternyata itu toh.

"Gue, malas." Alasan yang sangat cocok bagi Varo, walaupun alasan itu tidak patut di benarkan.

"Kenapa loh, pergi dari apartemen gue, tanpa ngasih tau?" Riky menarik nafas sebentar, kemudian menjawab

"Gue, pernah bilang, ngak semua cerita bisa di ceritain ke orang lain, dan gue rasa itu privasi gue."

"Gue tau maksud loh, tapi lo udah terlanjur ikutin gue dalam masalah pribadi lo, dan gue rasa gue harus tau." Varo menatap Riky, "kemarin gue jumpa dua orang yang ngejar-ngejar loh malam itu." Riky terkejut bukan main, dan Varo tau itu, sangat terlihat jelas wajah terkejut Riky yang tak menyangka akan hal itu.

"L-lo k-ketemu mereka di mana?" Bahkan Riky jadi gugup kala Varo mengetahui sesuatu prihal dirinya.

"Ngak perlu loh tau, yang seharusnya lo kasih tau ke gue, kenapa loh sempat di kejar-kejar mereka, dan lagi gue rasa lo bukan orang sembarangan," Varo menggantungkan perkataannya sejenak, "gue juga dengar kalau mereka nyebut lo dengan sebutan 'tuan muda' itu artinya lo bukan orang biasakan?" Keterkejutan Riky tidak hanya sampai disana, ia tak tau kenapa Varo bisa tau prihal dirinya, bahkan disaat dia belum memberi tahu prihal dirinya pada orang lain. Riky memang sudah membulatkan niat, membagi cerita tentang dia pada Varo, tapi ternyata Varo sudah lebih dulu mengetahui tentangnya.

Baiklah sekarang Riky akan coba menjelaskan siapa dirinya.

"Gue sebenarnya, anak dari seorang pengusaha kaya raya," ucap Riky, tapi entah kenapa mengatakan dirinya anak orang kaya tidak membuat dia bahagia atau sedikit bangga. Dia malah terlihat seperti orang menyedihkan.

"Orang kaya yang menyedihkan," lanjut Riky. Ingin rasanya Varo memotong pembicaraan, namun urung ia lakukan, mungkin sekarang lebih baik ia harus menjadi pendengar budiman, karna Varo yakin masalah Riky sangatlah berat.

"Punya Ayah yang kaya raya, tapi hobby main cewe, sampai-sampai mama gue mati bunuh diri." Riky tertawa menertawakan nasibnya sendiri.

Sedangkan Varo ia tak bisa berkutik sama sekali, ia syok mendengarkan cerita pahit Riky. Sama halnya sepertinya dia juga korban broken home, tetapi kisah mereka berbeda. Dan mungkin dapat Varo katakan cerita Riky lebih menyakitkan dari kisah keluarganya.

"Gue, kabur dari rumah, gue ngak mau, dan ngak bakalan sudih tinggal seatap sama laki-laki jalang kayak dia." Dia yang Riky maksud adalah ayahnya sendiri. "Tapi sejauh apapun gue lari, dia selalu nyuruh orang buat cari gue, walaupun gue tetap bisa kabur dan menghindar, dengan berbagai cara licik yang gue lakuin," ucap Riky letih, ia mengusap kasar wajahnya.

"Tapi mau sampai kapan gue, hidup kayak buronan? tidak bisa tenang dan bahagia. Gue ingin bebas, hidup dengan diri gue sendiri tanpa ada campur tangan Dia." Riky menghela nafas prustasi yang kesekian kalinya.

"Asal loh tau Var," jeda Riky sebentar, "gue udah menggunakan berbagai cara untuk menghindar dari dia dan semua suruhannya, bahkan gue sampai membuat identitas Palsu."

avataravatar
Next chapter