webnovel

Diusir

"Pergi kau dari sini! Aku tidak sudi lagi menampung wanita tidak berguna sepertimu!" teriak Sebastian dengan suara menggelegar. Ela menggelengkan kepalanya dengan cepat sembari memeluk kaki suami yang sudah mendampinginya selama delapan tahun pernikahan itu.

"Tidak, Bas. Aku mohon! Katakan padaku apa kesalahan yang sudah kuperbuat. Aku akan berusaha untuk memperbaikinya semampuku, Bas. Namun, aku mohon jangan usir aku dari rumah ini." Ela memeluk erat kaki Sebastian tanpa perduli dengan kondisinnya yang tampak acak–acakan.

"Lepaskan aku! kau itu cacat, Ela! aku tidak mau punya istri cacat sepertimu!" Air mata yang sejak tadi ditahan Ela perlahan menetes saat mendengar kejujuran yang terucap dari mulut suaminya.

"Tapi ini semua bukan kesalahanku, Bas. Tidak ada seorangpun yang mau cacat sepertiku. Aku seperti ini juga karena menyelamatkanmu, tapi kenapa kau berubah? Bukankah kita saling mencintai? Kau pernah berjanji tidak akan pernah meninggalkanku, maka tepat janjimu itu, Bas. Seperti halnya janji seorang lelaki sejati," ucap Ela sembari menatap suaminya dengan tatapan lembut.

"Sudah? Sudah ceramahnya? Kau pikir aku bodoh, hah! Aku Sebastian seorang taipan kaya raya, aku tidak mau punya istri yang tidak memiliki kaki sepertimu! Cepat pergi dari rumahku, sebelum aku bertindak kasar padamu Ela!" Sebastian menyentak tangan Ela yang sejak tadi bergelanyut di kakinya dan mendorong tubuh istrinya itu dengan kasar tanpa memperdulikan teriakan yang keluar dari mulut Ela.

"Bas! Kau mau kemana? Aku tidak mau pergi dari rumah ini. Kita sudah menikah selama 8 tahun dan aku juga berhak untuk tinggal di rumah ini!" teriakan Ela membuat Sebastian menghentikan langkahnya. Melihat suaminya berbalik dan berjalan mendekatinya, tanpa sadar tangan Ela yang bergetar menyeret tubuhnya semakin menjauh dari Sebastian.

"K-kau mau a-apa?" Ela beringsut semakin menjauh saat matanya menangkap pergerakan tangan Sebastian yang ingin menyentuh pipinya. Ela menepis tangan Sebastian yang berusaha untuk menyentuh dirinya, yang tanpa disadari Ela hal itu malah memancing amarah Sebastian semakin memuncak.

"Kau bilang apa? Berhak untuk tinggal di rumah ini? Heh! Kau itu hanya gadis kampung yang kebetulan aku pungut dari jalanan! Jika tidak ada aku, mungkin kau sudah mati atau menjadi wanita murahan yang menjual diri di luar sana demi bertahan hidup," desis Sebastian dengan tatapan yang menusuk.

"Jangan menghinaku, Bas! Aku seperti ini juga karena menolongmu. Jika tidak ada aku, mungkin wajahmu sudah menghiasi seluruh siaran televisi dan koran yang ada New York dengan judul seorang taipan kaya yang buntung dan menyedihkan!" balas Ela tak kalah sengit.

Sebastian langsung menampar Ela karena kata-kata yang keluar dari mulut perempuan itu sangat mengganggu indera pendengarannya.

Beberapa menit berlalu dengan keheningan yang mencekam setelah Sebastian melayangkan pukulan pada Ela. Wajah Sebastian tampak merah padam dengan tangan yang masih berada di udara.

Ela menatap tak percaya ke arah suaminya. Selama delapan tahun pernikahan mereka, tidak pernah sekalipun Sebastian berani main tangan pada dirinya. "Bas, kau jahat!" teriak Ela dengan ekspresi tidak percaya.

Ela beringsut maju dan berusaha untuk naik ke atas kursi roda yang sudah menemaninya sejak beberapa bulan yang lalu. Tanpa memperdulikan Sebastian yang masih terpaku di tempatnya, Ela pergi dari sana dan meninggalkan sang suami sendirian dengan hati penuh rasa tidak percaya.

Airmata mulai menetes dengan deras dari mata Ela begitu dirinya masuk ke dalam kamar pribadinya. Dengan hati yang teramat sakit, Ela menutup semua foto dirinya bersama Sebastian termasuk foto pernikahan mereka berdua. Ela masih tidak menyangka jika Sebastian bisa melakukan hal setega itu dengan mengusirnya dari rumah hanya karena dirinya cacat dan tidak bisa menjalankan aktivitas seperti dulu.

"Kenapa, Bas? Apa salahku sampai kata menyakitkan itu keluar dari mulutmu? Apa karena sekarang aku cacat? Aku begini juga karena dirimu, Bas!" teriak Ela sembari menatap foto Sebastian yang seolah–olah menatapnya dengan tatapan merendahkan.

"Akan kupastikan kita berdua tidak akan pernah bercerai. Bahkan jika kau berlutut di kakiku sekalipun, karena aku tidak akan pernah melupakan penghinaanmu hari ini sedikitpun," tukas Ela dengan suara rendah.

Berhari–hari berlalu dilewati Ela dengan keheningan di rumah besar yang ditempatinya selama delapan tahun terakhir. Ela menghela nafas pelan saat dirinya melihat Sebastian berjalan melewatinya begitu saja tanpa menengok sedikitpun. Berusaha untuk berdamai dengan suasana, Ela mendorong kursi rodanya menghampiri Sebastian yang sedang berdiri di depan pantry.

"Bas, maafkan aku ya. Aku tidak bermaksud untuk menyinggung perasaanmu, tapi jujur saja hatiku sakit saat kau mengingatkan kalau sekarang kondisi fisikku sudah berbeda dari yang dulu," bujuk Ela sembari meraih tangan Sebastian yang berada tepat di sampingnya.

Melihat Sebastian yang tidak menghiraukan dirinya sedikitpun, Ela berusaha untuk merapatkan tubuhnya dengan pria itu dan memeluknya dengan erat. Ela bergumam di sela–sela pelukannya, "Aku akan berusaha sekuat mungkin untuk mempertahankan pernikahan kita berdua. Aku yakin kau hanya lelah karena mengurusku, dan aku percaya dengan kekuatan cinta kita berdua."

Tanpa disangka-sangka, Sebastian mendorong tubuh Ela yang sejak tadi memeluknya. Mengaduh pelan, Ela kembali berusaha untuk mendekati Sebastian dengan senyum yang terlihat dipaksakan. "Bas, ada apa denganmu? Jika kau lelah, aku bisa memijitmu seperti dulu," ucap Ela sembari berusaha untuk mempertahankan senyuman di bibirnya.

"Bukankah semuanya udah jelas? Aku tidak suka lagi hidup bersamamu. Kau jelek, lusuh dan yang terpenting sekarang kau sudah cacat. Apa lagi yang bisa kubanggakan darimu? Kau hanya mejadi beban jika terus bersamaku," sarkas Sebastian.

Mata Ela kembali berkaca – kaca setelah mendengar ucapan Sebastian yang sangat menyayat hatinya. Melihat tatapan tajam yang dilayangkan Sebastian, sebisa mungkin Ela menahan isakannya dan berlalu pelan menjauh dari pantry dengan suasana hati yang berkecamuk.

Ela kembali ke dalam kamarnya dan tangisnya pecah tepat setelah dirinya menutup pintu. Lagi dan lagi Ela harus menguatkan dirinya demi mempertahankan pernikahannya dengan Sebastian yang sudah berjalan kurang lebih delapan tahun.

Tanpa sadar, Ela jatuh tertidur dengan air mata yang masih menetes dari matanya. Beberapa jam berlalu, Ela dibangunkan dengan suara gedoran pintu dan teriakan yang sangat memekakkan telinga.

Ela berusaha untuk bangkit dan segera membukakan pintu yang terus-terusan digedor seseorang dari arah luar. Setelah membukakan pintu, Ela mengernyitkan alisnya saat melihat seorang wanita seksi berdiri tepat dihadapannya. Dengan wajah heran, Ela tetap berusaha untuk bertanya kepada wanita itu. "Maaf, Anda siapa? dan kenapa Anda berani sekali masuk ke rumah ini bahkan menggedor pintu kamar saya?"

"Kau! Kau tidak tau siapa aku? Aku pemilik baru rumah ini," jelas wanita itu yang kemudian memperkenalkan dirinya dengan nama Luna.

"Pemilik baru? Rumah ini milikku dan Sebastian." Luna terkekeh saat mendengar penjelasan yang keluar dari mulut Ela. Dengan kasar Luna menarik dan mendorong kursi roda yang diduduki Ela menuju luar rumah. Luna seolah – olah menulikan pendengarannya dan tidak peduli dengan berbagai macam sumpah serapah yang Ela tujukan padanya.

Next chapter