webnovel

Kau Merindukanku?

Translator: Wave Literature Editor: Wave Literature

Sopir yang mengantar Qiao Mianmian melihat wanita muda itu keluar dengan tangan kosong dan bertanya, "Nyonya, apakah tidak ada pakaian yang Nyonya sukai?"

Qiao Mianmian tidak menjawab pertanyaan tadi dan malah mencondongkan kepalanya untuk bertanya, "Paman Li. Apakah Paman Li tahu nomer ponsel Mo Yesi?"

Paman Li terdiam sejenak sebelum menjawab, "...Saya tahu."

"Baiklah. Berikan nomornya padaku."

Paman Li hanya bisa terdiam dan berpikir, Bahkan Nyonya tidak memiliki nomor ponsel Tuan?! Meskipun hatinya merasa bingung, ia cepat-cepat mengeluarkan ponselnya dan mencari nomor ponsel Mo Yesi. Qiao Mianmian mencatat nomor itu di ponselnya dan langsung menelepon Mo Yesi. Setelah panggilan tersambung sangat lama, akhirnya ada yang mengangkat.

"Halo." Terdengar suara yang dingin dan rendah, sedikit asing, serta acuh tak acuh.

Qiao Mianmian terdiam beberapa detik sebelum berkata, "...Ini Qiao Mianmian."

Mo Yesi terdiam sesaat sebelum bertanya, "Ini nomor ponselmu?"

Qiao Mianmian tidak tahu apakah ia hanya berhalusinasi, namun ia merasa bahwa nada suara Mo Yesi tidak sedingin itu setelah menyebutkan namanya. Suara Mo Yesi terdengar sedikit lembut dan lebih ringan. "Hm," ia mengangguk.

Mo Yesi terdiam untuk sementara waktu. Setelah sekian detik, ia berkata lagi, "Aku telah menyimpannya. Kau juga bisa menyimpan nomor ponselku."

"Baik, aku akan menyimpannya!" jawab Qiao Mianmian.

Qiao Mianmian semakin meremas ponselnya dengan erat. Awalnya, ia ingin membicarakan lebih banyak hal. Namun, kini ia merasa agak menyesal telah menelepon Mo Yesi. Mereka baru menikah kurang dari sehari. Meskipun Mo Yesi sudah menjadi suaminya, itu semua hanya di atas kertas. Jika ia hanya menelpon untuk meminta bantuan Mo Yesi, tidakkan hal itu membuat Mo Yesi berpikir bahwa ia merepotkan? Masalahnya, ia benar-benar sangat marah setelah orang-orang seenaknya sendiri memanggilnya pencuri. Jika amarah ini tidak bisa dilampiaskan hari ini, ia pikir ia akan menyerah saja pada kematian.

"Kenapa kau terpikir untuk meneleponku? Kau mulai rindu padaku?" tanya Mo Yesi.

Suara Mo Yesi yang dalam terdengar menggoda Qiao Mianmian, seakan pria itu langsung berbicara ke telinganya. Tiba-tiba, wajah Qiao Mianmian memerah. Bagaimana aku bisa menjawab perkataan itu? pikirnya. "Tuan Mo…"

"Panggil saja namaku atau panggil aku 'Suami'. Aku tidak ingin mendengarmu memanggilku Tuan Mo lagi," kata Mo Yesi. Nada bicara pria itu tegas, mendominasi, dan tidak menerima penolakan hingga membuat Qiao Mianmian hanya bisa terdiam. "Aku sedang dalam perjalanan dan akan tiba di sana sekitar 20 menit lagi. Jika kau lapar, kau bisa memesan terlebih dulu dan tidak perlu menungguku."

"Ya, aku tahu."

"Qiao Mianmian?" Mo Yesi tiba-tiba memanggil namanya.

"Ya?"

"Apakah ada sesuatu yang ingin kau katakan padaku?"

Qiao Mianmian ragu-ragu untuk beberapa detik sebelum bertanya dengan lembut, "Aku sedang berada di Mal Shengdong. Aku dengar Paman Li bilang bahwa mal ini milik keluarga Mo. Benarkah begitu?"

Mo Yesi menjawab singkat, "Ya."

"Berarti bisa dibilang begitu…"

"Hah?"

"Berarti aku juga termasuk nyonya pemilik mal ini, kan?" tanya Qiao Mianmian.

Setelah selesai bicara, wajah Qiao Mianmian terlihat begitu bangga. Mo Yesi tampaknya sedikit terkejut mendengar Qiao Mianmian mengatakan hal seperti itu. Setelah hening beberapa detik, Mo Yesi tersenyum dan menjawab, "Tentu saja."

"Lalu... Jika Nyonya Bos merasa bahwa kualitas pegawai tidak baik dan etiket kerjanya terlalu buruk, bisakah dia memecatnya?"

Qiao Mianmian memang sedikit keras kepala, namun kini ia menunggu dengan gugup karena ia takut Mo Yesi akan menolaknya. Ia takut dianggap tidak tahu malu dan terlalu kaku. Setelah terdiam beberapa saat, Mo Yesi bertanya dengan suara berat dan nada bicaranya mendadak menjadi lebih dingin, "Kau diganggu oleh seseorang?"

Next chapter