1 Part 1

#Dia_Yang_Setuju_Berkhianat

Karya : Ariani Septian

"Gimana Nin?". Tanya suamiku dengan penuh harap. Disebelahnya ada Ibu Mas Daffa.

"Negatif mas", dengan lirih aku menjawab pertanyaan suamiku.

Entah sudah keberapa puluh kali hasilnya selalu seperti ini. Garis 2 di test pack tak kunjung datang. Tak terhitung sudah berapa ratus juta rela aku gelontorkan hanya untuk mewujudkan impian akan kehadiran momongan. Segala cara telah aku coba, dari berobat ke Dokter spesialis terbaik di negeri ini, puluhan obat herbal yang konon katanya bisa menyuburkan kandungan, hingga program bayi tabung pun telah aku lakukan. Tetapi tetap saja hasilnya nihil. Allah SWT tetap belum berkenan menitipkan amanahnya dalam kandunganku.

Dengan kasar Ibu mas Daffa menarik lenganku.

"Sudah ibu katakan. Kamu itu mandul Nindy..mandul. Dasar wanita tak berguna"

Bagai tersayat sembilu, hatiku sakit. Bagaimana mungkin wanita yang begitu aku hormati ini berkata setajam itu.

"Tapi Bu, kami sudah berkali-kali periksa ke Dokter, dan kita tau pasti, hasilnya kami berdua subur. Hanya memang Allah belum mempercayakan kepada kami amanahnya". Terisak-isak aku menjawab perkataan ibu mertuaku

"Alah. pasti itu cuma akal-akalan kamu kan. Pasti kamu sudah bersengkongkol dengan Dokter Wita sahabatmu itu untuk merubah hasil pemeriksaan kalian. Ibu yakin kamu pasti mandul, dan kamu merubah hasilnya agar Daffa tidak menceraikan kamu kan. Dasar wanita licik tak berguna". Teriaknya

Kutatap Mas Daffa dengan sendu. Ku genggam tangannya.

"Kita bisa cari cara lain Mas. Dokter punya cara lain dalam program kehamilan Mas. Aku yakin suatu saat nanti aku bisa hamil anak Mas", luruh aku memeluk kakinya. Memohon dukungannya seperti yang dulu biasa dilakukannya ketika hasil test pack ku selalu negatif.

"Daffa, nikahi Meisya 2 Minggu lagi, atau kamu tidak ibu akui sebagai anak lagi". Teriak ibu membuatku hancur.

Mas Daffa membungkuk memelukku. Terlihat Ia sangat stress dengan keadaan ini. Aku tau dia mencintaiku. Tapi tekanan dari Ibunya agar segera memberinya cucu tak urung membuat Mas Daffa sering dalam keadaan yang sulit bersikap.

"Bu, berilah kami waktu 3 bulan lagi". Pinta Mas Daffa.

"Tidak. Sudah berkali-kali kalian meminta Ibu sabar. Ingat Daffa. Kamu itu anak laki-laki Ibu satu-satunya. Adik-adik kamu semua sudah memberi Ibu cucu. Apa kamu mau Ibu meninggal dulu, baru kamu memberi Ibu cucu?". Ibu mertuaku benar-benar terlihat emosi.

"Apa kamu mau menjadi anak durhaka karena sudah menolak permintaan Ibu Daffa?". Kali ini nada Ibu terdengar lebih pelan, namun kalimatnya benar-benar membuat Mas Daffa tersentak.

Mas Daffa terlihat begitu frustasi, Ia terlihat bingung antara menjaga perasaanku atau menuruti permintaan Ibunya.

"Nindy sayang, Mas mohon keikhlasanmu, Mas akan segera menikahi Meisya. mas yakin pilihan ibuku tidak akan salah. Meisya masih muda. Umurnya baru 21 tahun. Pasti dia subur. Sedangkan kamu sudah berumur 34. Tidak akan mungkin kamu bisa hamil lagi". Dengan pelan Ia berkata.

Kalimat yang meluncur dari mulutnya memang sangat pelan, tapi itu lebih dari cukup untuk membuat hatiku hancur.

Ia, Mas Daffa. Laki-laki tampan dan Sholeh yang menikahiku 13 tahun yang lalu. Ia berasal dari keluarga kurang mampu. Tertatih-tatih kami melalui segala cobaan, berdua kami lewati segala rintangan. Awal kami menikah Mas Daffa hanyalah seorang pekerja dibengkel milik tetangganya. Dan aku menerima

jahitan di rumah kontrakan kami.

Dengan keahliannya dalam memperbaiki mesin mobil dan motor, dan aku menjual sawah warisan kedua orang tuaku untuk sebagai modalnya, Mas Daffa mencoba membuka bengkel sendiri. Yang awalnya hanya bengkel kecil-kecilan, namun berkat kerja kerasnya bengkel kami berkembang pesat. Hingga memilik beberapa cabang.

Dan aku yang awalnya hanya penjahit rumahan, kini bisa memiliki butik terbesar dikotaku, dengan beberapa cabang diluar kota.

Seiring dengan kesuksesan kami, tak pernah kami lupa pada keluarga. 2 adik Mas Daffa kami sekolahkan hingga menjadi sarjana. Rumah orang tua Mas Daffa yang dulu gubuk kini berubah menjadi rumah gedung. Tiap bulan Ibu Mas Daffa selalu meminta jatah bulanan hingga 10-20 juta. Bagiku tak masalah, karena uang sekarang bukan lagi masalah bagi kami

Sedangkan kedua orang tuaku tak pernah sekalipun meminta apapun pada kami, setiap kami memberi selalu ditolak. Dengan alasan kami juga butuh. Kalaupun diterima itu bukan dalam bentuk uang. Hanya dalam bentuk pakaian dan kue. Mereka terbiasa hidup dalam sederhana dan tidak neko-neko.

Dan kini, lelakiku yang sudah ku dampingi dari nol hingga sukses seperti ini dengan mudahnya berkata akan menikah lagi. Hanya karena alasan aku yang tak kunjung hamil.

Tidak ingatkan Ia siapa yg memodalinya dulu hingga bisa suskes seperti sekarang, lupakah Ia ketika Ia sakit dan kami tidak ada uang sama sekali, bahkan aku rela bekerja menjadi badut taman kota, dengan upah sehari 50.000 aku menjadi badut dari pagi hingga malam. 3 hari aku rela menjadi badut hanya untuk mencari uang untuk membawanya berobat.

Lupakah Ia bahwa anak adalah hak mutlak Allah. SWT.

"Izinkan Mas ya Nin, Mas ingin membahagiakan Ibu. Dan Mas juga sangat mendambakan tawa anak kecil dirumah ini. Sepi rasanya rumah sebesar ini tanpa gelak tawa anak kecil", ia memohon padaku

"Kita bisa angkat anak jika Mas ingin dengar suara anak kecil Mas", kataku pilu

"Tapi itu bukan anak Mas, Nin. Mas ingin anak yang dari darah daging mas sendiri". Tegasnya.

"Suka atau tidak, Mas tetap akan menikahi Meisya 2 Minggu lagi Nin. Mas mohon kamu tidak mempersulit. Mas ingin kita bahagia bersama."

Bahagia bersama?

Aku terdiam. Entah apa yang ada dipikiran Mas Daffa, bagaimana mungkin aku bisa berbahagia melihat suamiku akan berbagi cinta dengan wanita lain.

Hatiku terasa mati

Sakit ini bahkan terasa berubah menjadi bara.

Nindy yang lemah lembut telah hilang. Berganti menjadi Nindy yang dingin. Jika Mas Daffa mau menikah lagi, baiklah. Akan aku ikuti kemauannya, dengan beberapa rencana yang ada di kepalaku. Aku akan menang dengan caraku.

"Baiklah, jika itu yg Mas mau, mas boleh menikah dengan Meisye dengan beberapa syarat dariku".

"Apapun syarat yang kamu ajukan, Mas akan penuhi". Ia terlihat bahagia. Kulirik Ibu mertuaku. Ia terlihat senang karena Mas Daffa akan segera menikahi wanita pilihannya.

"Baiklah Bu. Ibupun akan menikmati hasil karena telah menyakitiku, Bu". Batinku

Bersambung

Next or stop?

avataravatar
Next chapter