webnovel

Di Penghujung Tahun

“Aku tidak mau membuang waktu untuk sesuatu yang belm jelas hilalnya. Tapi perlu kamu tahu, perasaan ini masih sama untukmu. Jadi tolong tegaskan perasaan itu untuk siapa!”—Gavriil Abisatya. “Kupikir aku sudah bersikap cukup tegas, kamu saja yang tidak bisa memahami kodenya”—Eliana Basagita.

Ade_Mawaddah · Urban
Not enough ratings
1 Chs

Salam Misterius

"Nduk mukenahmu itu loh, masih di luar," ibunya berteriak nyaring agar bungsunya bisa mendengar dari jarak kajauhan.

"Udah masuk tas bu."

"Udah apanya, ini punya siapa?"

Eliana bergegas menghampiri ibunya yang sudah terlihat gregetan.

"Loh, kok masih di luar?" Eliana heran padahal ia sudah 'merasa' memasukkannya ke dalam tas.

"Kok masih di luar," Ibunya membeo jengkel "nggak bawa mukenah nanti pakai apa kalau salat?" omelnya kemudian.

"Ya pakai mukenah bu, El ada mukenah cadangan di sana," maksudnya hanya menenangkan ibu saja tidak berniat membantah.

Ibunya menyentil dahi El, "Dibilangin kok, terserah kamu deh," ibunya sudah dalam mode ngambek, yah paling hanya kurang dari 1 menit selesai.

"oke deh, siap ibuku tersayang."

Hari ini adalah hari terakhirnya di rumah, besok sore ia harus kembali ke pondok melakoni aktivitas seperti biasa. Di kamarnya kini setidaknya ada 3 tas tenteng besar berjejer menambah sesak ruangan dan memberikan efek tidak enak dipandang. Bukan karena kamar El kotor atau berantakan tapi kesannya sumpek sekali. Tidak dengan sang pemilik kamar yang mengacuhkan itu. Merebahkan diri di kamar sendiri adalah hal yang selalu menyenangkan.

Scroll scroll scroll. Alah kenapa topiknya ini semua sih. Bosen tau!

"Viral!!! Artis A kepergok mengencani Artis B beranak 3 yang ternyata 5 tahun lebih tua. Saat ditanya ternyata jawabannya seperti ini...."

Ia memutuskan tidur dari pada membaca hal receh tersebut, sangat membuang waktu pikirnya.

Ia terbangun tengah malam, karena ingin ke kamar kecil.

"Duh lagi-lagi bangun jam segini, nanggung banget ya ampun. Ya udah lah sekalian salat" ia meracau dalam keadaan setengah sadar. Sekali dua kali ia terantuk pintu atau dinding, tak menambah kesadarannya. Baru hal semacam...

Brak!

"Aduh pantatku," El merintih kesakitan, "kasian kamu, lagian ibu kenapa taruh panci di sini sih, isinya tumpah semua lagi." Ia benar-benar sadar. Lagipula luar biasa sekali seseorang yang habis terpeleset, terciprati air seluruh mukanya, sudah begitu pantat mencium marmer dengan kerasnya tapi masih ngantuk.

'Hei narator! tingkah El tidak seabsurd itu' sergah El dalam imajinasi tak terima

Dengan kesadaran penuh ia mengganti baju tidurnya yang telah basah, dan ia memulai ibadah malamnya.

Kurang lebih satu jam berlalu, ia melepas mukenah. Diliriknya jam dinding menunjukkan pukul 2 dini hari. Meraih telepon pintarnya ia melihat ada pesan tak tersimpan.

09.00

"Assalaamualaikum."

Sangat singkat. Ia tak berniat membalasnya, ia letakkan benda pipih itu di nakas dan kembali merajut mimpinya. Dalam mimpi ia melihat siluet seorang laki-laki, tak ada penerangan di sana, namun ia bisa melihat tatapan mata elangnya mengarah pada Eliana.

Ia hanya mampu membalas tatapan mata itu tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun. bersamaan dengan itu ketukan di luar semakin keras memaksa seseorang di dalam kamar untuk keluar menunaikan salat Shubuh.

"Eliana bangun! Nduk! Ayo bangun, shubuh-shubuh-shubuh."

Benar-benar ciri khas seorang ibu, El keluar dengan menguap lebar. Langkahnya masih gontai.

"Nggak Tahajud ya kamu?" ibunya berkata, nadanya hampir seperti menghakimi.

"Tahajud kok bu," balas El.

Ibunya mengerutkan kening saja, heran.