webnovel

Di Balik Cermin

Awan dan Langit adalah dua saudara kembar yang terpaksa terpisah oleh sebuah keegoisan orang tua mereka. Di perburuk dengan menghilangnya ingatan Awan tanpa tahu penyebabnya. Membuat Langit mencari cara agar Awan kembali mengingatnya. Sebuah badai datang menghantam hidup Awan ketika dia terjebak di dalam dunia yang tidak dia ketahui setelah Awan memukul cermin. Di dunia Awan tempati sekarang, semua orang begitu aneh dan penuh dengan tipu muslihat. Hanya telpon dari Langit yang berbeda membuatnya sedikit tenang sekaligus janggal, pasalnya Langit ada di dua tempat yang berbeda dengan sifat bertolak belakang. Di satu sisi Langit mencari keberadaan Awan di mana-mana dan entah kenapa satu persatu temannya ikut menghilang. Lalu ada Sain yang sudah lebih dulu terjebak di dunia cermin, satu-satunya yang bisa Awan percayai walaupun sifatnya benar-benar buruk. Lalu ada pertukaran darah malah membuat keadaan semakin rumit. Bisakah mereka keluar dari dunia di dalam cermin? Dan menghindari orang-orang di dalam cermin untuk keluar ke dunia nyata?

White_Black033 · Fantasy
Not enough ratings
192 Chs

Perasaan Aneh

Langit masih bertanya-tanya di mana sebenarnya Awan berada saat kemarin dia menelponnya. Langit tidak pernah tenang setelahnya, dia tidak bisa berhenti memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi pada Awan.

Langit mengacak rambut pendeknya frustasi dia tidak tahu harus mencari Awan kemana. Awan seperti berada di dunia lain setelah Langit menelponnya kemarin.

"Kamu harus sabar, Langit."

Langit langsung menoleh ke arah Faiz, "Sabar bagaimana? Kakakku menghilang sejak kemarin," kata Langit yang mulai terdengar frustasi.

"Kalau kamu kayak begini, bagaimana kamu bisa mencarinya. Seenggaknya jernihkan dulu pikiran, kamu nggak akan bisa berpikir kalau terus kayak ini."

Langit sulit berpikir apalagi ketika Awan entah berada di mana jauh dari pandangannya dan Langit tidak mengetahui bagaimana kondisinya. Tanpa sadar air matanya meleleh dan dia cepat-cepat menangkupkan tangan menutupi wajahnya. "Kakak di mana, sih."

Faiz mengusap punggungnya. "Kamu bisa mencoba menelponnya lagi, Langit."

Langit mengangkat wajahnya dia tampak terperangah dan baru menyadarinya. Dia merogoh asal saku celana abu mengambil ponsel hitam di sana dan menekan cepat layar ponsel. Menatap Faiz dengan rasa terima kasih.

Pada panggilan pertama Awan tidak mengangkatnya, membuat keringat dingin membasahi kening Langit. Jantung Langit berdebar saat dia kembali melakukan panggilan yang ke dua kali.

"Halo?"

Langit membeku mendengar suara itu, suara yang seakan sudah lama tidak dia dengar. Membuat dadanya bergemuruh tak wajar.

"Halo?"

Langit tersadar dari kebekuannya, hal inilah dia tunggu. "Ka-, Awan kamu di mana?"

"Langit? Aku di sekolah," kata Awan terdengar tidak yakin.

Langit menoleh pada Faiz yang menatapnya penasaran. Lalu Awan memejamkan matanya erat, mendengar detak jantungnya yang berdebar kencang. "Nggak, kamu nggak ada di sekolah." Langit hampir saja berteriak.

"Aku di sekolah. Di lantai paling atas."

Langit membuka kelopak matanya, dia menatap liar ke sekelilingnya mencari eksistensi Awan tapi tidak menemukannya. Seperti yang terjadi semalam, Awan di tempat yang sama namun pada dimensi yang berbeda. Hal itu sulit untuk di percayai logikanya. "Aku juga."

"Ini sama seperti semalam saat Ayah menelponku. Ayah seperti ada dua di tempat yang sama, tapi sebenarnya nggak. Aku nggak tahu di mana. Semua orang di sini, bersikap aneh. Termasuk kamu."

Iris Langit melebar. "Aku?"

Awan yang berada di ujung telepon menghembuskan napas kasar. "Iya, kamu di sini tinggal di rumahku."

Langit tersedak ludahnya sendiri, dia mencerna kalimat Awan, tapi Langit menanyakan hal lain. "Kenapa kamu bisa ada di sana?"

"Aku nggak tahu tapi di dalam gang setelah Aku me—," putus Awan terpotong karena ponsel Langit yang mati.

Awan mengerang dengan marah, dia hampir saja membanting ponsel yang berada di genggaman namun Faiz langsung menahannya. "Awan bilang apa, Langit?"

Langit mengusap wajahnya kasar. "Seperti yang Aku bilang sebelumnya, Aku menduga Kakak terjebak di sebuah dimensi lain atau bahkan di dunia lain, karena dia bilang bahwa orang-orang di sana bersikap aneh. Dan lagi seseorang yang mirip Aku berada di sana tinggal di rumahnya."

Faiz memegang dagunya sendiri sambil bergumam, "Ini terdengar sulit dipercaya."

Langit melanjutkan dengan matanya berkeliling. "Dia bilang juga ada di sini."

Faiz mendongak menatap sekeliling yang tidak menemukan apapun.

"Sebelum panggilannya terputus dia mengatakan sesuatu tentang di dalam gang. Aku nggak tahu apa maksudnya."

Faiz berpikir. "Mungkin di suatu gang itulah yang membawa Awan ke tempat aneh itu. Semacam portal, mungkin."

"Gang di mana?"

"Itulah yang harus kita cari."

***

Semua tidak berjalan sesuai rencana. Langit tiba-tiba di telpon oleh ibu untuk pulang. Dia padahal setengah perjalanan untuk mencari Awan bersama Faiz. Langit tidak bisa memberi tahu ibunya mengenai kehilangan Awan. Karena ibu telah membuat janji pada dirinya untuk tidak menemui Awan lagi. Dan Langit mengingkarinya.

Hujan deras di luar sana membawa kenangan-kenangan lama datang tanpa permisi di dalam pikiran Langit. Dia meraih ponselnya di sana tertera foto Awan yang diam-diam Langit ambil.

Langit menatap lama, meneliti dengan seksama. Jantungnya bergemuruh dan terdengar salah. Tapi dia tidak menghentikan kegiatan dia untuk menjelah lebih jauh lagi, jari panjang Langit menggeser layar ponselnya hingga menampakkan puluhan foto orang yang sama.

Langit meringis tidak menduga akan sebanyak ini foto-foto Awan di ponselnya. Orang mungkin akan bingung membedakan antara Langit dan Awan sekilas. Namun, bagi Langit Awan dan dirinya jelas berbeda.

Tanpa sadar Langit mengelus permukaan wajah Awan di layar ponselnya, seketika itu juga dia membeku.

Apa yang—?

Pipi Langit seolah terbakar dengan apa yang barusan dia pikirkan. Tapi matanya tidak berpaling sedetik pun dari sana, dia terus memandang.

Jantung Langit berdebar dengan jakun yang naik turun, pikirannya tampak berkabut dan berdengung.

Dengan perlahan tangan Langit tenggelam di balik selimut tebalnya. Pikirannya penuh dengan apa yang baru dia bayangkan. Langit menikmati dirinya sendiri teredam oleh suara hujan deras di luar sana.

Sialan!

Terima kasih telah membaca.

Catatan : Cerita ini bukan kisah incest, tapi beberapa alur sengaja dibuat untuk kepentingan alur cerita selanjutnya nanti.