webnovel

DI ANTARA GEMINTANG

Apa yang akan kamu lakukan seandainya kamu menemukan sebuah mesin waktu dan melihat masa depanmu bukanlah seperti yang kamu harapkan? Zie, seorang mahasiswi fakultas keperawatan tingkat akhir, ia sudah bertunangan dengan kekasihnya Harsya dan berencana untuk menikah beberapa bulan lagi setelah Zie diwisuda. Zie sangat mencintai kekasihnya dan impian terbesarnya adalah jadi istri dan menmenghabiskan seluruh hidupnya bersama Harsya, dan menjadi istri serta ibu dari anak-anak kekasihnya. Sebuah Keluarga bahagia. dan menua bersama Harsya. Sayangnya semua impiannya hancur begitu saja ketika suatu malam, sebuah peristiwa misterius terjadi. Dia mendapati kenyataan kalau suaminya di masa depan bukanlah Harsya tapi Ali, orang yang sangat dibencinya sekaligus musuh bebuyutannya. Malam itu seorang perempuan paruh baya yang mengaku berasal dari masa depan yang juga merupakan anak mereka. Dia datang untuk menyatukan cinta Zie dan Ali. Kepada siapa Zie kan melabuhkan cintanya? Harsya, sang kekasih yang sangat dicintainya atau Ali, si musuh bebuyutan yang perlahan tapi pasti memasuki kehidupannya? https://www.facebook.com/alanylove.alanylove Instagram @alany828

AlanyLove · General
Not enough ratings
141 Chs

Cincin

Setelah operan jaga aku ke tempat kostku yang sementara yang letak di belakang rumah sakit, saking ngantuknya aku langsung tidur begitu tubuhku menyentuh kasur dengan masih memakai baju seragamku semalam. Satu jam kemudian aku terbangun oleh dering telpon Harsya. Sambil menahan kantuk aku menjawab telponnya.

"Haloo, "

"Halo sayang.. masih ngantuk ya? pasti semalam begadang."

"Enggak kok. Hanya saja semalam ada pasien aneh yang datang pas jam tanggung," balasku.

"Aneh? "

"Eh, maksudku bukan aneh tapi begitulah," ralatku.

Harsya tertawa pasti dia tengah mengira-ngira pasien bagaimana yang aku hadapi semalam.

Mimpi tentang semalam membayang lagi di mataku, begitu nyata membuat dadaku berdesir.

"Nanti selesai jam berapa? Aku jemput ya..." suara mesra Harsya.

menyadarkanku dari lamunan.

"Belum tau, nanti jam 10 ada presentasi kasus setelah itu baru pamitan." jawabku.

"Nanti telpon ya kalau sudah mau pulang, aku jemput kamu. Sampai ketemu nanti, sayang. muach" Harsya segera menutup panggilan tanpa menunggu jawabanku.

Aku segera meletakkan handphone ku di atas nakas, mau melanjutkan tidurku rasanya sudah nanggung. Aku kemudian bergegas ke kamar mandi, selesai mandi kemudian Aku mulai menata pakaian bersihku ke dalam koper, buku-buku dan peralatan lain Aku masukkan ke dalam tas sementara baju kotorku masukkan ke tas kresek untuk kucuci di tempat kost lamaku. Ada sebuah benda yang menggelinding dari saku baju seragam putihku saat aku melipatnya. Aku segera memungutnya, ternyata sebuah cincin yang terbuat dari emas putih dengan desain yang unik. Bagian atas cincin itu ada taburan berlian berbentuk setengah hati, mungkin kalau disatukan dengan cincin yang lain akan membentuk pola hati, lambang dari cinta.

Aku segera terpaku memandangi cincin itu, bukankah cincin ini...

Aku ingat semalam perempuan itu sempat memasukkan cincin ini ke jariku tapi aku segera melepasnya dan menyimpannya di saku ketika aku berlari meninggalkan kamar sembilan menuju ruang perawat. Aku menghela nafas berat, kalau benda ini ada, mungkinkah kejadian tadi malam adalah nyata? Aku merasa kepalaku berdenyut dan nafasku sesak saat memikirkan hal itu. Aku sungguh penasaran tapi bertanya langsung pada Ali, bagiku adalah sebuah kemustahilan.

Aku mencoba memakai cincin itu di jari manisku di berdampingan dengan cincin tunanganku. Kupandangi cincin itu sesaat, cincin itu sangat cantik, taburan berliannya berkilau dengan indah. Setelah puas menatapnya aku berniat untuk melepaskan cincin itu tapi tak bisa. Cincin itu seperti melekat di jariku.

Tiba-tiba ponselku berbunyi lagi, dari Tia.

"Zie, cepetan ke Aula, sudah banyak yang datang, nih," Kara Tia di ujung sana.

"Oke, sudah mulai?"tanyaku.

" Belum, tinggal nunggu Pak Sakti dan perwakilan dari rumah sakit, tapi Pak Sakti sudah datang kok. Lagi berbincang dengan Bapak direktur Rumah Sakit. "

"Oke, aku segera ke situ. "

Aku segera bergegas ke Aula, di Sana hampir semua mahasiswa yang praktek di Rumah Sakit Amanah Medika sudah memenuhi kursi yang Ada di Aula. Tia melambai ke arahku dan memintaku duduk di kursi di sebelahnya yang memang disediakannya untukku. Saat berjalan ke arah Tia, aku lewat di depan tempat duduk Ali. Kami bersitatap cukup lama sampai akhirnya aku menunduk dan melanjutkan jalanku ke arah kursi yang hendak kududuki. Untungnya kejadian tadi luput dari perhatian yang lain karena ketika aku lewat di depan Ali, dosen dan pimpinan Rumah Sakit memasuki Aula.

Acara presentasi berjalan lancar, Ali yang mewakili kami melakukan presentasi dengan sangat meyakinkan dan memukau semua orang yang ada di ruangan ini. Saat Ali presentasi tadi beberapa kali mata kami sempat bertemu tapi salah satu dari kami dengan cepat akan malingkan muka. Aku melihat ada yang aneh dengan tatapannya, penuh tanda tanya.

Selesai presentasi, kami segera berkeliling ke semua ruangan untuk berpamitan.

"Sat, tadi malam kamu ngirim pasien ke ruang VIP? " tanyaku pada Satrio yang semalam bertugas di IGD saat kami berjalan menuruni tangga.

"Iya, itu yang Nyonya Dahlia... "

"Yang sebelum itu,"

"Gak Ada, semalam aman kok. " jawab Satrio mantap.

"Sekitar jam dua?"

"Gak ada? Kenapa emang? "

"Ga papa juga, sih... "

"Aneh... " gumam Satriyo, "tadi Ali juga menanyakan hal itu. "

"Ali? Apa katanya? " aku tak bisa menutupi keterkejutanku.

"Nggak ada, cuma bertanya ada pasien yang datang sebelum ibu Dahlia yang masuk ruang VIP, gak?" tatapan Satrio tiba-tiba menjadi jahil. Ia kemudian berkata, "Dengar-dengar di ruang VIP memang sering ada penampakan.."

"Ah, yang benar saja?! "

Satrio tertawa melihat reaksiku, aku cuma mengerucutkan mulutku jengkel. Tia yang tadi berada di belakangku segera bergabung dengan kami, dia penasaran dengan pembicaraan di antara kami.

"Ada apa? " tanyanya antusias.

"Rahasia, dong. Mau tau aja!" jawab Satrio sambil tetap tertawa, Ia lalu mempercepat langkahnya mendekati para cowok yang berjalan di depan.

"Dasar!" gerutu Tia sambil memandang Satrio dengan jengkel. "Lagi cerita apaan, sih?"

"Gak papa, kok." jawabku.

"Huh, kenapa ikut-ikutan Satrio, sih." Tia mulai ngambeg. "Jangan-jangan kalian lagi ngejelek-jelekin aku, ya?"

"Hehe, tenang, non. kami cuma lagi ngebahas tentang pasien baru yang masuk ke ruang VIP." balasku.

"Kenapa emang?"

"Ya, ga ada-apa. Eh, nanti kak Harsya mau jemput, mau nebeng ga?" aku segera mengalihkan topik pembicaraan.

"Mau jemput jam berapa? Ikut, dong."

"Belum tau, tadi aku sudah mengirim pesan ke dia pas presentasi tadi."

Akhirnya kami selesai berpamitan, saat hendak keluar dari Rumah sakit, aku melihat Ali tengah berbincang dengan Satrio, Ia terlihat celingukan mencari sesuatu tapi ketika pandangannya bertemu denganku matanya terlihat muram.

Aku tak mengacuhkannya, berjalan, semakin menjauh dari mereka menuju tempat kostku untuk melanjutkan packing.

"Wow, memang calon suami idaman, Zie. Lihat Harsya sudah datang!" seru Tia saat melihat sebuah Honda Jazz merah sudah terparkir di depan rumah kost kami.

Aku dan Tia segera mempercepat jalan menuju ke sana dan menemukan Harsya sudah duduk di kursi yang ada di teras rumah. Ia tersenyum lebar menyambut kami. Harsya segera memelukku dan menyalami Tia, ia segera menyetujui ketika kukatakan aku mengajak Tia pulang bareng.

Selesai berkemas, kami segera memasukkan barang-barang ke mobil dan berpamitan pada ibu kost kemudian meluncur di jalan, perlu waktu sekitar dua jam untuk sampai tempat di kost ku yang dekat dengan kampus.

"Kita cari makan, yuk," ajak Harsya saat kami baru meluncur sekitar setengah jam dari tempat kostku.

Tia dengan antusias menerima ajakan Harsya dan aku terpaksa mengiyakan. Dasar Tia gembul selalu tidak bisa menolak kalo ada yang ngajak makan. Sebenarnya aku agak malas untuk menerima ajakan makan Harsya kali ini, kejadian semalam cukup menguras emosiku.

"Mau makan di mana?" tanya Harsya tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan di depannya.

"Terserah," jawabku singkat.

Aku menatap cowok yang telah menjalin kebersamaan denganku lebih dari dua tahun ini. Wajah tampannya tampak tersenyum. Aku menyukainya sejak awal kami berkenalan dan kebetulan dia juga merasakan hal yang sama, tak butuh waktu lama untuk kami saling menyatakan perasaan dan akhirnya berlanjut pada pertunangan. Harsya tampan, pintar dan populer terbukti dengan banyaknya gadis-gadis yang mencoba mendekatinya meski sudah ada aku di sisinya. Ia penyayang dan sangat sabar menghadapiku yang suka moody.

"Kok ngelihatin aja, kangen ya?" goda Harsya sambil menatapku lembut.

Aku tersipu, kedua pipiku terasa panas, aku yakin warnanya berubah kemarahan. Aku cuma mengerucutkan bibirku sambil memukul bahunya, Harsya tergelak dan Tia segera menggodaku habis-habisan.

Akhirnya mobil yang kami tumpangi mengarah ke sebuah cafe yang cukup ramai. Setelah Harsya memarkir mobilnya kami segera mencari tempat dan memesan makanan.