webnovel

Devil into Angel

Jovanka Alexandra, seorang gadis yang beranjak dewasa tengah menempuh pendidikan sebagai mahasiswi fakultas hukum menjalani hidupnya yang penuh dengan ke normalan dan penuh kebahagiaan. Memiliki paras cantik dan kepribadian yang sangat riang namun pemalas tapi tetap disukai oleh banyak orang. Akan tetapi, semua hal-hal indah dan penuh kebahagiaan dalam hidupnya mendadak harus lenyap karena Jovanka mengalami suatu kejadian buruk yang menimpa dirinya. Dan sejak saat itu, kehidupan Jovanka berubah hanya dalam waktu sekejap. (Terdapat unsur-unsur kalimat 18+) [HIATUS]

Wassap29 · Fantasy
Not enough ratings
11 Chs

Look So Familiar

Jovanka cukup puas dengan hari ini, menghabiskan waktu dengan ayahnya adalah salah satu momen yang cukup langka di hidupnya. Mengingat betapa sibuk ayahnya itu, bisa punya waktu untuk memperhatikan Jovanka saja sudah Jovanka sukuri.

Acara jalan-jalan mereka berdua sehabis dari taman hutan tersebut dilanjutkan kembali menuju mall, agak kontras memang. Tapi ayahnya Jovanka hanya ingin penyesuaian kembali saja kepada putrinya itu, makanya beliau melanjutkan perjalanan menuju mall dan berakhir di sebuah restoran untuk makan malam.

Jovanka sedaritadi terus saja tersenyum memperhatikan ayahnya, dari awal mereka berdua masuk restoran sampai saat ini di mana ayahnya sedang memotong-motong daging steak punya Jovanka, gadis itu masih betah untuk terus tersenyum tanpa adanya merasakan pegal sedikitpun.

Beberapa kali juga Jovanka ditanya oleh ayahnya "kamu kenapa?" Dan gadis itu hanya menggelengkan kepala diikuti cengiran lebarnya.

"Nih, makan dulu" ujar ayahnya seraya menyerahkan piring kepada Jovanka. "Awas ya, itu masih panas hati-hati" lanjutnya.

"Iya ayah, makasih ya ayah" bales Jovanka kemudian melahap potongan daging steak yang empuk dengan tingkat kematangan medium-well favoritnya Jovanka dengan sangat.

"Yah, nanti kapan-kapan kita jalan-jalan lagi ya? Boleh ga?" Ucap Jovanka sambil menatap ayahnya dengan mata yang berbinar.

"Kamu ini pertanyaannya aneh banget sih, ya boleh dong sayang… masa iya ayah gangebolehin anaknya minta jalan-jalan sih. Lain kali mau ke mana? Ke luar negeri mau?"

"Ih! Mau banget lah! mau banget dong yah"

"Yaudah, nanti habis kamu ujian kita berangkat ya? Ayah juga kerjain dulu semua kerjaan ayah biar nanti ayah cutinya enak" senyuman di wajah Jovanka kian melebar, dalam benak gadis itu sedikit mengingat-ngingat kembali kapan terakhir kalinya Jovanka liburan ke luar negeri bersama dengan keluarganya. Dan itu sudah lama sekali, karena dalam bayang-bayang ingatan Jovanka sudah tidak terlalu ingat- ya, daya ingatan gadis ini memang cukup lemah.

"Berarti ga perlu ada embel-embel nilai harus bagus baru bisa pergi kan?" Tanya Jovanka. Mengingat saat dirinya masih kecil, jika Jovanka menginginkan sesuatu pasti harus melakukan sesuatu yang membuat orang tuanya merasa amaze terlebih dahulu baru Jovanka keinginan Jovanka akan dikabulkan. Wisata masa lalu, tapi memang begitu adanya. Bahkan Jovanka kadang suka merasa rindu saat-saat itu.

"Ga perlu. Lagian kamu udah gede, kamu pinter, ayah yakin nilai kamu bagus walaupun selama ini ayah ga pernah tau gimana kondisi nilai-nilai kamu" untuk yang satu ini Jovanka langsung meringis, karena ucapan ayahnya barusan adalah fakta. Dari awal semenjak Jovanka kuliah, dia tidak pernah melaporkan hasil nilainya kepada orang tuanya. Meskipun selalu ditanya bagaimana hasilnya, Jovanka hanya akan selalu menjawab "ya gitulah." Sebuah jawaban ambigu, tapi orang tua Jovanka juga ga mau ambil pusing dan membiarkan Jovanka bertingkah seperti itu.

"Tenang aja yah, Alex tau-tau cumlaude aja ntar" ayahnya Jovanka hanya tertawa sambil menggelengkan kepalanya. Ada-ada saja tingkah putri sematawayangnya ini, begitu kira-kira dalam batinnya.

Di tengah-tengah makan malam mereka berdua, tiba-tiba saja datang seseorang yang mengintrupsi acara makan mereka. Orang tersebut menghampiri ayahnya Jovanka, menyapanya dengan sangat ramah dan mereka terlihat seperti dua orang yang saling mengenal dengan sangat baik.

"Pak Louis" sapa orang itu, ayahnya Jovanka sontak langsung berdiri dan memeluk orang tersebut. Jovanka sendiri yang melihat itu hanya bisa diam sampai ketika orang tersebut membalikan badannya, dia tersenyum kepada Jovanka.

Jovanka sendiri hanya membalas senyumannya tipis, akan tetapi tak lama setelahnya dahinya langsung berkerut. Karena orang yang menyapa ayahnya saat ini terlihat sangat familiar bagi Jovanka, dirinya seperti pernah bertemu dengan orang tersebut. Namun dirinya mendadak lupa, kapan dan di mana dirinya pernah melihat orang ini.

"Kamu sama siapa datang kemari?" Tanya ayah Jovanka, mengalihkan pandangan orang tersebut dari Jovanka.

"Saya sendirian, kebetulan habis ketemu sama klien. Terus pengen makan, laper. Ketemu bapak, yasudah saya samperin bapak dulu saja. Ohya, ini anak pak Louis?" Tanyanya sambil menunjuk Jovanka.

"Ah, iya. Alex, sayang… kenalin ini temen ayah. Namanya Gerald, Gerald.. ini anak saya. Namanya Jovanka" ayahnya Jovanka mengenalkan mereka satu sama lainnya, lalu Jovanka pun mengulurkan tangannya terlebih dahulu dan dibalas uluran tangannya oleh pria yang bernama Gerald tersebut.

"Halo Jovanka" ucapnya. Jovanka pun tersenyum saja, tapi tiba-tiba saja senyuman di wajahnya menghilang bersamaan dengan jabatan tangan yang terlepas.

Ya, Jovanka ingat siapa pria ini. Mata Jovanka dengan langsung menatap ayahnya dan Gerald yang sedang berbincang-bincang sambil sesekali tertawa. Tapi lain dengan ekspresi Jovanka saat ini yang mendadak takut.

Gerald, pria yang Jovanka temui sebanyak dua kali. Di pesta dan di mall. Pria yang terus berbicara omong kosong, berbicara seolah-olah ada seseorang yang akan mengancam kehidupan Jovanka. Membuat gadis itu takut padahal omongannya belum tentu terjadi.

Tapi melihat dia dengan ayahnya begitu dekat, entah kenapa perasaan Jovanka semakin tidak karuan.

Jovanka menyudahi acara makannya dulu sejenak. Lalu dirinya merogoh isi tasnya untuk mengambil ponsel. Dirinya mengutak-atik ponsel miliknya sampai ketika sebuah suara mengintrupsi dirinya, "Jovanka, ga di lanjut lagi makannya?" Jovanka langsung mendongakan kepalanya sambil tersenyum canggung. Mata ayahnya pun bersinggungan dengannya, "kamu pegang hp ya?" Tanya ayahnya.

Jovanka langsung menggelengkan kepala, "engga, ga megang hp ko" ujar Jovanka sambil mengangkat kedua tangannya ke atas.

"Abisin dulu makanannya nak, baru pegang hp"

"Iya ayah.." selanjutnya mereka berdua kembali melanjutkan obrolan, sementara itu Jovanka mengindahkan ucapan ayahnya. Dia kembali mengutak-atik ponselnya untuk menghubungi Hans.

Setelah itu Jovanka melanjutkan kembali acara makannya sambil mendengarkan obrolan-obrolan

Membosankan dari ayahnya dan juga Gerald.

Mereka berdua sampai di rumah pada pukul 10 malam. Sisa waktu sebelum mereka pulang di habiskan bertiga, bersama dengan Gerald tentu saja yang pada akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan Jovanka dan juga ayahnya.

Namun selama Gerald bergabung, sampai di mana Jovanka dan ayahnya pulang ke rumah. Jovanka terus saja diam dengan perasaan yang campur aduk. Dirinya ingin bilang kepada ayahnya, namun tidak mungkin kan dia harus bertanya disaat ada Gerald di sana. Lalu selama perjalanan juga ayahnya tertidur, Jovanka tidak enak jika harus mengganggu tidur ayahnya.

Tapi Jovanka sudah tidak tahan lagi jika harus menahan, rasa penasarannya sudah memuncak sampai ke ubun-ubun. Dirinya pun menghampiri ayahnya yang hendak masuk ke dalam ruangan bundanya. "Ayah" panggil Jovanka.

"Kenapa?"

"Alex pengen nanya sesuatu sama ayah.."

"Soal?"

"Gerald?"

"Ada apa emangnya sama Gerald?"

"Engga ada sih, cuman Alex pengen tau aja. Soalnya… Gerald berasa familiar banget buat Alex"