webnovel

Devil into Angel

Jovanka Alexandra, seorang gadis yang beranjak dewasa tengah menempuh pendidikan sebagai mahasiswi fakultas hukum menjalani hidupnya yang penuh dengan ke normalan dan penuh kebahagiaan. Memiliki paras cantik dan kepribadian yang sangat riang namun pemalas tapi tetap disukai oleh banyak orang. Akan tetapi, semua hal-hal indah dan penuh kebahagiaan dalam hidupnya mendadak harus lenyap karena Jovanka mengalami suatu kejadian buruk yang menimpa dirinya. Dan sejak saat itu, kehidupan Jovanka berubah hanya dalam waktu sekejap. (Terdapat unsur-unsur kalimat 18+) [HIATUS]

Wassap29 · Fantasy
Not enough ratings
11 Chs

For The First Time

Untuk pertama kalinya Jovanka merasa hampa dalam menjalani aktivitasnya. Dirinya sangat tidak bersemangat dari awal hendak pergi menuju kampusnya sampai sekarang dimana dia baru saja menyelesaikan mata kuliah terakhirnya yaitu hukum lingkungan.

Pasalnya hari ini Hans tidak masuk kuliah dengan alasan sakit. Jovanka sendiri tidak percaya awalnya, memang musibah bisa datang kapan saja tapi Jovanka terus mencerca Hans apa dia benar-benar sakit atau tidak. Hal ini karena Jovanka tau bagaimana kondisi tubuh dari Hans, kalau Hans sakit sebelumnya habis berbuat apa Jovanka tau.

Entahlah, mungkin itu hanya seorang Jovanka yang tidak rela ditinggal oleh sahabatnya.

Jovanka keluar dari ruang kelas dengan langkah yang lesu, dirinya pun hanya tersenyum tipis saat membalas sapaan dari orang-orang kepadanya. Ya se berpengaruh itulah kehadiran Hans bagi Jovanka.

"Jovanka!" langkah kaki Jovanka terhenti kemudian dia membalikan badannya seraya tersenyum saat melihat Pinkan- teman sekelasnya menghampiri dia.

"Kenapa ka?" Tanya Jovanka.

"Gue sama sama Febri mau hang out nih, gue liat barusan lo suntuk banget. Mau ikut ga?" Ujar Pinkan langsung.

"Kemana?"

"Ke mall aja paling, sekalian Febri mau beli baju gitu katanya."

"Eum… boleh deh, gue bosen juga kalau harus balik sekarang" Pinkan tersenyum mendengar balasan dari Jovanka, setelahnya Pinkan langsung menarik Jovanka menuju parkiran. Menyusul Febri yang sudah menunggu mereka di sana.

Jovanka si social butterfly kampus yang selalu humble ke banyak orang entah kenapa saat ini seperti orang kikuk. Tidak se enerjik biasanya, padahal Jovanka juga sangat suka sekali berbelanja seperti temannya Febri.

"Jo, ini bagus ga menurut lo?" Tanya Febri yang sedang mencocokan sebuah blouse berwarna peach di hadapan kaca.

Namun tak kunjung ada balasan dari Jovanka membuat Febri menolehkan kepalanya ke arah Jovanka yang sedang bersandar di kaca menatap kosong ke arah depan.

Febri menolehkan kepalanya menatap Pinkan dan mereka sama-sama menggidikan bahu tanda tidak paham dan tidak tahu ada apa dengan Jovanka.

"Jo…" panggil Febri lagi.

"Jo!"

"Ya? Kenapa?" Seru Jovanka saat Febri memanggilnya lagi. "Lo kangen sama Hans ya?" Tanya Pinkan sambil tertawa. Sementara itu Jovanka langsung tersenyum masam sambil menganggukan kepalanya, "kaya lo aja Ka, kalau Febri gaada suka lesu kaya sapi gadikasih makan" bales Jovanka mengundang tawa dari mereka.

"Kenapa ga tengokin aja sih ke rumahnya? Sakit kan dia?" Timpal Febri.

"Iya juga ya? Ko lo pinter sih?"

"Yee! Lo nya aja yang bego, gitu aja ga kepikiran" ledek Pinkan dan Jovanka hanya tertawa saja.

"Yaudah, abis dari sini kita makan terus cabut aja. Kasian juga ntar lo kesorean ke rumahnya Hans"

Sebagaimana dengan ucapan Pinkan di mall barusan, sehabis berbelanja mereka bertiga lanjut makan lalu Febri dan Pinkan mengantarkan Jovanka ke apartement milik Hans.

Hans memang tinggal seorang diri, orang tua Hans tinggal di luar negeri sementara Hans ini anak tunggal. Oleh karena itu Hans dibelikan apartement oleh orang tuanya untuk dia tinggal selama menyelesaikan sekolahnya.

Jovanka pernah beberapa kali berkunjung ke sini, tapi tidak pernah sampai masuk. Hanya sekedar untuk mengantarkan makanan atau barang untuk Hans, kalau hangout Jovanka dan Hans lebih sering diam di rumahnya Jovanka.

Tepat di depan unit milik Hans, Jovanka menekan belnya sampai beberapa saat kemudian pintu apartement Hans terbuka. "Keju-tan" seruan Jovanka terhenti, berubah menjadi ekspresi terkejut ketika dirinya malah mendapatkan seorang perempuan yang membuka pintu apartementnya Hans.

Perempuan itupun sama terkejutnya seperti Jovanka. Kini mereka berdua sama-sama menampakan ekspresi bingungnya.

"Siapa ya?" Tanya Jovanka langsung.

"Eum… saya-"

"Siapa Mel?" Terdengar suara Hans dari dalam sana sampai dimana Hans menuju pintu unit dan terkejut melihat Jovanka berada di sana sendirian. "Jo?!"

"Jadi cewek barusan siapa? Ko dia pake baju lo? Dia nginep di sini?" Cerca Jovanka kepada Hans sembari dirinya terus mengikuti langkah kaki Hans yang mondar-mandir di dapur karena sedang membuat minuman untuk Jovanka.

"Lo gapunya kakak atau adek kan? Temen cewek lo juga gue kenal semua, ko yang barusan engga sih?" Cerca Jovanka lagi.

Aktivitas Hans yang sedang mengaduk minuman langsung berhenti, dirinya merubah posisi badannya menghadap Jovanka lalu kedua tangannya dia tangkupkan ke wajah Jovanka. "Gue cowok normal Jo.. gue ga munafik kalau gue juga butuh untuk dipuasin. Paham?" Ucap Hans yang membuat Jovanka langsung berkedip, karena dirinya tidak menyangka bahwa ucapan tersebut akan keluar dari mulut sahabatnya. Jovanka juga bukanlah perempuan polos yang tidak tahu apa-apa, dia sangat mengerti maksud Hans barusan.

"Jadi… selama ini, lo-"

"Iya Jovanka sayang… gue sama dia fwb. Gue ketemu dia di club, tapi dia bukan psk atau apapun itu.. kita cuman sama-sama butuh dipuasin aja" jawab Hans dan Jovanka cuman menganggukan kepalanya mengerti. Lagipula itu privasinya Hans, bukan urusan Jovanka juga.

Setelahnya Jovanka berlalu meninggalkan Hans, memilih untuk berkeliling di apartement sahabatnya itu. Melihat-lihat bagaimana wujud asli tempat tinggal milik Hans yang selama ini hanya bisa Jovanka liat lewat virtual saja.

"Nyesel deh gue gapernah mau diem di sini, apartement lo enak juga ternyata"

"Iyalah, yang bilang ga enak siapa coba? Lagian lo tiap disuruh masuk gapernah mau" jawab Hans sambil menghampiri Jovanka seraya menyerahkan gelas yang berisikan ice chocolate untuknya.

"Takut ah, takut di grepe gue"

Hans langsung tertawa mendengar jawaban Jovanka, "sialan lo.. ga lagi, gue gaakan pernah ngajakin lo aneh-aneh. Minum satu gelas kecil aja lo udah kaya orang mau mati.. apalagi gue ajak gituan. Kasian udah anak kecil" ujar Hans sambil menepuk-nepuk pelan kepalanya Jovanka.

"Brengsek lo"umpat Jovanka sambil tertawa.

"Gue mau nanya"ucap mereka berdua bersamaan.

"Lo dulu" sambung Jovanka.

Hans diam sebentar, ekspresi wajahnya langsung berubah saat itu juga. Mendadak serius, membuat Jovanka yang melihatnya juga langsung kebingungan. "Jo, jawab. Kenapa lo kesini sendirian? Lo pergi sama siapa? Kemana bodyguard lo?" Cerca Hans dengan nada serius.

"Ini kali pertama lo pergi tanpa gue, tanpa bodyguard lo. Mereka kemana? Atau lo ngomong apa sampe akhirnya mereka ga dampingin lo? Lo mau dimarahin sama ayah lo? Lo mau bikin gue sama ayah lo khawatir?" Cerca Hans lagi.

Tentu saja Jovanka langsung kikuk sendiri, dia beneran lupa soal itu. Karena waktu di kampus Pinkan langsung menariknya begitu saja, Jovanka juga lupa mengabari ayahnya atau Phill- salah satu bodyguardnya kalau dia pergi bersama dengan Pinkan dan Febri.

"Jawab Jo"

"Gue lupa Hans.. beneran, gue lupa banget"

"Kabarin ayah lo atau Phill sekarang. Bilang kalau lo lagi sama gue"

"Iya gue bilang.." ucap Jovanka sembari mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana.

"Jo.."

"Hm?"

"Ini terakhir ya? Cukup ini yang terakhir, ga lagi lo pergi sendirian kaya sekarang"

"Iya Hans.."