10 Pertikaian Dimulai

Fruit 10: Pertikaian Dimulai

=[ Author POV ]=

Sudah bisa ditebak, dengan kedatangan Dante yang super extra-ordinary itu kelas mendadak jadi ramai bagai acara jumpa fans.

Seperti halnya jam rehat kedua, berbondong-bondong para kaum hawa mengerubungi bangku pojok belakang tempat Dante duduk.

"Dante asli negara mana?"

"Rumahmu mana? Nanti aku main, yah."

"Dan, tinggimu berapa sih? Jangkung banget."

"Kamu beneran seumuran kita , kan?"

"Dante kok cakep banget, makan apa kalo pagi?"

"Dan, itu rambut item kamu asli?"

"Kamu beneran asli bule Eropa, yah? Ato bule oplosan?"

"Eh, kamu ke sekolah naek apa? Lambo? Mau, dong ikutan nebeng Dante..."

"Dante kok milih sekolah di Indonesia, sih? Kenapa? Papinya pindah kerja di sini, yah?"

"Dante ntar malam minggu kencan ama aku, yok!" Langsung ada yang nyamber ngajak kencan segala.

"Ishh~ lo apaan sih gatel banget langsung ngajak kencan?" Siswi di sebelahnya langsung melotot sewot ke yang mengajak kencan baru saja.

"Ehh~ siapa cepat dia dapet, bweekk!" Siswi agresif itu pun tak mau kalah. Yang lain sudah paham wataknya yang gampang ngiler jika melihat lelaki kinclong.

"Plis deh, para cabe gak usah rempong di maree bisa?"

"Brengsek lo! Enak aja nyebut gue cabe!"

"Ya udah, terong."

"HAAHHH!!! Kalian bisa gak sih gak berisik di sini?!" tiba-tiba saja suara menggelegar Andrea sudah berhasil mengaum menghentikan kehebohan di belakang bangkunya.

Tadinya dia berencana untuk menulis PR daripada bengong menunggu Shelly yang masih ada urusan dengan club memasak.

Andrea merasa lebih baik kerjakan PR hari ini siang ini juga, sehingga nanti malam dia bisa lebih santai.

"Hiihh~ Andrea apaan, sih? Cemburu? Mo diembat sendiri Dante-nya yah?" Malahan ada yang menimpali protes Andrea dengan kalimat tak sedap. Pandangan para siswi seketika sengit ke Andrea.

"HAARRGHH!! Kalian semua alaii!! Yok, beb!" Si tomboi lekas menarik tangan sahabatnya yang baru saja datang dari ruang club, untuk keluar dari lingkup kehebohan di situ. Dan ia tak lagi mempedulikan ucapan-ucapan bernada nyinyir dari para predator betina yang mengelilingi Dante.

"Ndre?" Shelly menatap bingung tapi tak menolak ketika pergelangan tangannya diseret Andrea yang sedang tersulut emosi.

"Dih! Andrea ngapain sih lebai gitu cuma gara-gara Dante?"

"Iya. Napa dia yang malah baper, sih? Kan kagak ada urusan ama dia kalo kita-kita nyamperin Dante. Bangku mereka juga terpisah sendiri-sendiri, kan?"

"Ho-oh, tuh! Lebai!"

Berbagai nada miring mengiringi langkah Andrea menuju keluar kelas mumpung bel rehat kedua belum usai.

"Haarkkhh, bacot!!" teriak Andrea ketika mencapai pintu tanpa menoleh ke para predator tadi. "Awas aja lo kalo besok lo butuh contekan PR gue! Najis!"

Gusar, Andrea menghempaskan pantatnya di atas bangku kantin. Tangannya merenggut kasar tempe mendoan yang tergeletak di depannya, lalu menggigit penuh murka bagai itu tempe yang bersalah padanya.

"Udah donk, Ndre. Nggak usah dibikin emosi." Shelly mengusap-usap punggung sahabatnya agar tenang.

"Abisnya mereka alayers banget, sih! Cuma gegara ada bule yang rada kinclongan dikit aja langsung pada menthel lenjeh. Pada jadi cabe semua! Gue ulek juga sambil gue kasi terasi ntar mereka. Abis tu rujakan deh kita!" Diangkatnya sebelah kakinya ala cowo. Namanya juga tomboi. Anggep sah saja, deh. Untung saja kantin ini kantin khusus untuk siswi perempuan, maka tak ada masalah jika polah Andrea begitu.

"Hihihii~" Ucapan kesal Andrea malah menghasilkan kikikan dari Shelly. Andrea menoleh ke si sohib dan beberapa detik kemudian ikut cekikikan.

"Wihihiihh~ Apaan sih kamu malah ketawa gitu, beb? Hihihh~"

"Abisnya~ hihi~" Shelly mengusap secuil airmata di ujung kelopak matanya. "Dah~ karena barusan marah-marah pasti laper kan?"

"Iya beb, bener! Kamu emang paling tau aja. Kamu emang beneran solmet-ku! Bini hebat aku!" Andrea mengusap hidungnya lalu memesan bejibun menu seperti biasanya.

Rehat kedua sekolah mereka memang agak lama karena biasanya digunakan untuk para siswi dan guru makan siang. Maka waktu satu jam tentu membuat semua pihak bisa menyelesaikan urusan masing-masing.

Biasanya, rehat kedua, bila siswa tidak mengambil jam makan siang, mereka pergi ke klub masing-masing dan berkutat di sana sampai bel masuk. Setidaknya waktu satu jam cukup untuk membuat mereka menyelesaikan tugas atau pekerjaan di klub.

Yang biasa memanfaatkan rehat kedua di klub biasanya anak-anak dari klub boga, dan beberapa anak dari klub basket dan voli. Anak klub manga dan catur juga sering terlihat di klub tiap jam rehat kedua.

Mungkin mereka hanya menggunakan klub sebagai tempat pelarian karena kebanyakan mereka adalah pribadi yang pemalu atau tertutup, atau cuek.

Di kantin, usai Andrea menyantap makan siang secara beringas, dia membuka obrolan dengan Shelly mengenai keanehan antara Dante dan lukanya.

"Masa sih, Ndre?" Shelly tampak kaget sekaligus tak yakin akan apa yang sahabatnya katakan.

"Iya, bener, beb. Aku ngerasa kayaknya ada kaitan deh antara luka aku ama tuh bule burik!" Andrea terus meyakinkan pemikiran dia pada Shelly, lalu menoleh ke lengan yang terbebat perban.

"Tapi itu kan..."

"Iya, itu aneh, gitu kan maksud kamu, beb? Kayak gak logis, gitu kan?"

Shelly mengangguk.

"Apalagi waktu gue noleh ke Dante, tau gak, dia nyeringai jahat banget ke aku!" Andrea menggigit tahu goreng kelimanya.

"Ndre, kamu nggak berhalusinasi, kan? Maksudku... hanya karena luka kamu kambuh sewaktu kamu bertatapan ama Dante, lalu kamu ngerasa dia ngeliatin kamu pake senyum jahat, gitu?" Shelly terus menatap heran ke Andrea. Otak lugunya susah menggapai apa yang disampaikan Andrea, serasa asumsi Andrea tidak mendasar.

Andrea mengangguk mantap. "Pokoknya aku ngerasa gitu, beb."

"Ya udah, kalo gitu, nanti abis ini kita mampir dulu ke UKS, yah. Nanti aku kasi salep lagi dan ganti perban biar cepat sembuh." Shelly berikan senyum manisnya agar menenangkan Andrea. Meski dia selalu mempercayai Andrea, namun untuk kali ini dia agak menyangsikannya.

Seusai dari kantin, Shelly bersama Andrea menuju ke ruang UKS. Begitu perban dibuka, mereka terheran sekaligus menatap ngeri luka di lengan Andrea. Luka itu makin menggembung dan berwarna merah ungu mengerikan.

Shelly kembali mengoleskan salep di atas luka dan sekitarnya, lalu pelan-pelan menutupnya dengan perban.

------------

Sepulang sekolah, duo remaja putri itu sudah bersiap untuk menuju ke mobil Shelly yang menunggu di dekat gerbang sekolah. Namun langkah Andrea dihalangi Dante.

"Lo maksudnya apa?!"

"Ndre, udah ahh." Shelly sudah memegangi lengan sahabatnya yang langsung emosi gara-gara ulah Dante.

"Kenapa? Aku cuma mau lewat. Salah?"

"Iya! Salah pake banget, kampret! Udah tau gue mo lewat duluan, lo tiba - tiba nyelonong seenaknya. Lo mo ngajakin ribut yak?" Andrea makin berani.

Dia sudah tidak mempedulikan lagi mengenai pemikirannya bahwa Dante dan lukanya mungkin saja berkaitan, meski itu mustahil. Andrea sudah muak karena dimusuhi siswi satu kelas gara-gara Dante.

Untung saja kelas sudah sepi. Cuma ada beberapa siswa pria yang bersiap keluar kelas juga.

"Oi~ oi~ apaan sih, Dre? Take it easy aja lah, bro." Eros, sang ketua kelas, menghampiri mereka bertiga di pintu.

Dante menyipitkan kelopak matanya.

Zriingg!

Dan seketika, luka itu terasa kembali.

"Ouffhh!" Andrea langsung mengaduh.

Dante menyeringai kecil.

"Apa lo, brengsek?! Berani lo senyum miring waktu gue lagi kesakitan?!" bentak Andrea kesal.

DHUAKK!

Dante terhuyung ke belakang akibat tonjokan Andrea pada bibirnya.

"Andrea!" Eros segera menahan Andrea yang sepertinya akan kalap. Apalagi darah sudah muncul dari bibir Dante yang pecah.

Meski Andrea tampak kecil kurus dan rapuh, tapi tenaganya kuat. Itu karena dia sempat belajar beladiri bersama Danang saat mereka belum masuk ke sekolah atas.

"Huh! Camkan yak, bule nyasar! Gue gak segen-segen nonjok makhluk kurang ajar kayak elo!" ucap Andrea sambil menuding ke hidung Dante. "Yok cabut, Beb!" Ia pun menggandeng tangan Shelly keluar kelas dan menuju ke mobil si feminin di depan gerbang sekolah. Astaga, Dre... itu mobil siapa, oi?!

"Lo gak papa, Dan?" tanya Eros sambil mengamati luka di bibir si anak baru.

"Hah, begini remeh tidak terasa apa-apa, tenang aja. Buktinya aku cuma mundur selangkah saja tadi, kan?" Dante menepis tangan Eros yang akan menyentuh bahunya.

"Heh?"

Kemudian Dante meninggalkan Eros yang terbengong. Ia melenggang ke parkiran motor dan menaiki moge-nya untuk pulang.

avataravatar
Next chapter