webnovel

Devil's Fault

Ketika iblis wanita jatuh cinta Kita tidak bisa memilih untuk terlahir sebagai apa atau siapa. Dan Amartha tidak menyalahkan takdir, jika pada akhirnya ia terlahir sebagai iblis. Tapi satu yang Amartha sesalkan. Kenapa ia harus jatuh cinta pada sesosok pemburu iblis yang harusnya ia hindari? "Aku tidak pernah menyalahkan takdir, kecuali untuk satu hal," Amartha. "Apa?" "Kita. Kenapa takdir memberikan cinta jika akhirnya memutuskan kita berjalan ke arah yang berlawanan?" Amartha.

riskandria06 · Fantasy
Not enough ratings
10 Chs

Cinta?

🖤

Amartha mengejapkan matanya. Seakan ia baru tersadar dari lamunan gilanya.

Mana mungkin ia mencintai seorang pemburu iblis?

Amartha menggeleng tegas seketika. Membuat Miguel kembali mengerutkan alisnya.

"Kali ini apa lagi yang membuatmu menggeleng, hmm?" Tanya Miguel sembari memasukkan tangannya ke dalam kantung celananya.

Tampak santai, tapi begitu memikat di mata Amartha.

Tidak. Ini tidak boleh terjadi. Amartha tidak boleh jatuh cinta pada sosok yang harusnya menjadi musuh besarnya itu.

Bahkan jika perlu, harusnya Amartha membunuh lelaki itu jika ia punya kesempatan. Karena keberadaan Miguel bisa saja membahayakan bagi Arkais maupun Scott yang saat ini entah berada di mana.

"Oh.." Miguel tampak seperti baru mengingat sesuatu.

"Aku tidak akan merasa jijik. Aku akan menganggap itu sebagai jus buah. Yah, anggap saja aku sedang melihat manusia minum jus tomat atau strawberry," jawab Miguel setelah beberapa lama.

Amartha makin terkesima dengan pria di depannya. Ia tak dapat lagi menyembunyikan perasaannya.

Ditatap seperti itu, Miguel pun menjadi bingung. Ia mencoba berpikir, apakah ia kembali membuat kesalahan pada gadis itu?

"Aku? Manusia?" Tanya Amartha dengan sedikit tergagap. Miguel mengangguk ragu.

"Toh itu darah hewan, bukan manusia. Akan lain halnya jika aku tau itu darah manusia," jawab Miguel kaku.

Amartha tersenyum, kemudian ia segera meneguk darah kijang itu dengan lahap.

"Sudah," ujar Amartha penuh semangat setelah menghabiskan darah kijang itu.

Miguel tersenyum. Tangannya terangkat untuk menghapus noda darah yang ada di sudut bibir Amartha. Membuat Amartha kembali terenyuh, dan kembali merasa malu.

"Ka- kamu, kamu nggak jijik?" Tanya Amartha ragu. Miguel tertawa kecil kemudian berlalu dari hadapan Amartha.

Ada rasa tidak rela saat melihat pemuda yang telah menolongnya itu pergi. Amartha pun segera bangkit berdiri.

"Kamu mau ke mana?" Tanya Amartha.

"Kamu sudah baik-baik saja sekarang," ujar Miguel tanpa menjawab pertanyaan Amartha.

"Lalu?" Bingung Amartha. Miguel tersenyum tipis.

"Apa lagi? Kamu sudah bisa bertahan hidup sendiri kan? Oh ya, aku pikir tempat ini cukup aman untukmu. Kamu bisa tinggal di sini dulu beberapa hari jika tidak ingin pemburu iblis lain menangkapmu," Miguel.

'Apakah itu artinya dia akan pergi?' Batin Amartha.

Amartha merasakan sesak pada dadanya. Namun ia tidak cukup pintar untuk mengartikan perasaannya saat ini. Yang ia tau, ia tidak ingin kehilangan lagi.

Bahkan Arkais dan Scott pun masih belum jelas keberadaannya. Dan kini, apakah Miguel benar-benar akan meninggalkannya?

"Haruskah kamu pergi?" Tak ada jawaban yang keluar dari mulut pemburu iblis berjenis kelamin pria itu.

"Tidak bisakah kamu tetap tinggal?" Kali ini Miguel menoleh dan menatap Amartha dengan raut kebingungan.

"Apa kamu bisa mengulangi ucapanmu tadi?" Miguel. Rasanya aneh saja, saat mendengar iblis itu berharap ia untuk tetap tinggal.

"Aku tidak ingin kamu pergi." Jawab Amartha lantang, tanpa bisa ditutup-tutupi lagi.

Suasana menjadi hening seketika. Baik Miguel maupun Amartha sama-sama sibuk dengan pikiran masing-masing.

Miguel masih shock dan tidak percaya dengan apa yang barusan ia dengar. Sementara Amartha berharap cemas pada jawaban yang mungkin sebentar lagi akan terlontar dari mulut lawan bicaranya.

"Bisa kan? Tidak harus tinggal di sini. Yang penting berjanjilah jika kamu akan sering-sering ke sini! Mungkin dua atau tiga hari sekali," Amartha. Tatapan iblis itu terlalu sulit untuk Miguel artikan.

"Tidak. Tidak bisa. Hmm.. mungkin setiap hari? Sebentar saja," ralat Amartha.

Miguel masih tampak tak menanggapi. Sepertinya pria itu juga masih larut dalam pikirannya.

"Kamu aneh," jawaban singkat itu nyatanya tak dapat menghilangkan kecemasan Amartha. Membuat iblis perempuan itu menjadi geregetan sendiri.

"Apapun itu, terserah. Kamu bebas menyebutku seperti apa. Tapi aku mohon, tinggalah! Jangan pergi!"

Ini adalah kali pertama Miguel melihat seorang iblis memohon padanya, permohonan selain untuk melepaskannya.

Malah, iblis perempuan itu memohon agar ia tetap tinggal.

'Apa yang sebenarnya dia inginkan?' Miguel berusaha mengulik isi pikiran iblis perempuan di depannya. Namun ia tak dapat menangkap adanya pikiran jahat di sana. Semua baik-baik saja.

"Kenapa kamu ingin aku tinggal?" Tanya Miguel pada akhirnya.

Amartha menggeleng polos. Gadis itu bahkan tidak tau dengan jalan pikirannya sendiri. Hanya saja, ia benar-benar tidak ingin Miguel pergi.

"Kalau kamu tidak memberi tau ku alasannya, aku tidak bisa." Amartha tersentak. Ia segera melangkah dan menahan lengan Miguel yang hendak menjauhinya.

"Tinggalah!" Pintanya. Miguel berusaha melepaskan lengan Amartha darinya.

"Aku mohon tinggalah! Aku merasa aman saat kamu ada di dekatku," imbuh Amartha seadanya. Berusaha agar dapat menarik simpati pemburu iblis di depannya.

Miguel menoleh dan memandang Amartha dengan tatapan prihatin.

"Kamu adalah iblis, dan aku pemburu iblis, jika kamu lupa," ujar Miguel penuh penekanan. Amartha menggeleng.

"Aku tidak lupa. Dan aku juga tidak bohong. Aku merasa aman, aku tenang saat kamu ada di dekatku," Amartha.

"Kamu ini gila atau apa? Bahkan aku bisa saja membunuhmu saat ini juga jika aku mau. Kamu-"

"Tapi kamu tidak mau kan? Kamu tidak akan melakukannya. Aku tau itu," sambar Amartha.

Miguel tak langsung menjawab.

Benar. Kenapa ia tidak bisa? Seharusnya ia bisa. Sangat mudah untuk merebut sukma iblis perempuan di depannya. Tapi kenapa ia begitu tidak ingin melakukannya?

Apa arti Amarha baginya?

"Benar. Kamu tidak bisa. Aku tahu itu. Jadi aku tidak perlu takut denganmu," lanjut Amartha disertai dengan senyuman.

Miguel mengalihkan tatapannya ke arah lain. Ia harus menghindari bertatapan dengan iblis di depannya. Bagaimana pun juga, Amartha tetaplah seorang iblis. Terlebih, dia adalah iblis penggoda.

"Hentikan halusinasimu itu dan beristirahatlah agar energimu cepat pulih!" ujar Miguel kemudian menghempas kasar tangan Amartha yang menahannya.

Amartha limbrung dan terjembab di atas lantai. Mulutnya memekik kecil saat sebuah luka di tubuhnya harus bertabrakan dengan kerasnya lantai bangunan tua itu.

"Baiklah, kamu boleh pergi. Tapi izinkan aku ikut bersamamu!" Amartha.

Miguel mengerang marah. Kesabarannya sudah habis dalam menghadapi iblis keras kepala satu itu.

"Sudah aku katakan kamu bisa saja langsung mati jika keluar dari sini sekarang!" bentaknya.

"Tapi aku tidak ingin kamu tinggalkan sendirian!" balas Amartha tak kalah keras. Dan kalimat itu berhasil membuat Miguel kembali membeku.

Ingat, pemburu iblis punya hati nurani layaknya manusia biasa. Dan bagaimana bisa hati nurani Miguel tak bergetar ketika melihat sosok gadis lemah itu seperti memohon perlindungannya.

Dia berada dalam bahaya.

Dan dia sendirian.

"Jangan membuat kepalaku pusing, Amartha!" geram Miguel.

"Aku tidak ingin membuatmu pusing. Aku hanya ingin kamu tetap tinggal di dekatku, atau aku yang ikut denganmu," Amartha.

"Kamu bisa saja mati karena kekeras kepalaanmu itu!" bentak Miguel lagi.

Amartha tersenyum. Ia merasa pria itu memiliki rasa kekhawatiran terhadapnya. Dan untuk pertama kalinya, pria itu membuatnya merasa berarti.

"Aku tidak peduli, bahkan jika aku akan langsung mati setelah satu langkah keluar dari bangunan ini. Yang penting, sampai detik terakhirku, kamu masih berada di dekatku," jawab Amartha begitu yakin.

Persetan dengan semuanya. Amartha mengaku kalah. Ia jatuh hati pada pemburu iblis bernama Miguel, yang kini ada di hadapannya.

Cinta pertama yang tak akan Amartha lepaskan, meskipun nyawa akan menjadi taruhannya.

"Kamu satu-satunya orang yang membuatku merasa berarti. Kamu sudah membuat setiap detik yang selama ini aku kira terbuang percuma, menjadi tampak lebih bermakna," ujar Amartha dengan begitu tulus.

Miguel memejamkan matanya setelah berhasil menyisir arti tatapan iblis di depannya.

'Dia... mencintaiku?' Batin Miguel seakan tak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat dan ia dengar.

🖤

Bersambung...