webnovel

Tamu spesial

Tiba saatnya pulang sekolah, semua murid langsung berbondong bondong pergi setelah membereskan barang barangnya.

Ara yang tampak tak bersemangat memasukkan buku bukunya kedalam tas. Tiba tiba di kejutkan oleh seseorang yang memegang bahunya, membuat Ara refleks menoleh melihat siapa pelakunya.

"Nisa! Ngagetin tau!" ujar Ara dengan tatapan tajam nya.

Cewek berambut pendek itu malah menyunggingkan senyum tak berdosa nya. Ia duduk di hadapan Ara setelah berhasil mengagetkan gadis itu.

"Hehehe, sorry. Ya lo nya sendiri yang gak nyadar kehadiran gue," balasnya lalu memperhatikan Ara yang kembali sibuk dengan buku nya yang lumayan banyak.

Apa Ara tak merasa berat selalu membawa buku sebanyak itu setiap hari. Nisa saja yang cuma bawa 2 buku, pengen rasanya buang tuh tas, malas banget di ribet in dengan tas itu.

"Kenapa Nis?" tanya Ara merasa risih dengan tatapan Nisa yang seolah mengintimasi.

Nisa menghela nafas, lalu gadis yang lebih tua beberapa bulan dari Ara itu mengambil sebuah kotak pensil yang ia lihat di atas meja Ara.

Namun bukan itu yang membuat Ara kaget sampai matanya melebar. Tapi karena Nisa yang dengan santainya melempar kotak pensil itu hingga rusak.

"NIS! Lo apa apaan sih. Kenapa di banting kotak pensil gue!" ucap Ara sambil bangkit dari tempat duduknya.

Nisa hanya tersenyum kecil, dan tanpa merasa bersalah sedikitpun, ia membalas ucapan Ara.

"Kenapa harus se kaget itu Ra, itu kan hanya kotak pensil."

"Tapi itu kan pemberian dar-"

"Dari Vero maksudnya. Cowok yang udah bikin lo nangis sampai mata lo bengkak gitu," potong Nisa dengan nada serius.

Ara terdiam, hal itu membuat Nisa menampilkan wajah datar dan dinginnya. Jika menyebut nama Vero membuat emosi Nisa menjadi naik.

"Lo tau Nisa?" tanya Ara dengan tatapan sendu.

Nisa yang melihat tatapan sendu dari sahabatnya, sungguh tak tega. Langsung saja, ia meraih tubuh Ara dan memeluknya dengan ara.

"Iya, gue tau. Dan gue disini buat ngelindungin lo. Ara, lo gak sendiri, ada gue disini," ucap Nisa menenangkan sambil mengusap pelan punggung Ara yang bergetar karena menangis.

"Makasih Nis, lo selalu ada di saat gue butuh," ucap Ara tulus.

"Sama sama. Yaudah yuk pulang, keburu malam," Ajak Nisa sambil membantu memasukkan barang Ara yang masih tersisa.

Mereka berdua berjalan santai di koridor sekolah. Nisa yang tak henti hentinya menghibur agar Ara tidak terlalu sedih dan sedikit mengurangi beban pikiran nya. Ara terhibur, dan ia senang Nisa lah yang selalu ada untuknya.

'Terima kasih Tuhan, engkau telah memberikan hamba seorang sahabat yang berhati bak malaikat. Sahabat yang siap menyiapkan bahunya tempat hamba bersandar, yang siap mendengar setiap keluh kesah hamba dan yang menenangkan hamba di saat hamba bersedih. Terimakasih karena kehadiran Nisa di sisi hamba, hamba masih bisa bertahan sampai saat ini, tolong jangan pisahkan kami," doa Ara di dalam hatinya, mengutarakan bahwa ia sangat bersyukur kepada Tuhan.

"Hati hati Nis, gue pulang duluan,"

Sampai di parkiran, Ara berniat untuk pulang dengan menaiki taksi atau kendaraan umum yang lewat.

Karena selama ini Vero lah yang selalu mengantar jemput nya.

Ternyata banyak hal yang berubah dari apa yang ia perbuat hari ini. Dan semoga saja hubungan mereka cepat membaik.

"Eh mau kemana?" tanya Nisa mencekal pergelangan tangan Ara yang hendak pergi.

"Mau nyari taksi siapa tau ada yang lewat," jawabnya.

"Gak, lo tetap disini!" tegas Nisa.

Ara mengernyitkan keningnya tak mengerti "Tapi Nis, gue pulang naik apa kalo gak nunggu taksi atau kendaraan umum."

"Lo pulang sama gue lah."

"Tap-"

"Sstt. Lo gak usah nolak atau ngerasa gak enak sama gue. Gue sahabat lo, dan mulai saat ini gue yang bakal ngantar dan jemput lo," ucap Nisa tak ingin di bantah."

"Tapi Nis, gue gak mau terus ngeropin lo," tolak Ara dengan halus.

"Ara, sudah ribuan kali gue bilang kalo lo gak pernah ngerepotin gue. Dan kalo sampai lo nolak, berarti lo gak nganggep gue sebagai sahabat lo," ujar Nisa tajam.

"Gak gitu Nis-"

"Ya makanya, jangan nolak. Okey?!" kata Nisa.

Ara mengangguk singkat, tak ada pilihan lain selain menyetujui.

"Oke tunggu bentar," ujarnya lalu melesak ke parkiran mobil dan mulai melajukannya bersama Ara di kursih menumpang.

Ara memainkan handphonenya karena mendapat notif dari ibunya.

Mama.

Ara kamu belum pulang?

Me.

Ini udah di jalan ma.

Kenapa ma?

Mama.

Cepat ya pulangnya. Kamu jangan langsung ke tempat kerja, pulang dulu.

Me.

Emangnya kenapa ma?

Iya ini Ara mau pulang ke rumah kok.

Mama.

Ada tamu spesial, dia udah nunggu kamu loh dari tadi.

Me.

Tamu spesial? Siapa ma?

Mama.

Ya makanya pulang kalo mau tau.

Me.

Ih mama, kasih tau aja namanya.

Mama.

Gak mau,  entar gak jadi kejutannya kalo mama kasih tau.

Me.

Mama jangan buat Ara penasaran deh.

Kasih tau siapa yang nunggu ara.

Ara mengerucutkan bibirnya karena pesan terakhirnya tak di balas oleh ibunya. Menghela nafas lalu mematikan handphonenya dan mulai fokus pada jalanan dengan pikiran yang melayang entah kemana.

Nisa yang melihat cemberut mencoba menanyakan apa yang membuat gadis yang lebih muda beberapa bulan darinya itu kesal.

"Kenapa Ra? Kok tuh muka di tekuk?"

Ara menoleh ke arah Nisa yang berfokus pada jalanan di depan.

"Tadi mama kirim pesan kalo ada seseorang yang nunggu gue di rumah," jawab Ara masih dengan wajah cemberutnya.

"Wihh siapa tuh? Apa cowok?" tanya Nisa antusias.

"Ya makanya itu gue kesal, karena mama gak mau ngasih tau."

"Lah kenapa?"

"Entah. Mama cuma bilang, kalo sampai bakal tau sendiri."

Nisa tertawa, mamanya Ara memang sedikit jahil.

"Atau jangan jangan itu Vero lagi," tebak Nisa dengan suara yang lumayan keras.

"Gak mungkin lah, mana mungkin Vero mau datang ia kan lagi marah," ucap Ara dengan sendu.

"Terus siapa dong? Kan yang biasanya datang cuma gue atau si Vero doang."

"Ia itu, gue juga penasaran."

"Yaudah bentar lagi juga kita sampai, rasa penasaran lo bakal hilang dalam beberapa menit."

"Iya. Dan semoga itu bukan Vero," kata Ara.

"Justru kalo itu Vero bagus. Itu artinya dia udah mau meminta maaf duluan, dan mau bertanggung jawab atas apa yang tadi ia katakan."

"Gak mungkin deh Nisa. Lo kan tau Vero orangnya kayak gimana."

"Kan mungkin aja," jawab Nisa dalam hati memohon agar itu benar benar Vero yang datang dan berniat meminta maaf pada Ara.

"Gue belum siap ketemu dia."