webnovel

Murid baru

"Elo?!" kaget Ara sambil menunjuk cowok itu.

"Hi," balas cowok itu sambil tersenyum membuat wajah rupawan nya semakin tampan.

Namun hal yang lebih mengagetkan Ara adalah seragam yang di pakai cowok itu.

"Kok lo yang jemput!" protes Ara hendak keluar dari mobil, namun cepat Arya menghentikannya.

"Lo jangan keluar, hujan. Gue udah janji sama nyokap lo buat antar lo dengan selamat sampai ke sekolah."

"Gue bisa sendiri. Gue gak mau repot in siapa pun," ujar Ara sambil memandang ke arah jendela karena Arya sudah menjalankan mobilnya.

Ia kali ini pasrah. Ia tak tak terlalu bodoh dengan berontak untuk turun yang akhirnya akan membahayakan nyawanya sendiri.

"Lo gak ngerepotin kok, lagian tujuan kita sama," ucap Arya sambil tersenyum meskipun tak dilihat oleh Ara yang sibuk dengan memandang jalanan yang lebih indah di banding wajah Arya.

Ara masih kepikiran tentang kemarin. Dan sampai sekarang ia tidak tahu harus bersikap bagaimana pada Arya. Di tambah jika benar Arya akan satu sekolah dengannya mulai sekarang, dan mungkin sampai batas waktu yang tentukan orang tuanya.

"Turunin gue sebelum gerbang," ucap Ara singkat lalu kembali berfokus ke luar jendela mobil. Ara melamun sampai ia tak sadar jika mobil telah berhenti.

"Ara udah sampai," ucap Arya menyadarkan Ara dari lamunannya.

Arya keluar terlebih dahulu, lalu mengambil payung karena masih gerimis. Lalu membuka pintu samping kemudi, tempat Ara duduk.

Ara menatap kesal Arya. Bukannya menuruti permintaannya tadi untuk menurunkannya sebelum gerbang, malah saat ini sudah berada di area parkiran sekolah. Dan dapat ia lihat masih banyak murid yang baru datang di karenakan hujan turun sedari dini hari.

Tapi untung saja, ia tak telat. Dan seharusnya ia berterimakasih pada Arya telah mengantarkannya tepat waktu.

Arya membuka pintu terlebih dahulu, lalu berlari memutari mobil dan membukakan pintu di sisi kemudi, tempat Ara duduk. Cowok itu menerobos hujan hanya dengan menggunakan jaket sebagai pelindung.

Ara memandang sekitar, ia tak akan mau terjebak disini berlama lama. Tanpa mempedulikan dengan tatapan murid murid padanya, yang sekarang menjadi pusat perhatian. Ara mengambil payung miliknya, lalu keluar dari mobil sambil memayungi Arya, agar cowok itu tak terlalu basah.

Banyak pasang mata yang memandang mereka berdua dengan beribu ribu pertanyaan. Karena yang mereka tahu, si ketua osis itu tak pernah dekat dengan lawan jenis, kecuali Vero. Namun, kedatangan cowok berperawakan rupawan itu justru mengundang rasa penasaran dari siapa pun yang menyaksikan hal itu.

Cowok itu tak pernah mereka lihat sebelumnya. Dan banyak yang beranggapan bahwa itu adalah kekasih Ara.

"Ganteng banget ya," ucap gadis berambut pendek yang masih berstatus kelas 10.

"Iya. Ganteng banget, itu sih tipe gue banget," balas temannya.

"Enak aja. Yang itu tuh milik gue," jawab siswi itu tak mau kalah.

"Gue duluan. Lagi pula dia suka sama cewek yang feminim, bukannya tomboi kayak lo," balas cewek berambut panjang itu sambil mengibaskan rambutnya.

"Lu jangan nyari ribut ya. Jelas jelas dia itu bakal jadi milik gue. Liat aja!"

"Oke, tapi gue pastiin lo bakal di tolak."

"Ok, kita bertaruh. Dan gue yakin dia bakal milih gue, secara dari fisik gue lebih cantik dari lo."

"Lo emang cantik dari luar. Dan otak lo gak sesuai dengan paras lo itu."

Cewek berambut panjang itu tak terima, ia sudah akan ancang ancang ingin memukul.

Ekhem. Deheman seseorang membuat mereka berdua refleks berhenti berdebat laku berbalik badan.

"Dari pada kalian ribut disini, mending kalian masuk ke kelas. Lima menit lagi udah bel, dan jangan sampai kalian di hukum," ucap Raisa, wakil ketua osis dengan tatapan datar nya.

"I-iya kak. Maaf," jawab mereka berdua lalu langsung berlari ke kelas.

Setelah kepergian mereka, Raisa menghela nafas. Kadang dia heran, mengapa banyak sekali orang yang sangat kepo dengan urusan pribadi orang lain. Apakah mereka tidak punya kesibukan sendiri, mengapa harus selalu mencampuri urusan orang lain. Dan berkhayal ingin memiliki seseorang yang mereka tak bisa miliki.

"Cinta itu datang sendiri jika sudah waktunya. Dan justru ia akan menjauh jika kalian terus mendekat dan berharap untuk memilikinya," gumam Raisa sambil matanya menatap fokus pada Vero yang sedang mengepalkan tangannya.

Vero memang berdiri tak jauh dari sana. Dan menyaksikan semuanya, hatinya tiba tiba terasa terbakar saat melihat Ara dekat dengan cowok lain.

"Jadi- lo nolak gue, karena dia?"

Vero mengepalkan tangannya,  dan dengan cepat ia bergegas ke rooftop sekolah. Tempat favorit nya ketika perasaannya sedang kacau.

Ara dan Arya berjalan di koridor sekolah. Masih banyak siswa siswi yang berlalu lalang karena pelajaran di mulai lima menit lagi. Dan hal itu membuat Ara tak nyaman. Hanya kecanggungan yang Ara rasakan ketika bersama Arya, ia tak suka suasana seperti ini, namun apa yang bisa lakukan. Ia sendirilah yang membangun dinding antara dirinya dan Arya, lebih tepatnya ia ingin menghindar sama seperti yang ia lakukan pada Vero.

Tapi, di satu sisi, ia takut Arya akan menjauh darinya, bagaimana pun juga Arya adalah sahabat masa kecilnya. Dan sahabat masa kecil sangat sulit untuk di lupakan.

Sampai nya, di depan kelas. Ara langsung berniat untuk melangkah masuk tanpa menoleh pada Arya. Langkahnya terhenti, saat sebuah tangan kekar menarik pergelangan tangannya, membuat Ara mau tak mau harus berbalik badan.

"Kok lo ninggalin gue?" tanya Arya masih dengan memegang tangan Ara erat.

"Tugas gue banyak," jawab singkat Ara.

"Please. Anterin gue ke ruang kepala sekolah dulu. Gue gak tahu ruangannya," bujuk Arya sambil memohon berharap Ara akan bersedia.

Ara bingung harus gimana. Mengapa hal seperti ini malah dia yang di suruh. Ia bingung harus berkata apa sekarang.

"Ra kok lo diam sih. Please bantuin gue, masa lo gak mau bantu sih, kan lo ketua osis. Wajib bantu murid baru," ujar Arya dengan sebuah senyuman.

Ara menghela nafas, dirinya bimbang. Mengapa jabatannya harus di bawa bawa, kalo gini kan Ara gak bisa nolak. Itu tugasnya, tapi ia tak ingin semakin di sangka memiliki hubungan dengan Arya.

Ia membalikkan badannya. Tak sengaja, atensinya mendapati sosok wakil ketua kelas yang sedang berjalan mengarah pada mereka. Senyuman timbul dari bibir Ara, dengan penuh semangat ia memanggil sahabatnya itu.

"RAISA! SINI!" panggilnya dengan suara yang cukup keras. Gadis yang di panggil itu berlari kecil menuju tempat Ara dan Arya sedang berdiri.

"Ada apa Ra?" tanyanya setelah berhadapan dengan Ara.

"Kebetulan lo disini, gue bisa minta tolong gak?"

"Boleh. Emang minta tolong apa?" tanya balik Raisa.

"Ini ada murid baru, lo bisa anterin di ke ruang kepala sekolah? Soalnya tugas gue mana pelajarannya bu Mitha belum gue kerjain. Lo tau sendiri kan gimana bu Mitha itu orangnya," ujar Ara memohon.

Raisa menoleh pada Arya. Cowok yang katanya adalah murid baru di sekolah mereka.

"Oke. Gue bakal anterin dia ke ruang kepala sekolah. Lo fokus aja sama tugas lo, entar di hukum lagi, kan gak lucu kalau ketua osis pintar malah di hukum gara gara gak ngerjain tugas," ujar Raisa dengan sedikit candaan.

"Gue masuk dulu ya. Thanks Raisa."

"Sama sama."

Ara segera memasuki kelasnya, untuk mengerjakan tugas sekolah yang kebetulan kemarin malam, lupa ia kerjakan.

"Yaudah yuk, gue tunjukkin jalannya," ujar Raisa dengan ramah. Arya menurut pasrah, percuma menolak, Ara saja sudah pergi. Rencananya untuk pdkt malah gagal.