1 Kasus Baru

"Dahulu kala, hiduplah seekor putri duyung yang cantik.

Lautan yang luas adalah tempat bermainnya.

Lalu lewat sebuah kapal dengan pangeran di atasnya.

Putri duyung itu jatuh cinta lalu menyanyikan sebuah lagu untuk memikat hati sang pangeran.

Pangeran yang terpesona dengan wajah cantik dan suara merdu putri duyung, lalu menceburkan diri ke laut.

Kaki sang pangeran berubah menjadi ekor ikan, dia menjelma menjadi makhluk seperti putri duyung yang dicintainya.

Lalu mereka berdua hidup bahagia selamanya."

Cerita yang aku dengar setiap malam dari ibuku waktu aku kecil. Dulu menurutku, cerita itu sangat menarik, tapi juga menakutkan.

Aku membayangkan seorang pria bodoh yang menceburkan diri di tengah lautan, dalam suasana yang gelap, penuh awan mendung dan gelombang pasang.

Entah kenapa ibu suka sekali menceritakan dongeng tentang makhluk-makhluk seperti ini, aku tidak terlalu suka saat putri duyung bertemu pangeran, aku lebih suka jika putri duyung atau makhluk laut lain bertemu bajak laut.

Ayah juga memberiku buku-buku dongeng tentang makhluk khayalan. Mulai dari legenda luar negeri, atau dari negeri sendiri. Buku yang menceritakan tentang naga, kurcaci, peri, atau unicorn. Dan aku lebih menyukainya daripada cerita duyung oleh ibuku yang terlalu romantis bagiku seorang anak lelaki.

Dulu, waktu aku kecil, itu hanya kumpulan cerita, tapi sekarang itu adalah ensiklopedi bagiku.

Aku tak akan menceritakan bagaimana memulai pekerjaanku sebagai detektif spesial ini, yang jelas sudah beberapa kasus aku tangani, dan percayalah, mereka itu nyata.

Ditemani asistenku, -yang tidak mau aku panggil asisten, maunya partner- Arya Abimanyu, yang biasa aku panggil 'Bimo', aku Detektif Mitologi Jenius, Jalu Pranayodha, akan menangani kasus-kasus istimewa dan menguak misteri apakah 'mereka' di balik peristiwa yang terjadi.

Oh, ya ... sedikit informasi buat kalian, putri duyung itu tidak cantik dan suara mereka kacau. Mau bukti? Nanti aku ceritakan di catatan ku ini.

....

Pagi ini aku sedang berada di perpustakaan pribadi di rumahku, menikmati kopi hitam panas sambil membaca sebuah buku tentang Orang Bunian, sosok misterius yang tinggal di hutan rimba Sumatera dan Kalimantan.

Buku ini pemberian Bimo, katanya sebagai hadiah ulang tahunku yang ke dua puluh delapan yang jatuh kemarin. Ya, aku hanya dapat hadiah darinya saja. Kalau saja orangtuaku masih hidup, mungkin mereka akan mengadakan acara potong kue. Aku sendiri lupa dengan hal itu, bagiku merayakan ulang tahun itu tidak penting. Untuk apa merayakan umur kita yang semakin berkurang.

Aku mempunyai banyak buku dan catatan mengenai makhluk-makhluk yang mungkin hanya dianggap ada dalam dongeng atau legenda, sebagian besar tulisan ayah dan ibuku. Sebenarnya akan aneh jika mereka hanya dianggap dongeng, karena bagaimana bisa makhluk itu dikenal luas di seluruh penjuru dunia.

Tapi memang mereka tidak suka terlibat dengan manusia, atau mungkin sebagian saja karena banyak juga yang suka kontak dengan manusia. Aku dan orang di sekitarku yang tahu, tapi tentu saja kami merahasiakannya.

Aku dikagetkan dengan pintu yang terbuka tiba-tiba waktu sedang menyeruput kopiku. Bimo datang dengan membawa sebuah kertas di tangannya.

"Yod, ada pekerjaan untuk kita!" kata pria dua puluh lima tahun itu yang biasa memanggilku dengan nama Yodha.

"Barusan aku menerima telepon dari seseorang, dia kehilangan anaknya secara misterius," katanya sambil menyodorkan kertas kepadaku.

Aku mengambilnya dengan cepat dan sedikit kesal, karena kopi yang kuminum tumpah ke kemejaku.

"Aku sudah mencatat semua laporannya di situ." Bimo berkata sambil meminum kopiku yang kuletakkan di meja.

"Hmm... dia seorang pemilik perusahaan penangkapan ikan." aku mengamati tulisan Bimo yang lebih parah dari cakar ayam, meski sebenarnya tulisan tanganku lebih tidak bisa dibaca.

"Anaknya menghilang saat melaut menggunakan kapal penangkap ikan besar dan—"

"Ya, kapalnya tidak tenggelam, tapi beberapa kru menghilang, termasuk anaknya yang ikut melaut menjadi pengawas. Apa sudah masuk berita di media massa?"

"Belum, dia tidak mau kalau berita ini tersebar akan mengganggu perusahaannya."

"Jadi kapal itu kembali hanya dengan kapten dan sebagian ABK -nya saja." Aku kembali mengamati kertas catatan Bimo, "dan lokasi kejadiannya di--- Segitiga Masalembo!"

"Ya, sudah lama kita penasaran tentang itu, kan?" kata Bimo sambil menyeringai menatapku, dan tangannya mengambil cangkir kopi ku.

Aku merebut cangkir itu, lalu menghabiskan isinya.

"Dimana kita akan menemui orang itu?"

Bimo cemberut, lalu mengambil catatannya dan menunjukan alamat yang ditulis.

"Kalimantan Timur. Profesor Nick. Pasti orang itu tahu tentang kita dari bule gila itu."

"Hahaha." Bimo tertawa mendengar aku menyebut Nick sebagai bule gila.

Dia memang gila. Profesor Nicholas Anderson, pria tua asal Inggris yang berteman lama dengan mendiang ayahku, yang kini tinggal di salah satu kota di Kalimantan.

Bagaimana tidak gila, waktu aku kecil dan tinggal di sebuah desa di Inggris, dia membuatku tersesat di hutan dan bertemu dengan makhluk manusia setengah kuda yang pendiam dan suka meramal dengan melihat bintang. Dia membiarkan aku yang waktu itu masih berumur 10 tahun mengikuti kemana saja makhluk itu pergi, padahal mengetahuinya.

Lain kali saja akan aku ceritakan tentang itu. Aku sendiri sudah lupa-lupa ingat. Yang jelas aku bersemangat dengan kasus yang dibawa Bimo kali ini.

"Apa ini ulah makhluk laut seperti Leviathan atau Siren?" tanya Bimo.

"Dilihat dari kapalnya yang tidak rusak dan tenggelam, mungkin kita akan berhadapan dengan makhluk cantik, Bimo."

Aku lalu mengambil salah satu buku catatan tua ayahku.

"Sudah banyak kapal yang hilang dan tenggelam di sana, bahkan pesawat, tapi kasus kali ini berbeda," kataku.

"Ya, dulu media menjelaskan di Lautan Masalembo sebelah timur Laut Jawa merupakan pertemuan dua arus laut yang bisa menyebabkan cuaca dan gelombang yang berubah-ubah secara drastis dan cepat," kata Bimo sambil memegang dagunya, bicaranya benar-benar seperti orang yang sok tahu.

Aku membuka buku ayahku tepat di halaman yang menggambarkan sosok wanita setengah telanjang berkaki ekor ikan. Bimo menatapnya dengan takjub.

"Fokus matamu kemana?" kataku sambil menutup bagian dada gambar wanita tadi.

"Hehehe...."

"Di sini ditulis—

Mereka tinggal di pulau-pulau karang di tengah laut.

Seorang pelaut bangsa Viking, pernah berlayar menuju suatu tempat yang harus melewati gugusan pulau karang di perairan Atlantik, yang tidak berangin, sehingga kapal yang lewat harus dikayuh.

Dia menyuruh anak buahnya agar mengikatnya pada tiang kapal dan berpesan pada semuanya agar menyumbat telinga mereka dengan kapas dan kain hingga tidak bisa mendengar apapun.

Dan apapun yang terjadi, mereka harus terus mendayung dan tidak boleh melepas penyumbat telinga mereka hingga melewati karang.

Saat melewati karang, Sang Kapten yang tubuhnya terikat, melihat sosok wanita berkaki ekor ikan yang kemudian bernyanyi. Membuatnya merasa sangat ingin menghampiri makhluk tersebut, tapi tubuhnya terikat kencang pada tiang kapal.

Seluruh anak buahnya yang tidak mendengar apapun, terus mengayuh dayung mereka tanpa memperdulikan kapten mereka yang meronta dengan tubuh terikat.

Seorang anak buah kapal yang ceroboh melihat kaptennya menggila, melepas penyumbat telinganya, lalu dia mendengar nyanyian yang menghipnotis dirinya, melihat pada makhluk cantik itu lalu menceburkan diri ke laut....

Oh, tidak! Sebagian catatannya hilang." Aku membolak-balik halaman selanjutnya tapi tidak ada tulisan mengenai putri duyung lagi.

"Tapi kau sudah tahu kelanjutannya kan?" tanya Bimo. "Apa yang terjadi dengan orang ceroboh itu, apakah dimakan atau dibawa ke pulau karang?"

"Aku belum pernah terlibat dengan duyung, tapi yang kutahu, mereka hanya menculik laki-laki, karena mereka semua wanita," kataku sambil mengembalikan buku tadi ke raknya kembali. "Mungkin mereka menculik untuk bereproduksi."

"Wow!" kata Bimo, mendengar perkataan ku tadi mungkin dia juga ingin diculik duyung.

"Tapi setelah itu mereka memakannya," lanjutku.

"Heeh...." Bimo tiba-tiba lemas.

avataravatar
Next chapter