webnovel

Dendam Rana

Warning!!! Terdapat content 21+ harap bijak! Kirana harus menelan kepahitan saat cintanya dikhianati oleh Adrian, tunangannya. Adrian menikahi wanita lain saat dirinya sedang hamil. Bukan hanya Adrian yang telah mengkhianatinya, keluarga Adrian bahkan menipu dan merebut perusahaan milik keluarga Kirana. Ayah Kirana bahkan sampai meninggal karena tidak bisa menerima kenyataan itu.Tidak cukup sampai di situ, sang ibu bahkan mengalami depresi. Kirana putus asa, dunianya terasa runtuh. Hingga seseorang datang menuntunnya untuk kembali bangkit dan bersiap menuntut balas. Namun, mampukah Kirana menuntaskan dendamnya? Saat rasa cinta kembali mengusik, bahkan tumbuh semakin liar. *Cerita inti Dendam Rana selesai di Bab 279. *Bab selanjutnya menceritakan para tokoh pendamping yang belum diceritakan di cerita pokok. *Maaf banyak Typo, sedang proses revisi sedikit-sedikit.

Yuanda9 · Urban
Not enough ratings
341 Chs

Bab 18. Kau Menyukainya Kirana?

"Kembalikan! Kau memang berengsek, gila!" umpat Kirana, sembari berusaha merebut kembali ponsel miliknya, akan tetapi Adrian tidak memberikannya begitu saja. Dia mematikan ponsel Kirana dan menyimpannya di saku celana miliknya. Adrian tampak tersenyum puas, "Aku tidak suka dia selalu menempel denganmu," ucapnya.

Zayn tercengang dengan yang baru saja ia dengar, dia dapat mengenali suara Adrian. Rasa kecewa menyelinap di hatinya yang tengah merunduk dan membatin, "Benarkah yang di katakan Adrian? Kirana sedang bersamanya. Apa Kirana sedang bahagia sekarang bersama Adrian?"

Jika memang seperti itu dia tidak mempunyai hak untuk melarang ataupun mecegahnya.

"Cepat keluarkan aku! Aku ingin pulang," pinta Kirana, tanpa mempedulikan pertanyaan Adrian tentang Zayn.

Adrian menuruti keinginan Kirana, ia lalu membawa pergi mobilnya keluar dari tempat itu. Namun, bukan untuk mengantarkan Kirana pulang. Dia berniat membawa Kirana ke salah satu villa miliknya di puncak Bogor. Setelah menyadari Adrian membawa ke luar kota Kirana panik dan bertanya, "Kau mau membawaku ke mana, Adrian?"

"Ikutlah denganku! Aku akan memberikan tempat tinggal dan memenuhi semua kebutuhanmu Kirana." Adrian berujar.

Kirana tidak habis pikir dengan apa yang dikatakan Adrian, laki-laki ini memang sungguh tidak tahu malu, pikirnya.

"Kau ingin menjadikan aku sebagai gundikmu? Apa kau waras Adrian? Aku tidak ingin bertemu denganmu lagi bahkan dengan semua keluargamu, aku sangat membenci kalian," pekik Kirana dengan emosi.

"Lalu apa yang harus aku lakukan Kirana agar kita bisa bersama dan membesarkan anak kita?" tanya Adrian dengan frustasi.

"Itu sudah tidak mungkin Adrian," jawab Kirana.

"Itu mungkin saja Kirana, jika kamu mau menerima saranku tadi."

Lagi-lagi Adrian menggunakan jabang bayinya, dan Kirana merasa jemu dengan itu. "Baik, kita bisa membesarkan anak ini bersama, asal kamu bercerai dengan Sintia. Apa kamu sanggup?" tanya Kirana menantang Adrian.

Adrian tentu saja menolak, "Itu tidak mungkin Kirana, aku dan dia baru saja menikah dan dia ... dia juga sedang hamil," elaknya.

Kirana tertawa, menertawakan dirinya sendiri lebih tepatnya. Mengapa dia sempat berpikir Adrian akan mengabulkan permintaannya. Kemudia ia berbicara lagi kepada Adrian, "Karena kamu lebih menginginkan Sintia dibandingkan denganku, dan kau menjadi sangat serakah Adrian! Jangan jadikan anakku sebagai alasan dari keserakahanmu itu! Dan juga aku tidak menjamin jika aku akan mempertahankan bayi ini."

"Apa maksudmu? Kamu tidak berniat menggugurkan kandunganmu bukan?" Adrian bertanya dengan bersunguh-sungguh, sambil tetap fokus menyetir.

"Mungkin saja, seperti yang adikmu sarankan kepadaku ketika di hari pernikahanmu," jawab Kirana, sinis.

"Jangan gila Kirana! Aku tidak ingin kehilangan anakku."

"Hidupku sudah sangat hancur, bahkan sekarang ibuku menjadi gila. Aku pikir akan lebih baik jika aku benar-benar menjadi gila, tanpa harus memikirkan beban hidupku lagi selanjutnya atau bagaimana cara membesarkan anak ini seorang diri. Aku seolah menjadi sebatang kara, dan semua yang aku miliki hilang dalam sekejap, aku tidak menyangka hidupku akan berubah seperti ini. Ya, lebih baik aku menjadi gila, jika harus tetap hidup," Kirana meracau, dia benar-benar merasa tertekan.

Mendengar apa yang diucapkan Kirana, Adrian merasa tersentuh, "Tidurlah, Sayang! Perjalanannya masih panjang! Aku tidak ingin berdebat sekarang," perintahnya.

Kirana terdiam dia tidak bisa berbuat apa-apa setelah ponselnya masih dikuasai oleh Adrian. Ia pura-pura memejamkan mata sembari berpikir bagaimana caranya agar bisa lepas dari Adrian. Mereka sedang melewati jalan tol yang artinya perjalanan itu memang akan membutuhkan waktu yang cukup lama.

Sintia di rumah menunggu Adrian dengan perasaan gelisah, ini sudah lewat dari dua jam dari waktu biasa Adrian tiba di rumah. Adrian tidak mengangkat panggilannya, bahkan dia mengirim pesan kepada suaminya itu, bahwa dia mengalami kram perut, sengaja berbohong untuk menarik perhatian agar Adrian segera pulang. Dia mengira Adrian masih marah padanya setelah pertengkaran mereka kemarin malam. Dia lalu menghubungi ibu mertuanya untuk menanyakan keberadaan Adrian, tapi mertuanya mengatakan Adrian tidak ada di sana.

"Apa dia tidak berpesan apa pun lagi padamu?" tanya Sintia pada sopir yang tadi pagi mengantarkan Adrian.

"Tidak, Nyonya!" jawab sopir itu sambil menunduk. Sintia mendengus kesal lalu meninggalkan sopir itu.

Pikarannya tertuju kepada Kirana, 'apa mungkin Adrian sedang bersamanya?' tanyanya dalam hati. Kebenciannya kepada Kirana semakin menjadi. "Aku harus berbuat sesuatu padanya agar hidupku tenang."

Zayn yang terus saja memikirkan Kirana memutuskan melajukan motornya untuk sedikit melupakan gadis itu, ia berkeliling tanpa tujuan. Tanpa sadar dia sudah berada di sebuah perkebunan teh di puncak, menikmati suasana malam di tempat berhawa dingin itu.

Kirana yang awalnya hanya ingin memejamkan mata agar tidak berbicara banyak dengan Adrian, justru dia tertidur dengan lelap di jok samping kemudi. Mungkin karena terlalu lelah bekerja ketika siang hari dan kondisinya yang sedang hamil, membuatnya lebih cepat lelah dan tertidur.

Adrian sempat membelai lembut kepala Kirana ketika tidur, dia benar-benar tidak ingin berpisah dengan Kirana.

Setelah sekitar dua jam perjalan, akhirnya mereka sampai di sebuah villa di puncak, villa itu tidak terlalu besar namun cukup nyaman sebagai tempat beristirahat melepas penat. Tanpa membangunkan Kirana, Adrian turun dan mengangkat tubuh Kirana dengan hari-hati khawatir wanita itu terbangun. Dia bisa merasakan bobot wanita itu terasa ringan dibandingakan dulu ketika mereka masih bersama. Tentu saja berat badannya turun karena berbagai masalah hidup yang menimpa Kirana akhir-akhir ini.

Adrian membaringkan Kirana di tempat tidur, kedua matanya menelusuri lekuk tubuh Kirana dan wajahnya. Hidung yang mancung, bibir merekah berwarna pink. Tidak dapat disangkal bahwa mantan tunangannya itu sangat cantik, tidak heran ketika tadi siang Riko memandang Kirana begitu lekat untuk pertama kali. Dia memang sangat mempesona, ah mengapa ia baru menyadarinya sekarang, batinnya.

Kirana masih memakai seragam kerjanya dan itu membuat Adrian benci melihatnya. Dia memutuskan mengganti dengan pakaian yang ia miliki. Ketika itu Kirana mengeliat perlahan belum menyadari apa yang terjadi.

Pelan-pelan Adrian membuka kancing baju yang menempel di tubuh wanita itu, akan tetapi dadanya mulai berdegup kencang. Hawa panas mulai merasuk seluruh tubuhnya, teringat kembali ketika pertama kali ia melakukan itu pada Kirana.

Kini sesuatu di bawahnya telah menegang menyeruak dan mengembung. Adrian sudah meloloskan sebagian pakaian yang dikenakan Kirana. Ketika melihat dua aset kembar milik Kirana, Adrian menelan ludah. Tanpa sadar tangannya mulai mengelus tubuh halus Kirana. Dia mulai menciumi setiap inci demi inci milik Kirana.

"Ngghh ...." Kirana mulai mengerang, tak sadar. Perlahan tangan Adrian mulai menyusup ke tubuh bagian bawah Kirana, mengelus, sembari menghisap kedua bukit kembar milik Kirana yang sudah tidak terhalang apa pun.

"Ahhh ...." Kirana kembali mengerang merasakan nikmat atas perlakuan Adrian yang bermain-main di dadanya. Adrian semakin tertantang lagi untuk berbuat lebih jauh, dia melucuti semua yang menempel di tubuh wanita itu. Nafsu berahi sudah menguasai, ia mulai membuka kedua kaki Kirana kemudian menundukan wajahnya di antara kedua kaki Kirana.

Mata Kirana perlahan terbuka karena sensasi-sensasi nikmat di tubuhnya, dengan samar dia bisa tahu jika dia sudah tidak memakai apapun lagi.

"Akh! Ngghh ..." Dia merasakan nikmat dan spontan mengangkat pinggulnya.

"Akh ... Adrian!" seru Kirana, setelah tahu pelaku di balik sensasi nikmat pada tubuhnya. "Apa yang kau lakukam? Tolong henti ... kan ohh."

Mendengar Kirana menyebut namanya, Adrian tersenyum menyeringai dengan senang, dan melihat wajah wanita itu sudah merona.

"Kau menyukainya, Kirana?"