webnovel

Rahasia Yang Disimpan Lukman

Pagi-pagi sekali, Pak Lukman sudah datang ke kediaman Dennis, putranya.

"Oh, Ayah, aku tidak menyangka ayah akan datang sepagi ini." Dennis membukakan pintu untuk ayahnya tersebut. Dennis sedikit tercengang melihat ayahnya itu memakai setelan jas dan sepatu yang mengkilap, padahal penampilan sehari-hari Pak Luman hanyalah kemeja lusuh dan sandal kulit murah saja. "Tumben sekali Ayah berpakaian rapi seperti ini. Ayah mau ke mana?"

"Sesuai janji Ayah kemarin. Ayah akan membawamu ke suatu tempat. Oh ya, jangan lupa kau pakai pakaian yang rapi juga nanti. Ini sudah Ayah bawakan." Pak Lukman memberikan tentengan di tangannya pada putranya itu.

Dennis mengernyitkan dahi melihat setelan jas dan sepatu yang diberikan ayahnya. "Dari mana Ayah mendapatkan pakaian ini?"

"Ayah menyewanya," jawab Pak Lukman.

"Dan kenapa kita harus memakai pakaian seperti ini, Ayah? Memangnya kita mau ke mana?"

"Kamu akan mengetahuinya nanti, Anakku. Lebih baik sekarang kamu bersiap-siap, agar kita juga bisa segera berangkat."

Meski masih banyak tanya di kepalanya, Lukman akhirnya memutuskan untuk menuruti perintah ayahnya itu. Ia memasuki kamar. Sebelum mengganti pakaiannya, Dennis lebih dahulu memakaikan pakaian untuk Adelia yang baru selesai mandi. Dennis juga mengenakan pakaian yang terbaik untuk putri kecilnya itu.

"Kau benar-benar terlihat seperti seorang pewaris tahta," gumam Pak Lukman begitu melihat Dennis ke luar dengan membawa Adelia dalam kereta dorong bayi.

"Pewaris tahta? Apa maksudnya?"

"Oh tidak ada apa-apa." Pak Lukman mengibaskan tangannya. "Mari berangkat. Ayah juga sudah menyewa sebuah mobil untuk kita berangkat hari ini."

Dennis baru menyadari bahwa ada sebuah mobil hitam mengkilap yang telah terparkir di halaman rumahnya. Mereka bertiga pun naik ke dalam mobil tersebut. Dennis berinisiatif untuk menyetir tapi Pak Lukman ngotot biar dirinya saja yang menyetir.

"Kita akan pergi ke mana, Ayah? Apa tempatnya jauh?" Di sepanjang perjalanan, Dennis masih berusaha bertanya pada ayahnya itu. Tapi Pak Lukman tak kunjung menjawab. Hingga mereka pun tiba di sebuah rumah yang begitu megah, bak istana. Dennis tercengang. Selama ini ia berpikir rumah Raymond adalah rumah yang paling besar dan mewah, ternyata masih ada yang melebihi rumah mantan majikannya itu.

"Rumah siapa ini, Ayah?" tanya Dennis lagi.

Belum sempat Pak Lukman menjawab pertanyaan mereka, dua orang pengawal rumah itu lebih dahulu menghadang mobil mereka.

"Anda siapa?" tanya salah seorang dengan mereka.

"Saya ingin bertemu dengan Nyonya Berlin," jawab Lukman setelah menurunkan kaca mobilnya.

"Saya tidak bisa mengizinkan anda bertemu dengan Nyonya Berlin sebelum memeriksa identitas anda. Dan apa anda sudah membuat janji dengan Nyonya Berlin sebelumnya?"

"Memang belum, tapi saya yakin Nyonya Berlin tidak akan menolak kedatangan saya. Izinkan saya masuk."

Dua orang pengawal itu tetap tidak memberi izin, hingga akhirnya seorang tukang kebun di rumah itu ikut menghampiri mereka. "Tuan Lewis?"

Dennis mengernyitkan dahi saat mendengar tukang kebun tua itu memanggil Pak Lukman dengan nama Lewis. Tapi Pak Lukman justru turun dari mobilnya, hingga Dennis pun menyusul ayahnya itu dengan menggendong Adelia.

"Pak Darto, saya ingin menemui Nyonya Berlin. Tapi dua pengawal ini tidak mengizinkan saya," ucap Pak Lukman.

"Mereka memang masih baru bekerja di sini, Tuan. Jadi wajar kalau mereka tidak mengenal Tuan. Mari saya antar masuk untuk bertemu Nyonya Berlin, Tuan," ucap tukang kebun yang bernama Darto itu.

"Darto, tunggu! Kenapa kau mengizinkan orang asing masuk?" cegah salah seorang pengawal.

"Jika kalian tahu siapa Tuan Lewis ini, kalian akan malu sendiri karena telah menghadangnya seperti tadi. Izinkan aku membawanya masuk. Aku yang akan bertanggung jawab atas apa yang terjadi nantinya," balas Darto dengan tegas. "Mari, Tuan!"

"Ayo masuk, Dennis." Pak Lukman turut mengajak Dennis masuk.

Dengan seribu tanya di kepalanya, Dennis pun mengikuti ayahnya itu. Tapi perasaannya mulai tidak tenang, terlalu banyak yang aneh. Entah apa yang sedang disembunyikan ayahnya itu. Kenapa ia tiba-tiba dipanggil dengan nama Lewis? Dan kenapa ia hendak bertemu dengan pemilik rumah yang bernama Nyonya Berlin itu? Ada apa sebenarnya?

Mereka pun mulai memasuki kediaman megah itu. Di sebuah ruangan yang besar, di atas kursi santainya, tampak seorang wanita tua sedang disuapi oleh seorang pelayan. Menurut prediksi Dennis, melihat kerutas di wajah wanita tua itu, umurnya pasti sekitar tujuh puluh tahun, usia tak bisa disembunyikan dengan riasan seperti apapun.

Karena merasa sedang berada di ruangan asing, Adelia pun mulai merengek. Dennis berusaha menenangkan Adelia, tapi suara rengekan Adelia lebih dahulu didengar oleh wanita tua itu. Nyonya Berlin menoleh pada tiga orang laki-laki dan seorang anak kecil yang sedang berjalan ke arahnya. Seketika itu jualah bola mata Nyonya Berlin tak berkedip.

"Lewis….," desis Nyonya Berlin.

"Maaf sebelumnya Nyonya. Tuan Lewis datang hendak menemui Nyonya." Darto menjelaskan pada majikannya itu.

Nyonya Berlin pun menganggukkan kepalanya. "Kau bisa kembali bekerja," ucapnya pada Darto. "Kau juga bisa kembali ke dapur," lanjutnya pada pelayan yang sedari tadi menyuapinya makanan.

"Baik, Nyonya." Darto dan si pelayan pun meninggalkan ruangan luas itu.

Nyonya Berlin bangkit dari kursi santainya. "Lewis … kamu masih hidup…?"

Lukman alis Lewis itu pun langsung berlutut dan menundukkan kepalanya. "Maafkan saya, Nyonya. Saya terpaksa turut menghilang dari Nyonya sesuai perintah Tuan Damara," ucap Lewis.

Tuan Damara? Satu nama asing lagi yang membuat kening Dennis berkerut. Tapi sepertinya nama itu juga tidak terlalu asing, bukankah Damara adalah nama panjang Dennis? Dennis Damara.

"Lewis, andai kau tahu, aku begitu hancur saat Dennis meninggalkan aku seorang diri. Di mana Damara sekarang? Di mana anakku sekarang, Lewis?" ujar Nyonya Berlin dengan suaranya yang mulai serak.

"Begitu ke luar dari rumah ini, mobil Tuan Damara mengalami kecelakaan, Nyonya. Istri Tuan Damara meninggal di tempat, tapi Tuan Damara dan bayinya masih sempat dilarikan ke rumah sakit. Meski tidak lama setelah itu, Tuan Damara juga meninggal dunia," terang Lewis.

Seluruh persendian Nyonya Berlin terasa lemas mendengar hal tersebut. Ia kembali terduduk di kursinya. Air mata mulai tercurah dari pelupuknya. "Kenapa kau tidak pernah memberi tahu aku, Lewis?!" bentak Nyonya Berlin beberapa menit berselang.

"Maafkan saya, Nyonya. Semua itu saya lakukan atas permintaan Tuan Damara. Tuan Damara meminta saya untuk menyembunyikan semuanya dari Nyonya. Tuan Damara juga meminta saya untuk membesarkan putranya. Dan kini saya membawa putranya pada Nyonya. Saya membawa cucu Nyonya; Dennis Damara."

Dennis terbelalak mendengar apa yang ke luar dari mulut laki-laki yang selama ini ia kenal sebagai ayahnya itu. Darahnya berdesir hebat saat sang ayah menyebut namanya. Apa maksudnya? Apa itu artinya Dennis bukan anak kandung Lukman? Apa itu artinya Dennis adalah putra dari Tuan Damara yang sudah meninggal itu? Apa itu artinya Dennis adalah cucu dari Nyonya Berlin si pemilik rumah megah itu?

Ah! Semua terasa tidak masuk akal bagi Dennis.