1 Istri Kabur Tengah Malam

"Kau mau ke mana, Jesselyn?" Dennis berseru kaget saat melihat Jesselyn, istrinya, tengah mengemas pakaian ke dalam koper.

"Aku mau pulang ke rumah orang tuaku," sahut Jesselyn tanpa menoleh pada suaminya.

"Tapi kenapa? Ada apa? Dan kenapa juga harus tengah malam begini?" ujar Dennis lagi. Kala itu memang sudah pukul sebelas malam. Dennis juga baru selesai mandi habis bekerja seharian menjadi supir pribadi Tuan Raymond, seorang bos perusahaan besar yang bergerak di bidang ekspor dan impor. Saat Dennis pulang ke rumah tadi, Jesselyn memang bersikap dingin padanya. Dennis berpikir Jesselyn tak menegurnya karena sedang asik menonton sebuah drama di televisi. Sama sekali Dennis tidak menyangka bahwa istrinya itu sedang marah padanya apa lagi sampai mengemasi pakaiannya sendiri.

"Aku sudah tidak tahan lagi hidup denganmu!" maki Jesselyn.

"Tidak tahan bagaimana? Aku salah apa?" protes Dennis.

Jesselyn tak langsung menjawab. Ia lebih dahulu mengambil kertas tunggakan listrik dan air yang terletak di atas meja dan menyodorkan kertas itu tepat di depan mata Dennis. "Kau masih bertanya apa salahmu? Lihat ini! Bahkan untuk membayar listrik dan air tiap bulan saja kau tidak sanggup! Belum lagi untuk membeli kebutuhan bayi dan belanja sehari-hari. Sampai kapan kau akan meminta aku dan Adelia makan telor dan tempe saja setiap hari hah?"

"Tunggakan listrik tidak akan sebesar itu kalau kau tidak membeli AC untuk rumah kita yang kecil ini, Jesselyn. Dan soal kebutuhan sehari-hari, kau bisa membeli makanan protein lain kalau kau bisa menahan diri untuk tidak berbelanja baju dan tas setiap bulan. Kau kan tahu gajiku tidak banyak, itu sebabnya aku selalu memintamu untuk berhemat, Jesselyn," balas Dennis.

Bola mata Jesselyn kian melotot mendengar ucapan suaminya itu. "Oh, jadi sekarang kau menyalahkan aku? Kau menganggap aku boros? Apa kau tahu, aku nyaris mati bosan setiap hari berada di rumah kecil ini seperti jadi babu yang harus mencucikan pakaianmu, memasak makanan untukmu, membereskan rumah serta mengasuh anakmu! Aku butuh hidup yang tenang. Aku butuh liburan. Aku butuh kenyamanan. Tapi kau selalu memberikan beban dan beban padaku setiap hari!"

"Bukannya sebagai pasangan suami istri kita memang harus membagi peran? Saat aku mencari nafkah di luar, maka sudah semestinya kamu yang mengurus rumah dan anak kita. Sekali lagi aku katakan, aku bukan tidak mau membawamu liburan, kalau kan bisa berhemat dari uang jajan yang kuberikan setiap bulan, kita pasti bisa berlibur juga, Jesselyn!"

"Omong kosong! Dua tahun menjadi istrimu, aku hanya mendekam di rumah reyot ini. Kau bilang kau akan membahagiakanku, tapi apa buktinya? Kau justru memenjarakanku. Sekarang aku sudah tidak tahan lagi, aku akan pulang pada orang tuaku!"

Dennis langsung mencengkram tangan Jesselyn saat Jesselyn hendak menutup kopernya. "Apa maksudmu, Jesselyn? Apa kau akan meninggalkanku begitu saja?"

"Iya! Aku sudah tidak mau lagi jadi istri seorang supir miskin sepertimu! Lepaskan aku! Dan silakan kau tunggu surat dari pengadilan untuk sidang perceraian kita!"

Dennis terbelalak begitu mendengar kata cerai. "Apa-apaan kamu, Jesselyn? Apa kamu tidak memikirkan nasib Adelia nantinya?"

"Aku tidak peduli. Kau ayahnya, kau yang harus bertanggung jawab atas dia. Aku ingin hidup bebas, tanpamu dan tanpa bayi itu!"

Rahang Dennis mengeras begitu mendengar ucapan sang istri. "Jesselyn! Ucapanmu sudah keterlaluan! Kau adalah ibu dari Adelia, kau tidak bisa meninggalkan Adelia begitu saja. Kau juga harus bertanggung jawab atasnya."

"Aku tidak peduli." Jesselyn menantang sepasang mata Dennis yang sudah memerah. "Hidupku hanya satu kali, dan aku tidak ingin menyia-nyiakan umurku dengan hidup susah sebagai istrimu. Setelah ini kau tidak perlu mencariku lagi, Dennis. Maka sesungguhnya kukatakan, aku begitu menyesal menikah dengan pria miskin sepertimu!"

Setiap kalimat Jesselyn seperti petir yang menyambar-nyambar di rumpun telinga Dennis. Dadanya terasa bergemuruh. Ingin ia melayangkan tangannya untuk menampar mulut wanita yang seperti tak tahu adab itu. Tapi Dennis tahu, hal itu tidak akan ada gunanya. Kedua telapak tangan Dennis tampak mengepal. Matanya yang merah mengiringi langkah Jesselyn yang ke luar dari kediaman tersebut dengan menenteng sebuah koper. "Suatu saat kau akan menyesal karena telah meninggalkan aku, Jesselyn…," desis Dennis.

Ia beralih ke tempat tidur, memeluk Adelia, putri kecilnya yang baru berumur satu tahun. Dennis menenangkan Adelia yang sedang menangis, barangkali bayi itu terbangun karena mendengar suara pertengkaran kedua orang tuanya tadi. "Lupakan mamamu, mulai sekarang Papa yang akan menjadi ayah sekaligus ibu untukmu. Papa akan membahagiakanmu, Nak, dan kelak mamamu pasti akan menyesal karena telah meninggalkan kita berdua," bisik Dennis menahan perih di matanya. Sesakit apapun hatinya, ia tidak ingin menitikkan air mata untuk Jesselyn.

***

Pagi hari, Dennis tampak bersiap-siap bekerja. Ia juga menyiapkan tas kecil yang berisi susu, popok, dan pakaian ganti Adelia karena hari itu Dennis berencana membawa putri kecilnya itu bekerja. Dennis berangkat menuju kediaman majikannya dengan mengenakan sebuah motor matic. Tuan Raymond memang pernah menawarkan Dennis untuk membawa pulang saja mobilnya, tapi Dennis tidak mau karena takut mobil mewah majikannya itu jadi rusak, apa lagi kediaman Dennis juga tidak ada garasi.

Saat tiba di kediaman sang majikan, seorang bodyguard Raymond bernama James tampak heran melihat Dennis datang dengan membawa seorang bayi dalam gendongannya. "Kenapa kau membawa putrimu ke sini?" tanya James.

"Aku tidak bisa meninggalkannya sendirian di rumah. James, tolong pegangkan dulu tas kecil ini. Aku ingin menemui Tuan Raymond sekaligus meminta izin padanya bahwa aku terpaksa membawa Adelia bekerja hari ini." Dennis memindahkan tas kecil dalam genggamannya pada James.

"Dennis, tunguu…"

James tampak mencoba menahan Dennis, tapi laki-laki itu sudah terlebih dahulu memasuki kediaman megah itu, menuju teras samping yang dilengkapi kolam berenang, tempat biasa sang majikan menikmati pagi harinya sambil minum kopi dan sarapan.

"Hahahaa… Sayang, geli! Kau nakal sekali!"

Bulu roma Dennis berdiri begitu mendengar suara wanita yang sedang bersama Tuan Raymond di dalam kolam berenang. Meski wanita itu membelakanginya, Dennis dapat mengenali suara itu, bahkan Adelia dalam gendongannya juga dapat mengenali suara itu.

"Maaa…" Adelia bersuara dengan tangannya yang tampak menggapai-gapai pada kolam berenang.

Suara Adelia berhasil membuat dua sosok yang sedang bermesraan di dalam kolam berenang itu jadi berbalik badan, menghadap pada Dennis dan putrinya. Seketika itulah Dennis merasakan seluruh persediannya lemas, ia seperti ditimpuk beban ratusan kilogram dari berbagai arah secara bersamaan.

"Jesselyn … Kau…-"

Suara Dennis tercekat. Ia bahkan sampai tidak bisa meneruskan kata-katanya.

avataravatar
Next chapter