webnovel

Sang Dominan

Asya menangis di pelukan Winny, ia benar-benar sakit hati dengan apa yang suaminya katakan. Ucapan sayang yang ia dapatkan selama ini kini telah berubah. Posisinya sebagai wanita kesayangan Qianno telah digantikan oleh perempuan baru bernama Nancy.

"Sudah ya..., dia tidak boleh lagi menjadi penyebab keluarnya air matmu setelah ini. Sekarang, kamu bisa menangis sepuasnya sebelum memilih untuk melupakan dan melenyapkan nama dia dari dalam hatimu," ucap Winny.

Asya terus terisak pilu, pelukannya pada tubuh Winny semakin mengerat. "Aku harus apa setelah ini? Aku dibuang, aku tidak memiliki siapa-siapa lagi. Qianno bahkan tidak menanyakan keadaan anaknya."

"Shhh, masih ada kami di rumah father Jay. Kamu masih bisa tinggal di sana, aku akan menemanimu."

Asya melepaskan pelukannya, wanita itu menatap wajah Winny penuh harap. "Bilang sama aku, bagaimana caranya bergabung dengan kalian. Aku akan menepati janjiku untuk menjadikan diriku penyebab kematian anak mereka. Kebahagiaan mereka harus diputus dengan paksa. Mereka harus merasakan bagaimana pedihnya aku saat kehilangan bayiku."

Winny terdiam mematung, "Jangan gegabah, Asya. Masuk ke dalam lingkaran father Jay itu sama saja kamu sudah mati di mata dunia. Salsabilla Asya akan mati, tidak akan ada nama itu lagi di hidupmu."

"Aku yakin, ayo beri tahu aku. Ayo bawa aku ke dalam hidup kalian. Aku siap mati!"

Winny mengangguk sebelum mulai melajukan kendaraannya sekencang mungkin sesuai kemampuannya.

"Apa hatimu seyakin itu untuk membunuh seorang anak yang tidak berdosa?" tanya Winny sekali lagi. Ia takut Asya salah mengambil jalan.

"Aku yakin. Mereka juga membunuh bayi yang selama ini sudah aku nanti0nantikan kehadirannya."

Kini Winny tidak perlu menanyakan lagi untuk meyakinkan diri. Dari dalam sorot mata Asya ia dapat melihat kebencian dan dendam yang mendalam.

Setelah beberapa menit mengemudikan mobilnya dengan gila-gilaan. Kini kedua wanita dengan masa lalu kelam itu telah kembali. Namun, di dalam mansion mewah Jayden tampak ramai. Rupanya perempuan yang diceritakan oleh Winny sudah datang.

"Savira Annastasya sudah mati mulai detik ini. Di hadapan kalian telah lahir anggota baru bernama Marry Julees."

Suara berat Jayden menyapa gendang telinga Asya, terdengar seksi dan seram di waktu yang bersamaan.

"Father..., bisakah aku menyela waktumu?" tanya Winny.

Jayden langsung membalik badannya, menatap Winny dengan datar. "Katakan."

"Salsabilla Asya ingin bergabung dengan kita, detik ini juga."

Mendengar ucapan Winny membuat Jerold terkejut. Pria itu menghampiri Asya yang masih berdiri mematung di sebelah Winny.

Jerold menarik tangan Asya untuk ia bawa ke tempat yang sepi. "Apa-apaan Asya? Ini bukan mainan, ini bukan tentang alat make up yang bisa kamu gunakan untuk merias wajahmu setiap hari. Ini bukan seperti makanan yang biasa kamu konsumsi setiap hari. Jangan mengada-ngada!"

Asya melepaskan tangan Jerold dengan pelan. "Aku bahkan tidak meminta persetujuan siapa pun unyuk ini. Aku melakukannya demi hidupku sendiri. Aku ingin membunuh Salsabilla Asya di dalam hidupku."

"Bisa Jerold temani aku?" lanjutn Asya menatap Jerold datar.

Jerold menarik napas dalam sebelum ia embuskan perlahan. "Selamat datang dan selamat bergabung."

Pria itu tuntun pergelangan tangan Asya untuk ia bawa ke hadapan sang penguasa rumah mewah tempat ia bernaung selama bertahun-tahun.

"Asya sudah siap, dia tidak ingin berpikir ulang. Salsabilla Asya sudah siap untuk dilenyapkan," ucap Jerold dengan tenang.

Jayden menyeringai, menatap Asya penuh minat. "Kau yakin? Ini bukan wahana permainan yang bisa kamu jajaki sesuka hatimu. Sekali kamu masuk, akan sangat susah untuk keluar kecuali jika kamu mati di tangan musuh. Atau..., di tanganku sendiri."

"Di sini atau pun di jalanan, semuanya sama. Aku akan berakhir mati sendirian, jadi lakukan sekarang saja," jawab Asya dengan yakin.

Jayden tertawa menyeramkan. "Mulai detik ini Salsabilla Asya hanya akan ada dalam kenangan orang-orang yang mengenalnya. Dia akan mati dalam kecelakaan pesawat 5 jam dari sekarang. Selamat datang Queen..., Queen Arabella-ku."

Beberapa penguni rumah mewah itu saling menatap satu sama lain. Sepertinya Queen Arabella akan lebih rumit daripada Marrie Julees. Sang ratu sudah datang, entah apa yang akan terjadi pada kehidupan wanita itu kelak di masa yang akan datang. Satu hal yang dapat dipastikan bahwa ini tidak akan berjalan dengan mudah.

"Turuti kata-kata yang keluar dari mulutku mulai detik ini, hanya dari mulutku, hanya aku! Jika aku memberikan perintah untuk merangkak, maka merangkaklah tanpa ragu. Saat aku ingin melihatmu berlutut, maka tekuk kedua kakimu di hadapanku!" ucap Jayden tepat di depan wajah Arabella.

Seperti sihir, wanita itu mengangguk pelan penuh keyakinan. "Apa pun yang Father katakan."

"Ssst..., panggil aku Jayden, hanya Jayden."

Semua kisah dimulai dari detik ini. Father Jay, Prince Jerold dan Queen Arabella.

"Sekarang ikut aku."

Arabella mengikuti langkah kaki Jayden menuju ke dalam kamar yang selama ini tidak boleh dimasuki oleh siapa pun terlebih seorang wanita.

Pria itu membuka lemari hitam besar berisi banyak sekali pakaian wanita. Namun, sangat berbeda dengan selera Arabella. Wanita cantik yang gemar mengenakan pakaian manis itu kini dihadapkan dengan puluhan pakaian kasual.

"Ini..., milik siapa?" tanya Arabellaa.

"Tidak perlu menanyakan itu. Pakai saja."

Arabella mengangguk patuh, memangnya ia siapa hingga bisa memprotes segala keinginan penguasa rumah ini.

Walau pun sedikit bingung, Arabella memilih untuk menyetujui seluruh keinginan Jayden. Nanti, ia bisa menanyakannya pada Jerolod atau Winny.

"Kiss or undress?" tanya Jayden sembari menghisap sigaret di sela jarinya.

Arabella tentu terkejut mendegar ucapan Jayden. "Aku bergabung dengamu untuk membalaskan dendam dan sakit hatiku. Bukan untuk menjadi jalangmu!"

Jayden tertawa sadis. "Jangan terlalu jual mahal Queen. Kemari dan tolong bukakan gesperku, sesak sekali rasanya."

"Jaga batasanmu Jayden!" seru Arabella mulai terpancing emosi. Wanita itu melihat pistol mewah yang terpajang di dinding, dengan cepat ia tarik. Arabella mengarahkan moncongnya pada dada sang pria, sekali tarik, maka Jayden sudah dipastikan akan berpindah alam dalam hitungan detik.

"Ayo tembak, Queen. Aku ingin melihat kemampuanmu." Tawa Jayden mengudara membuat wajah Arabella memerah padam.

Sreet!

Dengan cepat, kini moncong pistol itu sudah berada di dalam mulut Arabella. Jayden mencengkeram mulut wanita itu dengan tangan kiri lalu memasukkan sebagian moncong pistol ke dalam mulut Arabella.

Jayden sudah bersiap untuk menarik pelatuknya, hingga....

"Dor! Dor! Dor!" Bukan suara pistol, melainkan suara yang keluar dari mulut pria tampan yang masih berdiri gagah di hadapan mangsanya.

Jayden terkekeh pelan melihat Arabella memejamkan matanya erat-erat. "Queen, pistol seperti ini tidak akan mampu merenggut nyawaku. Selamat datang di kamar kesayanganku, Queen."

Jayden kecup pipi Arabella sebelum melempar pistol ke ranjang besar di belakangnya. "Perhatikan langkahmu. Jika tidak, kamu akan berakhir menjadi santapan Kaison besok pagi."