webnovel

Lebih Dekat Dengan Kematian

"Asya, kamu kenapa? Badanmu merah-merah bekas cambukan?" tanya Jerold khawatir. Pria itu mengusap-usap lengan Arabella yang tampak memerah.

"Namaku Arabella. Jangan sebut lagi nama selain itu," jawab Arabella lirih.

"Okay..., Arabella. Siapa yang melakukan hal ini?"

"Theo. Atas perintah Jayden, aku menolak permintaannya," jawab Arabella.

Jerold menggelengkan kepalanya pelan, "Sial! Tunggu di sini."

Arabella menahan lengan Jerold. Ia sedang tidak ingin mendengar keributan. "Tidak perlu menemuinya. Bukankah kamu juga sudah sering dipukuli kakak sialanmu itu?"

"Dapat bahasa kasar dari mana kamu? Good girl...." Jerold mengusap kepala Arabella layaknya seekor kucing. "Kamu belajar dengan cepat."

Arabella tertawa sarkasm, wanita itu baru sadar jika dirinya tengah terperangkap oleh sepasang kakak adik yang sedikit tidak waras.

"Memangnya Jayden memberimu perintah apa? Baru bergabung dan kamu sudah berulah membantah ucapannya?" lanjut Jerold. Pria itu memiringkan kepala untuk meneliti tubuh Arabella dari atas sampai ke bawah dan kembali lagi ia ulangi gerakan yang sama.

Arabella melepaskan lengan dress pendek di bahu sebelah kirinya yang terasa nyeri. "Kisses or undress."

Jerold memijat pelan pelipisnya yang terasa berkedut. "Dia mulai tidak waras. Padahal terakhir kali menyentuh wanita sudah dua tahun yang lalu."

"Tapi, jangan sampai terperangkap dengannya. Jauhi hal-hal yang berbau romansa jika itu menyangkut Jayden. Pria itu tidak akan bisa mencintaimu. Jika kamu tertarik untuk menjalin hubungan romantis, silakan hubungi aku," ucap Jerold dengan nada tenang. Entah pria itu sedang bercanda atau serius, Arabella tidak bisa menebaknya.

"Saranmu aku terima, kau dan dia adalah pria-pria yang harus aku hindari di dalam rumah ini," balas Arabella.

Jerold menaikkan salah satu alisnya. "Kenapa denganku?"

"Jangan tertipu dengan sikap Jerold yang manis dan manipulatif. Obsesinya di luar nalar. Itu yang Jayden katakan padaku."

Jerold tertawa keras, kakaknya itu benar-benar sialan. "Baiklah terserahmu. Tapi, bisakah kita berkencan malam ini?"

"Aku rasa kamu sudah mulai tidak waras. Aku menolak ajakanmu, ajak saja Winny. Jangan membuatnya terbawa perasaan dan kamu tinggalkan dia begitu saja," gumam Arabela menyidir lawan bicaranya.

"Arabela..., kamu salah paham. Kamu tidak boleh percaya dengan siapa pun secara sepihak seperti ini," bela Jerold saat mendengar tuduhan sang wanita yang tidak berdasar sama sekali.

"Terima kasih sudah mengingatkanku untuk tidak percaya pada siapa pun secara sepihak. Termasuk padamu."

Jerold tersenyum sembari menggigit bibir bawahnya. Gila, Queen Arabella terlalu panas. "Kalau begitu coba dulu denganku. Aku dengan suka rela menyerahkan diri kalau kamu ingin mencicipinya."

"Terima kasih banyak atas tawaranmu. Tapi, bisakah kamu memberitahuku di mana letak obat-obatan yang bisa aku dapatkan untuk mengobati ini?" tanya Arabella.

"Biarkan aku yang mengatasi ini. Sekarang buka saja dulu pakaianmu, oh, open your dress please haha!"

Arabela ikut tertawa, sepertinya ia harus mulai terabiasa dengan kelakuan aneh orang-orang yang ada di rumah ini. "Singkap saja dari belakang, jangan menguji kesabaranku."

Dengan senang hati Jerold menyingkap dress pendek yanga Arabella kenakan. "Astaga! Theo ini kejam sekali, punggungmu lecet."

Dengan perlahan Jerold oleskan krim dengan jari-jarinya. "Sakit?"

"Tentu saja, kamu berharap aku menjawab tidak sakit?" ketus Arabella kesal sembari menahan perih di area lukanya.

"Jangan galak-galak, Jayden nanti semakin menggilaimu. Dia suka pemberontak."

Arabella memilih untuk tidak menjawab. Mendebat Jerold dan Jayden hanya akan membuat otaknya panas.

"Jerold, pakaian siapa yang ada di kamar Jayden?"

Jerold langsung menghentikan aktivitasnya saat mendengar pertanyaan Arabella. Hal yang sangat ia hindari untuk dibahas. "Kamu dibawa ke sana? Apa kata Jayden?"

"Dia membukakan lemarinya, dia memintaku untuk mengenakan baju-baju itu mulai sekarang."

Jerold membalik paksa tubuh Arabella agar menghadap ke arahnya. "Pergi dari sini sebelum terlambat. Tempatmu bukan di sini. Aku akan mencarikanmu tempat yang tepat, kamu bisa hidup normal dan menikah dengan pria yang kamu cintai di masa depan."

"Terlambat Jer, aku sudah tidak bisa mundur lagi. Aku akan tetap di sini."

Jerold mencengkeram keras kedua bahu Arabella hingga memerah. "Belum terlambat, pergilah aku mohon. Kamu mungkin akan berhasil membalaskan dendammu pada suamimu dan juga selingkuhannya. Tapi, sakit hatimu akan lebih besar jika berada di tempat ini."

"Bisakah aku berpura-pura tidak mendengar perkataanmu tadi?" Arabella merapikan pakaiannya sebelum memilih keluar meninggalkan Jerold sendirian.

***

"Queen..., sedang apa di sini, hmm?" Jayden merapatkan tubuhnya dengan punggung Arabella. "Cambukannya masih nyeri? Maafkan Theo, hmm."

Arabella berdecih keras. "Harusnya matamu sudah bisa melihat dengan jelas jika aku sedang memberikan beruangmu makanan. Dan, Theo mecambukku atas perintahmu. Sengaja aku ingatkan barangkali kamu lupa."

"Galak sekali, jangan-jangan perempuan lemah tidak berdaya yang saat itu sering menangis tengah malam, itu bukan kamu? Berbeda sekali rasanya," ucap Jayden sembari mngusap-usap pipi sang wanita dengan lembut.

"Kamu memperlakukanku dengan buruk, jadi apa yang kamu harapkan dariku? Aku memiliki harga diri yang tidak bisa kau injak seenaknya."

"Benarkah? Seberapa mahal? Memangnya kamu berniat memasang harga berapa?" tanya Jayden dengan santainya.

Plak!

Tamparan itu refleks, Arabella bahkan menatap tangannya terkejut. Ia tidak bermaksud melakukannya dengan sengaja.

"A-aku tidak sengaja, aku refleks melakukannya."

"Benarkah?" tanya Jayden dengan pipi yang terlihat jelas mulai memerah.

Dengan cepat Jayden menghimpit tubuh Arabella, ia bawa masuk wanita mungil itu ke dalam kandang Kaison.

"Jayden, apa yang coba kamu lakukan. Kaison bisa memakan kita hidup-hidup!" seru Arabella ketakutan.

Jayden tertawa kecil, terdengar santai. "Sorry..., aku refleks melakukannya tadi. Sama sepertimu."

Pria gila, jantung Arabella rasanya seperti jatuh ke perut. "K-kamu benar-benar di luar nalar. Tingkahmu aneh, pria aneh. Kamu dan Jerold sama saja."

Jayden meletakkan telunjuknya tepat di depan bibir Arabella. "Sst..., jaga bicaramu Queen. Aku dan Jerold sangat berbeda. Dia suka main lembut penuh dengan fantasi menyenangkan. Kalau aku kebalikannya. Aku lebih suka yang kasar dan penuh dengan sensasi menegangkan."

Arabella memalingkan wajahnya agar tidak terlalu dekat dengan wajah Jayden. Ia tahu betul ke arah mana ucapan Jayden. Arabella tidak sepolos itu.

"Bisakah kalian berlaku normal saja? A-aku ketakutan, kalian seperti orang gila. Aku merasa tidak aman jika seperti ini," mohon Arabella penuh harap.

Jayden semakin maju mendekati wajah Arabella yang semakin gemetar seperti menggigil. Entah sensasai apa ini?

"Sejak kamu memutuskan masuk ke dalam lingkaranku, kamu tidak akan pernah merasa aman seperti kehidupanmu sebelumnya. Hidupmu akan penuh dengan tantangan. Kematian juga akan berjalan lebih dekat denganmu."

Jayden memeberikan jarak untuk Arabella sebelum melanjutkan ucapannya. "Tapi, jangan mati dulu. Aku masih butuh wanita cantik di sampingku." Pria itu meniup telinga Arabella sebelum meninggalkannya sendirian dengan lutut sang wanita yang terasa lemas.

Next chapter