1 Pendahuluan ⚡♥️

Novel ini hanya ada di aplikasi WebNovel kalau ada di aplikasi lain berarti dibajak

Saya kasih catatan di awal karena udah banyaknya kasus novel dibajak, dan saya kena, ga dapet royalti

Jadi bagi pembaca belum tahu apa itu aplikasi WebNovel, kalian bisa download aplikasi bertuliskan WebNovel di playstore

Di WebNovel koinnya lebih murah dan ada voucher baca gratis sampai 3 loh

Terima kasih,

Nona_ge

***

"Wow, kau benar-benar ahli, gorgeous."

Wanita muda berambut cokelat pendek itu tertawa kecil sambil terus membalikan botol di tangannya; jika saja tidak sedang bekerja sudah pasti akan memutar bola matanya tidak tertarik akan godaan murahan pria di depannya ini; ia seorang bartender jelas ahli, mungkin godaan itu hanya usaha untuk bisa diajak pulang 'bermain-main'.

Mimpi ... ah, dalam mimpi pun takkan terjadi.

Lihatlah rambut pria itu yang telah memutih! Tidak malu kah? Menggodanya? Apakah karena merasa memiliki banyak uang maka semua wanita akan bertekuk lutut ...? Takkan terjadi padanya, bobo.

Wanita itu pun melanjutkan pekerjaannya, menuangkan isi botol ke dalam gelas yang dipegang pria tua itu, dan di saat itu juga merasakan sebuah tangan kasar menyelinap ke dalam rok mini yang dipakainya, memberikan remasan penuh nafsu di bokongnya. Ia menegakan lagi tubuhnya, pipinya merona dikarenakan amarah, "Apa yang Anda lakukan!?"

Pria tua itu tidak mengindahkan protes justru semakin berani mencoba menyentuh dua buah dada yang terlihat menonjol dan indah di matanya, "Ayolah, kau sering menerimanya, tidak usah malu."

Wanita itu mengepalkan tangannya.

'Tidak ada yang bisa mempermainkan, Gaea!'

Gaea bersiap untuk menampar tangan tersebut namun sudah keburu tangan lain yang menghentikannya, kepalanya menengok untuk melihat siapa yang menolongnya, dan dadanya berdegup kencang mengetahui penolongnya adalah pria yang disukainya.

"Tuan Eryk ...."

Eryk tersenyum manis, "Aku rasa kau sudah kelewatan, ada aturan tidak ada yang boleh menyentuh pekerja wanita di sini," katanya ramah, "mengerti?" Ia memberikan remasan kencang sebagai tanda peringatan.

"Ugh," Pria tua itu merintih kesakitan, "b-baiklah."

Eryk melepaskan cengkeraman tangannya, seketika itu juga pria tua itu lari hingga menabrak beberapa orang di sekitar. Mata birunya beradu pandang dengan mata hijau Gaea.

Gaea sebisa mungkin bersikap normal. Ditatap seperti itu membuat hatinya meleleh, dan jangan lupakan aksi heroik barusan terasa berada di film romantis, "Terima kasih," katanya malu.

Eryk tidak menjawab, langsung berbalik, berjalan menuju lantai atas sambil menelepon seseorang.

Gaea masih terpana meski ucapannya tak dijawab, tak apa, asyik memandang punggung Eryk dalam kekaguman, terbayang-bayang adegan tadi; hari ini pun Eryk masih terlihat tampan, dengan setelan jas hitamnya seperti biasa serta tidak lupa rambut pirang yang disisir ke belakang, menyisakan poni yang di style ke samping.

"Haaah~ Tuan Eryk memang lelaki idamanku."

Gaea mengangguk dengan polosnya tanpa keraguan, "Iya."

Sebuah tawa lepas menyusul kemudian.

"L-Lola!?" seru Gaea tersadar dari fantasi liarnya.

Wanita muda berambut hitam panjang itu tersenyum manis; baru sadar? "Aww ... sayang sekali aku tidak membawa ponsel, akan menyenangkan jika direkam~" godanya sambil mengedipkan mata jahil.

Pipi Gaea merona seketika, "Jangan bercanda!"

"Aku tidak~"

Gaea memutar bola matanya, sambil menahan malu kembali ke tempat barnya; kenapa juga bisa berteman akrab dengan Lola? Karena ia sering minta tolong, "Kau kembali bekerja."

Lola masih asyik menggoda, "Baiklah, Nyonya Enzo."

"Lola cukup!" seru Gaea marah, meskipun hati kecilnya berbunga-bunga membayangkan menjadi nyonya Enzo, "Ugh," Ia menepuk keningnya tak habis pikir dengan sahabatnya; otaknya kenapa membayangkan kata-kata Lola juga? "kau mau membuatku kehilangan pikiranku, hah?"

"Aku tidak," sahut Lola cepat, sedetik kemudian mata birunya bersirat kejahilan lagi, "tapi Tuan Eryk mungkin mau."

Kata-kata tersebut sukses membuat otak Gaea berpikir tujuh belas tahun ke atas.

Dasar Lola.

Serius.

Mau sampai kapan Lola terus menggodanya? Inilah sebabnya ia enggan bercerita mengenai perasaannya pada Lola.

Ketika Lola mengetahuinya, takkan berhenti menggodanya.

Gaea menyalahkan diri sendiri karena terlalu mabuk hingga tanpa disadari mengutarakan hati kecilnya akan cinta terpendamnya pada Eryk sewaktu pesta kecil-kecilan menyambut usianya yang telah menginjak 21 tahun di apartemennya.

"Lola, aku dan Eryk takkan berhasil," kata Gaea serius membenahi gelas-gelas kotor kosong ke dalam mesin cuci piring otomatis di dapur.

Lola tertarik kini duduk di kursi bar dengan kaki disilangkan, "Dari mana kau tahu Gaea? Kita takkan tahu jika belum mencoba, 'kan?"

"Lola ...," kata Gaea enggan; harus berapa kali dibilang? Dan juga harus berapa kali kata-katanya sendiri seperti tamparan keras baginya? "Simple. Lihatlah Eryk, terus lihat aku."

"Hm ...," Lola bertopang dagu berpikir, "Eryk lelaki dan kau wanita," katanya polos, "dia punya peni—"

"Hentikan!" potong Gaea kali ini benar-benar malu, "Lola, kembalilah bekerja, tinggalkan aku sendiri."

"Tapi—"

"Please?" Gaea meminta dengan tatapan memelas.

Lola mengalah akhirnya sambil menghela napas berjalan menuju panggung, dan mulai menari lagi meskipun jam istirahatnya masih tersisa banyak.

Gaea juga kembali bekerja, memenuhi pesanan dengan cekatan, dan dalam hatinya berterima kasih pada Eryk sebab lelaki yang memesan minuman tidak berani lagi berbuat macam-macam padanya.

Eryk memang tak banyak bicara atau tepatnya tidak pernah memperhatikan dirinya, ayolah lihat kenyataan, ia hanyalah bartender biasa sementara Eryk pengusaha sukses, jadi mana mungkin pria sematang itu mau melihatnya, lagi pula terkadang Eryk membawa wanita ke klub—menghancurkan harapannya.

Gaea hanya bisa mengagumi dari jauh, menyedihkan bukan? Ia tahu, namun hatinya tetap tidak bisa berhenti berdegup kencang untuk bosnya itu.

Masochist? Maybe.

Gaea mengembuskan napasnya sembari meletakan gelas yang baru dikeringkannya menggunakan lap ke dalam rak, menatap kosong Lola yang sedang berdansa seksi, yang sesekali memberikan melayangkan kecupan atau kedipan manja saat ada seseorang melemparkan uang ke arahnya.

Haruskah ia tetap seperti ini? Menjadi seorang bartender? Gaea sudah tidak sabar untuk segera lulus kuliah dan berkecimpung di dunia penelitian.

Gaea terkadang ingin mencari pekerjaan lain menjadi bartender memiliki banyak risiko meski keamanannya memang top hingga nama mereka dirahasiakan demi keamanan hanya saja karena perasaan cintanya pada Eryk membuatnya bertahan.

Gaea tahu tidak ada harapan dengan Eryk, tetapi tetap bertahan selama ini.

Bodohnya ....

'Mungkin aku harus mencari pekerjaan ba—'

"Aahhh!"

Gaea terkejut mendengar suara teriakan yang diyakini berasal dari Lola, matanya kembali ke tempat terakhir kali Lola menari dan tidak ada; ada kerumunan di sana. Ia keluar dari ruang bar menuju panggung, dan terkesikap melihat sahabatnya terduduk sembari memegangi pergelangan kaki, tanpa berpikir panjang langsung menuntun Lola perlahan ke ruang ganti wanita sebelum situasi semakin ramai, "Apa yang terjadi?"

"Saat aku mau turun, seseorang berusaha memegang bokongku, aku jadi kehilangan keseimbangan dan terjadilah ini," kata Lola kemudian merintih kesakitan.

Gaea mendudukan tubuh Lola di kursi panjang hitam, "Aku akan mengambilkan es—"

Suara pintu dibuka secara kasar hingga membuat Gaea berhenti bicara untuk menoleh ke arah 'pelaku' yang baru saja membuka pintu dengan kasar itu.

Seorang wanita muda berambut cokelat muda berdiri dengan napas terengah-engah seakan sehabis berlari jauh, "Apa yang terjadi dengan Lola!?"

Lola tertawa patah-patah di tengah kakinya yang kesakitan, "Ha, ha, aku tergelincir, cerobohnya aku."

"Oh," Gaea tanpa sadar matanya tertuju pada plastik yang dipegang oleh wanita berambut cokelat tersebut, "Ava, kau membawa apa?"

"Oh, ini?" Ava mengangkat plastik yang dibawanya, "aku membeli minum untuk istirahat kita," katanya riang, "dan juga dim sum buatanku~"

Gaea menepuk keningnya.

Ava memang wanita yang baik, terlalu baik malahan tetapi bukan seperti ini.

"Klub menyediakan makanan, kau tahu 'kan?"

"Oh ...," Ava bergumam kecewa tidak mengetahui karena ini hari pertamanya bekerja, usahanya sia-sia.

"Aku akan mengambilkan es," kata Gaea.

"Sebelum itu," Ava menghentikan langkah Gaea untuk keluar, "siapa yang akan menari di ruang VIP?"

"Ruang VIP?"

Ava mengangguk, "Aku mendapat perintah dari Ferdinand untuk meminta Lola menari di ruang VIP," jelasnya gugup, "tetapi Lola ...." mata cokelatnya terarah ke kaki Lola lalu meringis; pasti sakit.

Gaea melirik pergelangan kaki sahabatnya yang mulai memerah; melihat tadi Lola merintih kesakitan ketika ke sini sudah jelas sahabatnya itu takkan bisa menari dan jika tidak bisa menari berarti dikeluarkan.

Lola berusaha berdiri, "Aku bis—" kata-katanya terpotong oleh rasa sakit di kakinya sehingga memaksanya duduk lagi di kursi, "ugh ...," rintihnya pelan.

"Jangan memaksakan diri, Lola," kata Gaea.

"Iya," Ava menyetujui.

"Tetapi siapa yang akan menari jika bukan aku?" kata Lola frustrasi.

Gaea tidak menjawab.

Memang ada penari lain, hanya saja yang diperintah kan Lola, dan ia tahu betapa perfeksionisnya Eryk akan pekerjaan jika tahu perintah tak dituruti maka siap-siap angkat kaki dari sini.

"Bagaimana denganmu saja Gaea?" Ava memberi ide yang bisa dikatakan gila.

***

avataravatar
Next chapter