webnovel

Part Ke 3

Dendam Gadis Yang Diperkosa

----

Orang tua ku sudah meninggal tiga tahun lalu, dan aku hidup sangat bergantung pada Mbak Izma. Ya Mbak Azmi adalah pemilik perusaan ternama di Kota ku, yang dikelola oleh Ayah temannya.

Perusaan Pembuatan Batik Murni dan Asli yang di kelola Mbak Azmi saat ini sangat berkembang pesat. Meski pernah berada di ambang kehancuran. Namun berkat orang baik usaha ini kembali berjalan hingga lebih berkembang dari sebelumnya.

Namun sejak dua tahun lalu, saat aku mengenal seorang gadis. Mbak Azmi sangat melarangku berhubungan dengannya, dia bilang ada seorang wanita yang akan dia kenalkan.

Namun aku keukeuh dengan keinginan dan pilihan hatiku, aku memilih Salsa menjadi pemiliknya.

Dua tahun kami menjalani hubungan, hingga 6 bulan terakhir Salsa terus mendesakku untuk menikah. Dia berkata bahwa berpacaran terlalu lama itu bukan hal baik, jadi harus segera menginjak ke jenjang lebih serius.

"Mas, Ibu sama Ayah sudah menunggu kamu untuk melamarku. Setelah itu kita bisa menunda dulu untuk ke hal menikah, biar kak Dinda yang menikah dulu baru kita nyusul." ucapnya kala itu, dan aku pun berjanji untuk menemui keluarganya 3 bulan lagi.

Namun, dalih-dalih aku akan meminta Mbak Azmi dan Mbak Ajeng menemaniku, Mbak Azmi melarangku. Dan mengancam mengeluarkan ku dari pekerjaan ku dan mencabut jabatanku.

Aku bingung serta tidak bisa berbuat apa-apa. Sama halnya dulu aku tak datang karna Mbak Azmi. Namun sekarang berbeda, aku tak bisa menemuinya karna ini adalah hari dimana aku akan melamar Pilihan Mbak Azmi meski hatiku tidak yakin seutuhnya.

Wanita yang keluarganya sudah banyak membantu keluarga ku, awalnya aku menolak. Namun setelah aku bertemu dan berkenalan dengan dia aku merasa aku suka dengannya, aku tergoda dengan parasnya yang cantik. Meski tidak bisa mengimbangi Salsa.

Namanya Vita, wanita cantik bertubuh sintal, mata bulat rambut panjang, kulit putih dan halus. Mungkin karena perawatan yang dia lakukan.

Tiga bulan menjalin hubungan, akhirnya aku sepakat untuk melamarnya, dengan adanya acara besar-besaran, acara tunangan pun akan dilaksanakan.

Tepat malam ini, harusnya aku menemui Salsa, gadis cantik, meski dia lebih cantik dari Vita. tubuhnya yang ramping, tinggi kulit putih hidung mancung, namun Vita mampu membuat hatiku berpaling padanya.

Aku memberi pesan bahwa aku tak dapat menemuinya, meski aku tahu ada balasan namun tak ku hiraukan, aku segera menyimpan benda pipihku ke dalam saku celana dan melanjutkan acara yang akan dimulai.

Om Ryan dan Tante Siska sudah memulai membuka pembicaraan,

"Baiklah, semua sudah kumpul. Maka kita mulai saja acara pertunangan Vita Lusarry Putri dengan Hendra sekarang saja. Karena ini mungkin berlangsungan dengan lamaran juga maka saya sebagai Ayah dan Ibu'nya Vita, mempersilahkan kedua pasangan untuk segera bertukar Cincin." ucap Om Ryan, yang mewakili semua rangkaian dalam momen ini. Aku pun langsung menggandeng tangan Vita sebagai mana Raja memperlakukan Permaisurinya.

"Vita Lusaary Putri, maukah kamu menjadi istriku dan Ibu dari anak-anakku." ucapku lantang seraya bersimpuh dihadapan Wanita cantik yang sudah mampu mengalihkan rasa setiaku.

"Aku mau Mas, aku menerima mu menjadi calon suami dan calon anak-anakku." Vita menerima lamaranku, sambil tersenyum manis. Dia menggenggam kedua tanganku dan meraihnya.

Kami pun bertukar cincin, sebagai tanda bahwa kami sudah menjadi calon yang ikrar.

"Nak Hendra, semoga kamu bisa menjaga anak saya dengan baik, dia putri kami satu-satunya." pinta om Ryan sambil menepuk pundakku lalu memelukku.

"Baik om, saya akan menjaga Vita sebisa dan semampu saya."

"Bagus, silahkan lanjut lagi acara kalian, Om mau menemui Mbak, kamu." Om Ryan pun berpamitan, yang langsung ku angguki.

Ku lihat Om Ryan berbincang dengan Mbak Azmi dan Mbak Ajeng, mereka terlihat sangat akrab.

Namun, saat ini kenapa tiba-tiba perasaanku tak enak, mengingat aku belum memberikan kembali kabar pada Salsa. Aku pun bermaksud menghubunginya dan berpamitan pada Vita agar bisa meghubungi Salsa.

"Sayang, tunggu sebentar disini. Aku ada perlu sedikit." kataku meminta ijin pada Vita.

"Ok, jangan lama-lama, sayang."

Aku pun berlalu, ku coba menghubungi Salsa, namun sudah beberapa kali tak dapat ku hubungi ponselnya.

Hingga puluhan kali ku hubungi namun tetap saja tidak bisa, bahkan pesan pun tidak ada yang terbalas satu pun.

"Mas." panggil seseorang yang tak lain adalah Vita.

"Eehh, i-iya sayang," aku yang terlihat kaget dan gugup saat kedatangan nya yang tiba-tiba. Hampir saja ponselku jatuh karena terkejut.

"Kamu ngapain, kok disini... Bukannya tadi ada keperluan." tanyanya yang membuatku semakin tergugup.

"Anu, aku tadi habis menghubungi teman, ya teman. Tadinya aku ingin memberi tahu soal pertunangan kita, namun malah susah dihubungi." dustaku pada gadis yang telah menatap ku dengan kecurigaan.

"Ohk, ya sudah ayok masuk tamu pada mau pulang... masa kamu malah gak ada." ajaknya sambil merangkul dan menggandeng tanganku.

"Baiklah sayang."

Acara pun sudah selesai, semua tamu undangan sudah hampir pulang semua. Hanya tinggal kerabat dan saudara, aku pun ikut bergabung dengan mereka.

🌶️🌶️🌶️

Pov Winda

"Kenapa perasaanku seperti tak enak seperti ini, Ibu dan Ayah juga belum pulang, bagaimana kalau mereka pulang mengetahui Salsa tidak ada." gumamku setelah melihat adikku Salsa pergi bersama lima pria.

Namaku Dinda, aku adalah kakak dari seorang wanita karir yang sukses. Salsa adalah adikku satu-satunya, meski aku sering dibilang cuek dan jarang bicara. Namun kasih sayangku pada Adikku sangatlah besar, sama halnya dengan Ayah dan Ibu.

Usiaku sudah jalan 25 tahun, dan Salsa sudah jalan 23 tahun. Hanya selisih 3 tahun saja, kadang ada yang bilang kembar tapi beda karena pribadi kami yang terlalu jauh.

Ting tong

Tepat pukul 23:30 aku mendengar suara bel berbunyi, ku kira Salsa ternyata Ayah dan Ibu yang baru pulang

"Ibu sama Ayah kemana dulu sih, jam segini baru pulang. Salsa juga tuh jam segini belum pulang juga, dihubungi juga tak bisa." ucapku mengadu pada Ayah dan Ibu.

"Apa, Salsa belum pulang? Memangnya kemana dia Din, Ibu sama Ayah ada kerjaan mendadak makannya telat pulang!" terdengar suara Ibu menanyakan kemana Salsa pergi, namun tak ku gubris dan terus berlalu ke kamar.

"Yah, ini gimana Salsa belum pulang. Ibu dari tadi khawatir, Ibu sudah mengajak Ayah pulang dari tadi tapi Ayah, terus sibuk dengan kerjaan. Ibu takut Salsa kenapa-kenapa, perasaan ibu nggak enak yah." terdengar suara Ibu yang berbicara dengan ayah, rasa cemas dan khawatir sungguh terlihat diwajah Ibuku.

Mungkin Ibu kuat batinnya, sehingga dia tahu bagaimana perasaan putrinya.

"Sudahlah Bu, mungkin menginap dirumah Dian. Kan itu sudah biasa." jawab Ayahku.

Namun, Ibu bergeming. Mungkin mengkhawatirkan Adikku, mereka sangat sayang kepada kami. Bahkan jarang sekali mereka pulang terlambat, namun malam ini... Ahh entahlah,

Malam semakin larut, Salsa masih belum juga kembali. Aku semakin khawatir, entah dimana dia sekarang, biasanya kalau menginap dia akan memberikanku kabar. Namun sekarang ponselnya pun tak bisa ku hubungi.

Hu hu hu hu

Terdengar suara seseorang menangis, siapa yang menangis malam-malam seperti ini. Apa Ibu belum tidur memikirkan Salsa. Aku pun hendak beranjak keluar kamar, namun sesaat pintu terbuka aku melihat sekilas bayangan melewati pintu kamar ku.

"Ehh... apa itu barusan?" gumamku lalu mengikuti arah kepergiannya.

"Bu?" namun tidak ada tanda adanya seseorang, rumah sudah sepi.

"Ibu, Ayah, apa itu kalian!" panggilku lagi.

Ku buka pintu utama, lalu ku tatap sekeliling.

Deg!

"Salsa, kamu ngagetin kakak aja. Kenapa baru pulang jam segini kakak khawatir tahu gak." saat hendak masuk kembali kedalam, tanpa sengaja ku lihat Salsa sudah duduk di kursi.

Namun dia sama sekali tak menjawab. Bahkan yang biasa nya cerewet pun kini dia diam. Ku lihat wajahnya, seperti pucat pasih tatapannya pun terasa dingin.

"Sa, kamu sakit. Badan mu dingin sekali?" tanyaku yang hanya di balas dengan gelengan kepala saja.

"Dinda ngapain kamu diluar malam-malam, ngobrol sama siapa kamu?" tiba-tiba Ibu dan Ayah menghampiri.

"Ini bu, Sal-" aku menggantung ucapanku, kala ku lihat Salsa sudah tak lagi berada ditempatnya.