2 Bab 2 Kedatangan Tamu

Sedang asik menyatap makanan, tiba-tiba bi Maria datang menghampiri Papa sambil berbisik.

"Suruh mereka kesini, Bi. Biar sekalian makan siang bareng. Kebetulan makanannya juga sangat banyak, langsung suruh kesini saja, Bi."

Aku penasaran, siapa yang datang. Hingga Papa menyuruh Bibi untuk mengajak tamu itu makan siang bersama.

"Siapa, Pa? Kayaknya teman dekat deh. Sampek diajak makan siang segala." Mama juga terlihat penasaran dengan tamu yang datang hari ini.

Aku melanjutkan makanku yang sempat terhenti. Sedangkan Gavriel tetap memainkan pesawat terbang yang baru dibelikan Papa minggu lalu. Hingga beberapa detik kemudian tamu yang dipersilahkan oleh Papa datang. Aku menoleh kebelakang saat Papa menyapa seseorang yang berjalan menuju meja makan

"Hai, Pras. Ayo kemarilah! Kita makan sama-sama."

"Aku merasa tak enak, datang langsung membuat kalian repot saja." Ucap orang yang tadi Papa panggil Pras.

Papa dan dia bepelukan, seperti seorang teman lama yang sudah lama tak berjumpa. Begitu pula dengan Mama dan istri dari orang tadi. Aku terpaku melihat gadis kecil seumuran dengan Gavriel, rambutnya dikuncir dua dan memakai kacamata. Tampaknya dia pemalu, menyembunyikan dirinya dibelakang Ibunya.

Papa mempersilahkan orang itu duduk disampingnya, sedangkan istrinya duduk berhadapan dengan Mama. Perempuan kecil itu tetap memegang tangan Ibunya erat, seolah takut dengan keadaan sekitar. Ia menatap Gavriel yang tetap asik bermain sambil disuapi Ibu. Sepertinya gadis ini, ingin berteman dengan Gavriel.

"Tak masalah, aku dan istriku sama sekali tak merasa direpotkan sama sekali. Justru aku sangat senang, bisa berjumpa dengan teman lama. Hahaha."

"Ya, kita memang sudah sangat lama tidak bertemu, Yasa. Kamu tau sendiri bukan, dulu setelah lulus SMA aku harus mengejar Ningrum ke Kalimantan agar bisa mendapatkan cintanya. Saat Ningrum menerimaku, aku memutuskan untuk menetap disana. Dan sekarang, kami sudah memiliki seorang putri. Hahaha."

"Tentu saja aku ingat, kamu begitu mendambakan Ningrum saat itu. Oh ya, berapa lama kamu akan ada disini, biar ku persiapkan kamar untuk kalian berdua dan juga putri kalian."

"Tidak perlu, Yasa. Tujuanku dan Mas Pras kesini untuk menjalankan bisnis yang cabangnya di daerah ini. Jadi, kami sudah membeli perumahan untuk tinggal. Tepat dikiri jalan rumah ini." Istri dari om Pras menjelaskan bahwa dia akan menetap disini. Sepertinya, mereka adalah teman SMA. Hingga terlihat sangat dekat dan akrab.

"Wah, bagus sekali Ningrum. Kita bertetangga, kamu bisa setiap hari berkunjung kesini. Akhirnya, aku memiliki teman ngerumpi lagi. Hihi."

Mama juga tak kalah menanggapi ucapan istri dari teman Papa. Aku hanya melihat mereka bergantian, bukan menikmati makanan yang ada. Mereka malah lebih asik berbincang-bincang, tertawa bahkan menceritakan hal-hal dimasa lalu.

Selesai makan, aku memutuskan untuk pergi ke kamar. Lelah rasanya, setelah mendekam setengah hari di gudang. Aku ingin tidur dan melepas lelah. Toh, aku masih kecil tak mungkin aku ikut pembicaraan mereka orang dewasa. Aku berjalan menghampiri Papa, untuk berpamitan ke kamar. Jika bilang pada Mama, mungkin ia tak akan peduli. Apalagi kejadian pagi tadi, aku yakin Mama masih marah padaku.

"Pa, Jo mau ke kamar dulu, ya! Mau tidur, Jo lelah." Papa menoleh ke arahku, tak ada respon. Papa hanya memegang tanganku.

"Oh ya, aku jadi lupa untuk mengenalkan anak-anak padamu, Pras. Perkenalkan, ini anakku Jonathan. Dan yang disamping istriku, namanya Gavriel. Mereka beda dua tahun saja. Jo, salim dulu sama Om Pras dan tante Ningrum, Ya!" Papa menyuruhku untuk menyalami kedua tamu Papa. Aku berjalan mendekati Om Pras dan Istrinya.

"Hai, Om, Tante. Aku Jonathan. Om dan Tante bisa panggil aku, Jo." Aku mengenalkan diriku sembari mencium tangan mereka berdua."

"Wah, pinter ya anaknya! Jo umur berapa sekarang?" Tante Ningrum mencubit pipiku pelan.

"8 tahun Tante." Ucapku sambil tersenyum.

"Gavriel, sini sayang. Salim sama Om Pras dan Tante Ningrum Ya!" Gavriel yang dipanggil oleh Papa, berjalan menghampiriku dan bersalaman dengan Om Pras, juga istrinya. Dia tak memperkenalkan diri, hanya berlalu saja. Maklumlah, dia masih bocah 6 tahun yang belum tau apa-apa.

"Dan ini putriku, namanya Viola. Dia ini sangat pemalu dan tak pandai bergaul dengan orang baru. Sepertinya, Gavriel dan Viola seumuran kalau tidak salah." Om Pras menoleh pada putrinya yang bernama Viola itu. Dia menunduk, dan tetap memegang lengan Tante Ningrum.

"Viola, sini sama Daddy. Kita kenalan sama teman baru Viola. Mas Jonathan dan Gavriel ya!"

Viola mengangguk dan berjalan menuju daddynya. Bersalaman denganku dan Gavriel, setelah itu mencium tangan Papa dan Mama. Selesai mengenalkan diri dan bersalaman dengan Om Pras, dan Tante Ningrum aku berlalu dari hadapan semua orang yang masih asik mengobrol dimeja makan.

***

Ku rebahkan tubuhku diatas kasur yang empuk. Selama 8 tahun ini, aku hidup berkecukupan tanpa kekurangan apapun. Kedua orang tuaku kaya raya, mereka memiliki beberapa bisnis yang dijalankan semenjak aku belum dilahirkan kedunia ini. Tapi, sayangnya aku kekurangan kasih sayang dan perhatian dari Mama, dia lebih menyayangi Gavriel dari pada aku. Meskipun Papa bilang sikap Mama seperti itu, karena aku lebih tua dari Gavriel, tetap saja aku merasa cemburu.

Pernah suatu ketika sekolahku mengadakan study tour ke kebun binatang, namun Mama tak ikut waktu itu. Dengan alasan, tak ada yang menjaga Gavriel di Tk tempat ia belajar. Padahal, saat Tk saja, Mama tak pernah menjagaku di sekolah. Aku hanya diantar dan dijemput oleh supir pribadi di rumahku. Saat itu semua orang tua anak-anak lainnya ikut. Terutama Ibunya, Mama menyuruh Bi Ningsih yang ikut mendampingiku. Di rumah terdapat tiga orang pembantu, satu untuk bagian memasak, satu untuk bagian membereskan rumah, dan satu lagi untuk menyiapkan keperluanku dan Gavriel. Bi Ningsih yang memiliki tugas untuk menyiapkan keperluanku saat itu, sedang Mama sering kali menyiapkan keperluan Gavriel jika ia tidak sedang pergi ke toko Fashion miliknya. Aku sangat sedih, melihat teman-temanku semuanya bergembira dengan Ibu mereka masing-masing. Sedangkan aku, hanya ditemani pembantu.

Kadang aku berfikir, mengapa Mama membedakan kasih sayangnya padaku dan Gavriel. Kami sama-sama anaknya, tapi aku seperti dianak tirikan oleh Mama. Sekolah saja, aku disekolah yang biasa. Tak memiliki rating atau kualitas yang menurutku biasa saja, sedangkan Gavriel selalu disekolahkan di tempat elite layaknya anak orang kaya lainnya.

Aku ingin hidup seperti Gavriel yang begitu sempurna, memiliki fasilitas yang ia mau, dituruti semua keinginannya, mendapat kasih sayang yang melimpah dari Mama dan Papa. Gavriel juga sering kali dibanggakan didepan para kolega ataupun teman-teman Papa dan Mama, meskipun dia tak pernah mendapatkan juara apapun di sekolah. Beda denganku, sejak masih di Tk aku memang berprestasi. Aku rajin dalam belajar, dengan niatan untuk bisa mendapatkan perhatian yang lebih dari Papa dan Mama. Tapi, tetap saja tidak. Hanya Papa yang terlihat bangga padaku, sedangkan Mama tampak biasa saja.

Gavriel adalah anak yang suka usil, terutama padaku. Sering kali, aku diusili olehnya. Namun, Mama tak pernah memarahinya. Lain halnya denganku, Setiap kali aku mengusili Gavriel pasti Mama langsung marah besar. Apalagi, jika sampai dia menangis. Aku menyayangi Gavriel begitupun sebaliknya. Aku berharap suatu saat Mama bisa adil padaku dan Gavriel, meski aku tak tau. Apakah semua itu bisa terjadi.

avataravatar
Next chapter