1 Flip Out Cafe : Lamaran Yang Gagal

Sore itu pukul lima, belum banyak pengunjung memadati kursi-kursi kayu yang sudah ditata rapi oleh para pelayannya. Memang sedikit turun rintik, tapi biasanya tak menyurutkan minat para muda-mudi untuk bermalam minggu di kedai kopi itu.

Raja dan Teya, merupakan sejoli yang datang pertama sesaat setelah pelayan membalik tulisan closed menjadi open. Jaket Teya sedikit basah sama halnya seperti Raja. Mereka bersamaan melepas jaketnya lalu menyampirkannya di sandaran kursi di sebelah mereka masing-masing. Duduknya berhadapan menunggu pelayan datang menyodorkan buku menu.

"Aku pesen roti bakar sama coklat panas aja, Beb," ucap Teya menunduk memperhatikan ponsel miliknya.

"Ya udah deh, aku jamur krispi aja. Biar kita bisa icip-icip, hehe.." balas Raja yang juga mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya.

Pelayan datang membawa buku menu dan secarik kertas untuk mencatat pesanan. Sebelum buku menu diserahkan, Raja sudah menyebutkan apa yang menjadi pesanan mereka berdua. Seketika disertai anggukan oleh sang pelayan, suara krincing dari bel pintu kafe berbunyi. Ketiganya menoleh pada arah yang sama, namun diabaikan oleh sang pelayan kemudian.

"Bram!" panggil Raja pada pengunjung yang baru datang itu.

Bram tersenyum menoleh ke asal suara mendapati Raja tengah mengangkat tangannya, melambai memanggil dirinya. Setelah menurunkan lipatan celananya, Bram berjalan mendekati bangku di sudut tempat Raja dan Teya berada.

"Maaf lama, Bro," sapanya pada sang kakak sepupu, kemudian menyalami Teya yang menyambutnya dengan senyum.

"Kita baru nyampe kok, dek. Santuy! Di luar deres gak?" sapa Teya.

"Enggak sih, kak ... gerimis aja. Tapi celanaku basah kena cipratan air gara-gara mobil sialan," sekali lagi Bram menepuk-nepuk celananya yang terkena basahan air bercampur sedikit lumpur yang menempel.

"Haha, makanya modal dong deekkk, beli mobil sanaaa ... kok suka banget sih kemana-mana naik motor," timpal Raja dengan bibir dimiring-miringkan mengolok sang adik sepupunya.

"Malas ah, kayak anak manja aja. Lagian naik motor kalau motor gede juga keren kok."

Teya menimpali sanggahan Bram, "bener dek ... biar bisa sekalian tepe-tepe ya? haha.."

"Haha, kak Teya paling bisa! Ngerti aja isi pikiran cowok!"

"Ya dooongg.. kalau gak ngerti, mana mungkin kakakmu bisa nempel terus sama aku. Hahaa ... ya kan, Beb?" Teya mengerling manja.

Raja melengos sebal mendengar cuitan pacarnya. Tapi memang benar, selama ini Teya paling mengerti dirinya di antara deretan perempuan yang pernah jadi daftar gebetannya. Dengan Teya pula dia paling lama menjalin status berpacaran. Sebelumnya, hubungan Raja dengan mantan-mantannya hanya mentok di hitungan bulan bahkan pernah juga mingguan.

"Iyaa dehh ... yang calon manten," tandas Bram acuh sambil menyeruput air mineral yang dibawanya dalam botol plastik.

Raja hanya tersenyum simpul melirik Teya, disusul raut memerah sang kekasih karena tak menduga akan mendapat kejutan manis di hari jadi mereka yang kedua.

"Kita akan menikah, Beb?" desak Teya menggoyang-goyangkan tangan Raja.

"Ah, dasar Bram songong! Jadi gak surprise lagi kan," dengusnya kesal.

"Hahaa, lho maaf Bro, aku kira kak Teya sudah tahu kalau kamu akan melamar dia."

"Hedeehhh, ya belom, kan cincinnya kamu yang bawa, bego!"

Teya menyimak perdebatan yang menggelikan di antara kakak beradik itu. Kejutan Raja dikacaukan oleh Bram dan itu membuat Raja kelabakan menutupi rencananya. Teya berusaha tampak tenang dan santai, dia tak ingin terlalu heboh begitu tahu Raja akan melamarnya.

"Hahaa.. m- maaf, aku lupa. Aku keseringan nongkrong bareng kalian sih, jadi lupa kalau kali ini aku datang membawa tugas penting, haha ... duh bodohnya aku!" tawa Bram lepas tak henti-hentinya, bulir air matanya tak tertahan.

Teya mengulum senyum menatap Raja yang memaki kesal. Dia sebenarnya belum terlalu memikirkan soal pernikahan, namun jika Raja memintanya maka dia tak akan menolak tentu saja.

"Sudahlah, Beb.. its Okay," kembali tangan Teya terulur mengusap punggung tangan kekasihnya.

"Awas kamu, Bram!" gerutu Raja masih kesal.

"Jadi ... mau ngomel terus?" sindir Teya melirik juga ke arah Bram yang mulai bisa menenangkan tawanya.

"Ya, Beb, kepalang basah sudah ketauan. Jadi rencananya, uumm..." Raja melirik manja ke arah Teya yang tengah berbinar menunggunya melanjutkan kata.

"Aku akan melamarmu hari ini, ya ... aku tahu kamu gak bakal nolak, kan?" lanjut Raja penuh percaya diri, menatap mantap Teya pujaan hatinya.

Teya tersenyum. Hatinya bagaikan kebun bunga yang sedang bermekaran. Dia mengangguk pelan, tak menyadari pipinya mulai basah karena haru.

"Hei, kamu menangis?" usap Raja lembut.

Hening tercipta. Bram membuang mukanya ke arah lain, memberikan ruang pribadi bagi sejoli di sebelahnya.

"Ehem ... nih, Bro." Bram kemudian berdiri setelahnya.

Sebuah kotak kaca kecil berlapis bludru biru tua diletakkan di meja. "Seenggaknya bisa tunggu aku pergi dulu, kek. Diihhh.."

Bram melengos pergi bersamaan dengan pelayan meletakkan pesanan mereka di meja. Di luar hujan turun mendadak lebat. Bram mengerem langkahnya, putar balik menatap Raja yang melanjutkan momen romantisnya dengan Teya.

"Shit!" pekiknya pelan.

Ponsel Bram bergetar, dia meniliknya sekilas lalu memasukkannya kembali dalam waist bag hitam yang dia tenteng.

"Bro!" teriakannya membuyarkan fokus Raja.

"Anj ...!" makiannya tertahan. Teya dengan cepat membungkam mulut Raja. "Beb, kebiasaan ihh.."

Bram melangkah mendekati Raja yang lagi-lagi kesal karena ulah sepupu tengilnya itu. "Paan lagi!"

"Deres ternyata ... hehe ... pinjam mobil ... hehe ... mau jemput Gia."

"Ih, ni anak! Beneran anj ...!" Teya mencubit lengan Raja tidak dengan lembut kali ini.

"Kasih lah, Beb. Kita kan masih lama di sini lagian. Gak buru-buru kan, jadi hujan reda kita bisa balik pake motor Bram."

Raja tak benar-benar kesal pada Bram, dia hanya merasa terganggu karena rencananya bubar jalan akibat kebodohan anak yang tak mau disebut manja itu.

"Sekali lagi kamu bikin rusuh ..." ancam Raja yang ditepis sekali lagi oleh Teya.

"Bawa dek, udah buruan," senyum Teya menyodorkan kunci mobil pada Bram mendapat lirikan tajam dari Raja.

"Ughh anak itu! Nyesel aku nyuruh dia tadi. Cuma disuruh ambilin cincin, bayarannya minta pinjem mobil."

"Bebi ... gak capek ngomel terus? Hey ... look at me! Memangnya aku ada masalah kalo kita naik motor? Justru seru, bisa kebut-kebutan sambil peluk kamu dari belakang."

"Bukan gitu juga, anak itu udah ngerusak momen kita. Duuaaa kalii!"

"Haha, Bebi, keep calm! Yuk, lanjut makan!"

Dddrrtt-

Ponsel Raja bergetar. Nama 'Bramanta' tertera dengan huruf kapital di layar.

"Tuh kan! Bencana bener tuh anak!"

"Biar aku yang angkat, okey! ... Halo, Bram?"

"..."

"Haha ... duh maaf ya, Raja kayaknya lupa. Itu di sebelah kanan setir ada tombolnya, tinggal ditekan aja."

"..."

"Haha, masih empet banget dia sama kamu. Jadi aku yang disuruh terima telpon. Gimana, bisa?"

"..."

"Ah, okey deh. Makasi ya, Bram. Iya ... hati-hati."

Raja menunggu, dia ingin tahu apa yang disampaikan oleh Bram dan dibalas tawa oleh Teya.

"Bensinnya habis, hahaa, hmmpff, malu-maluin aja kamu!"

"Ha?" Raja membuka lebar mulutnya. Dia betul-betul lupa mengisi bahan bakar. "Terus, Bram isi bensin di pom oren, kan?"

"Kagak! Di pinggir jalan, haha.. udah mogok soalnya."

"Aargghh! Mobilkuuu...!" Raja menjambak rambutnya gusar disusul tawa keras Teya.

***

avataravatar
Next chapter