5 Pertikaian

Raka tidak peduli jika gendang telinganya pecah akibat suara teriakan Kiya yang tidak juga berhenti. Dia masih berjalan melewati pohon-pohon tua yang menjulang tinggi. Raka melirik Kiya yang sedang mengangkat tangannya, menutupi mulutnya yang menguap, lalu perlahan menyandarkan kepalanya ke dada Raka.

"Kalau ngantuk tidur aja!"

Kiya menggeleng, sesekali dia mendongak ke atas untuk melihat Raka yang tidak terlihat keberatan menggendongnya. Bayangan tentang Raka yang jahil digantikan dengan Raka yang romantis. Kiya sering mendengar dari Mahasiswa lain bahwa Raka sering sekali menjalin hubungan dengan cewek yang berbeda-beda. Dia yakin bahwa Raka termasuk ke dalam daftar cowok yang harus dihindari. Kiya tidak ingin merasakan sakit hati untuk yang kedua kalinya.

Kiya menggeleng sambil tertawa kecil, merasa heran dengan pemikirannya sendiri. Dia menguap lagi dan melirik ke Raka yang masih fokus pada jalanan di depannya. Matanya mulai terpejam, sampai akhirnya menutup, membawa ruhnya berpindah ke alam mimpi.

"KIAAA..., RAKAAA...,"

Suara teriakan dari teman-teman kelompoknya terdengar bergema. Raka segera mencari asal suara di sekelilingnya, namun batang hidung teman-temannya tidak ada di dalam penglihatannya.

Kiya yang merasa tubuhnya terguncang didalam gendongan Raka akhirnya terbangun. "Rak," Raka menunduk menatap manik mata Kiya yang masih terlihat kantuk. "Turunin gue, ya?" pintanya.

Raka mengangguk lalu perlahan melepaskan lutut Kiya hingga menginjak tanah. Kiya langsung berdiri, namun rasa sakit masih sedikit terasa dikaki sebelah kanannya.

"Kaki kamu gakpapa kan?" tanyanya.

Kia menggangguk-anggukan kepalanya.

"Bisa jalan, kan?"

"Bisa, kok!!" Kiya melangkah kecil, menciptakan jarak diantara mereka.

"Ayo, sayang. kapan?" Raka menaik-turunkan alisnya. "Habis pulang dari sini, ya?"

Sejenak Kiya terdiam, matanya menyipit menatap Raka. Tangan kanannya terulur mencubit perut Raka.

"Sakit, sayang." Raka meringis kesakitan.

"Bodo amat!"

Alan berjalan mendekat dari belakang tubuh Raka, Kiya langsung berdiri tegak mengalihkan pandangannya dari Raka. "Oh bagus, ya! kalian dari tadi dicariin tapi malah disini berduaan."

Kiya pun melotot. "Enggak kak, dia nih yang culik gue kesini." gerutunya.  "Bawa gue pergi jauh-jauh dari makhluk aneh itu, Kak," tangan Kiya terangkat lalu menunjuk wajah Raka. Saat Raka ingin menggigit jari telunjuk Kiya yang mengarah didepannya, Kiya sudah berlari ke belakang tubuh Alan untuk meminta perlindungan.

Raka terkekeh pelan. "Gila lo, Rak, di apain anak orang?"

"Cuma icip-icip dikit."

Kiya menatap Raka tajam. Raka segera menutup mulutnya sendiri, menghindari amukan dahsyat dari Kiya.

"Ya udah, sana lanjutin jalannya! kelompok kalian lagi pada nungguin dibawah pohon itu." Alan menunjuk segerombolan Anggota Mapala yang sedang duduk memijat-mijat kakinya yang diluruskan ke depan.

"Iya, Kak," Kiya segera berlari meninggalkan Alan dan Raka berdua.

"Cari tempat yang aman dikit lah untuk berbuat mesum, Rak,"

Raka menjitak kepala Alan pelan. "Otak lo mesum!"

"Halah, udah sampe bibir tapi didiemin, menghayati banget. Hahaha..." Alan tertawa kecil, lalu berlari menyusul Anggota Mapala yang sudah melanjutkan perjalanannya kembali.

Sialan banget, liat dari mana dia? Dalam hati Raka bertanya.

***

Kiya menghela nafas. "Wah keren banget nih," Kakinya menginjak bebatuan besar yang di bawahnya mengalir air jernih. Kiya sampai di air terjun Gunung Slamet. Dia sangat mencintai alam semesta yang tuhan ciptakan. Suasana yang tenang, membuat Kiya semakin betah berada di tempat-tempat indah. Berbeda dengan kakak-kakaknya, Bimo juga satu universitas dengannya namun dia lebih memilih untuk ikut kegiatan yang berhubungan dengan olah raga.

Raka berjalan ke arah Kiya yang sedang berdiri ditepian air terjun. Saat Raka sudah berada tepat dibelakang tubuh cewek itu, tangannya melingkar pada pinggang ramping Kiya.

"Cieee romantis banget."

"Ah, gila! Kak Raka so sweet banget sih!"

"Ceweknya kegatelan!"

"palingan juga cuma mainan barunya Kak Raka."

Kiya melepaskan cengkraman tangan Raka dengan kesal. Saat mendengar perkataan beberapa Anggotanya, dia merasa muak dan telinganya menjadi panas. "Lepasin gak!"

"Iya, enggak lepasin kok."

"Cari gara-gara, ya!" Kiya memberontak dalam dekapan Raka yang semakin erat.

Kiya nampak berpikir sejenak. Ide gila terbesit dalam pikirannya, dia ingin mengerjai Raka. Kiya menyeringai, lalu matanya dibiarkan terpejam dan tubuhnya ambruk didalam dekapan Raka.

"Kiya," Raka membiarkan pahanya untuk menopang kepala Kiya. "Sayang, bangun dong!" raut wajahnya menampakkan kekhawatiran yang mendalam kepada Kiya.

"KIYA!" Riri berlari menghampiri Raka dan Kiya yang sedang berada dalam dekapan Raka. "Kak, diapain Kiya nya?" Raka menggeleng tanpa menoleh ke arah Riri. Riri menepuk-nepuk kedua pipi Kiya dengan maksud agar Kiya segera tersadar dari pingsannya.

Raka menepis tangan Riri yang berada di kedua pipi Kiya. "Heh jangan dipukulin dong Kiya nya, nanti dia kesakitan pas bangun!" ujarnya.

"Aku janji deh gak akan ganggu kamu kaya tadi. Kamu kecapekan? Aku gendong lagi, deh." ceracau Raka.

Kiya menahan tawanya, matanya masih dibiarkan terpejam. "bbh—bbh—bhahaha..." Kiya terbahak-bahak sambil memegang perutnya karena sedikit sakit akibat tertawanya yang berlebihan.

"Lucu ya lo," Riri menempeleng kepala Kiya.

"Iya, lucu. Hahaha..." Kiya memelankan tertawanya. "Makanya gue ketawa, kan? Hehehe..." ujarnya.

Dengan gerakan cepat Raka mendekat dan menangkap pinggang Kiya, lalu menggelitikinya membuat Kiya tertawa lebih kencang karena merasa kegelian. "Ampun, hahaha..."

Raka memandang Kiya yang sudah tidak bertenaga, lalu menghentikan aktivitas jari-jarinya pada pinggang Kiya. "Jangan nakal makanya!" Raka mengerucutkan bibirnya membuat Kiya terkekeh.

"Lagian siapa suruh peluk-peluk gue?"

"Inisiatif." jawab Raka datar sambil menggeser tubuhnya menghadap depan.

"Kalian debat mulu deh, kaya Gubernur aja." celetuk Riri yang kemudian meringis akibat toyoran Kiya. "Awas lo ya, gue laporin ke Kak Doni ganteng!" Kiya membalas dengan memberikan juluran lidahnya.

"Gue gak mau punya Kakak ipar kaya lo!"

Raka mencoba menengahi, "Dari pada berisik ribut melulu mending foto, yuk?" ajaknya sambil menarik tangan Kiya agar bangun dari duduknya. Raka merogoh kantong kecalanya lalu mengeluarkan handphone dan menyerahkannya pada Riri. "Fotoin ya, cantik."

Riri berdecak kesal. "Kerjaan sampingan dimulai." Katanya yang membuat Kiya terkekeh.

Sebuah tangan terulur dan merangkul bahu Kiya dengan tiba-tiba. Raka berdiri disampingnya. Kiya melotot kaget ke arahnya. Suara foto sudah diambil berbunyi.

"Wuih... bagus nih pemandangannya. Ganti gaya!" kata Riri sambil memiringkan handphone Raka digenggamannya.

Kiya merebut paksa handphone Raka ditangan Riri lalu melihat layar ponselnya dan sudut bibirnya terangkat saat melihat kamera pada handphone Raka membuatnya terlihat lebih....cantik? tangan Kiya terulur dan memberikan handphonenya kepada Riri. "Fotoin lagi, Ri," serunya.

Raka tertawa melihat tingkah Kiya yang terkadang suka berubah-ubah. Raka mengingat saat wajah Kiya yang memerah karena marah kepadanya saat merangkul bahu Kiya beberapa waktu lalu. Tapi sekarang, Kiya bahkan tidak menunjukan lagi ekspresi tidak sukanya, membuat Raka semakin yakin bisa mendapatkan hatinya. Raka melirik lagi ke Kiya yang sedang tersenyum lebar sambil mengangkat kedua tangannya tinggi. Suara foto sudah diambil berbunyi lagi, lagi dan lagi seiring dengan tubuh Kiya dan Raka yang berubah-ubah dan ekspresi nya yang juga sesekali berubah.

avataravatar
Next chapter