webnovel

Sweet Moment

Written by : Siska Friestiani

Dear Husband, I Love You : 2021

Publish Web Novel : 16 April 2021

Instagram : Siskahaling

*siskahaling*

Note : Jangan lupa baca cerita ku, CINTA KONTRAK KERJASAMA ya. Terima kasih...

*siskahaling*

Rio mendudukkan Ify di kursi begitu sampai di meja makan. Setelah dirasa istrinya nyaman, Rio baru duduk di kursinya sendiri. Disamping Ify.

Pagi ini, setelah melewati perdebatan panjang, akhirnya Ify diperbolehkan untuk ikut sarapan dibawah. Padahal, Rio sudah meminta Bi Imah untuk mengantarkan sarapan ke kamar. Tapi dasarnya Ify keras kepala, akhirnya mau tidak mau Rio mengiyakan walaupun dengan berat hati.

"Tangan, Abang kenapa? Kok di perban gitu" tanya Oci mengalihkan perhatian Manda dan Zeth yang tengah menyantap sarapannya. Lalu ikut melihat tangan kanan Rio yang diperban.

"Nonjokin tembok, buat nguji kekuatan jari tangan" jawab Rio asal.

"Mama, tuh lihat, Abang kalau ditanya ja--"

"Makan dulu sayang" ucap Reza menyela, tangannya sudah siap menyuapkan sesendok bubur ayam, Oci langsung menerimanya. Semenjak hamil entah kenapa ia jadi terlalu manja, tidak mau makan jika tidak disuap Reza. Suaminya.

"Kamu mau sok kuat nonjokin dinding?" Manda ikut membuka suara. Sedangkan Zeth memilih diam.

"Ma, ini tuh nggak papa" Rio menunjukkan tangannya yang di perban.

"Nggak papa kok sampai di perban gitu" cibir Manda. Rio hanya terkekeh, Mama-nya dan istrinya sungguh serupa jika sedang seperti ini.

"Kok tumben sarapannya bubur ayam?" tanya Rio saat Bi Imah meletakkan semangkuk bubur ayam di depannya.

"Oci lagi pingin bubur ayam" jawab Manda. Rio mengangguk mengerti.

"Sayang" panggil Rio, Ify menoleh.

"Kenapa?"

"Aku susah makan karena tanganku di perban gini" adu Rio, Ify mendengus.

"Terus?"

"Kalau kamu suapin kayaknya nggak papa deh" Rio mendorong mangkuk bubur ayam-nya ke Ify.

"Salah sendiri, punya tangan buat nonjokin tembok" ucap Ify, Rio cemberut.

"Sayang. Ini beneran susah aku makannya"

"Manja" cibir Oci. Rio mendengus, lalu menatap Oci tajam.

"Eh, sadar diri Dek. Nggak sadar kamu makan juga disuapin Reza"

Oci mengerucut, kesal.

"Loh, Gar? Hanum mana?" tanya Zeth yang pertama kali menyadari kedatangan Edgar dengan Citra di gendongannya.

"Maaf ya Om, aku nggak bisa ikut sarapan dibawah. Hanum demam, jadi aku harus nemenin Hanum, Om" jawab Edgar lalu mendudukkan Citra di kursi khususnya.

"Loh bukannya semalam Hanum baik-baik aja?" tanya Manda terkejut.

"Aku juga nggak tau, Tante. Tadi malam waktu aku cari Hanum, aku nemuin Hanum di halaman belakang lagi nangis" jelas Edgar, membuat semua orang yang di meja makan mengernyit bingung kecuali Rio.

Ify yang mengingat sesuatu manatap Rio dengan tatapan meminta penjelasan. Rio hanya mengedikkan bahunya acuh.

"Edgar minta tolong jagain Citra sebentar ya, Tan. Edgar mau ke kamar dulu" pinta Edgar yang langsung di iyakan oleh Manda.

"Yaudah, kamu minta Bi Imah antar sarapan ke kamar" ucap Manda yang diangguki setuju oleh Edgar.

Sepeninggalan Edgar, semua kembali melanjutkan sarapannya.

"Citra makan dulu ya" ucap Manda lembut. Citra menggeleng, air mata menggenang di matanya.

"Nenek yang suapin, mau?" Lagi gadis kecil itu menggeleng.

"Citra mau sama Mama" ucap Citra yang seketika itu langsung menangis.

"Mama lagi istirahat sayang. Citra sama Nenek dulu ya, Nak" Citra masih menolak bahkan tangisnya semakin kencang.

Zeth bangkit dari kursinya. Lalu menggendong Citra yang memberontak di gendongannya.

"Citra mau sama, Mama" isak Citra yang Zeth abaikan, namun tangannya mengusap punggung kecil Citra, menenangkan.

"Kakek ada cerita baru, Citra mau dengar?" tawar Zeth, seketika tangis Citra berhenti, dengan isakan yang tersisa.

"Cerita tentang Pangeran yang mau menyelamatkan Tuan Putrinya yang di culik sama penyihir" lanjut Zeth dan Citra kini menatapnya fokus.

"Jadi, pada zaman dahulu..." Zeth mulai bercerita sembari membawa Citra keluar dari ruang makan.

"Kalian lanjutin aja sarapannya ya. Mama mau nyusul Papa sama Citra" pamit Manda lalu menyusul suaminya sambil membawa mangkuk bubur ayam milik Citra.

*Siskahaling*

"Kamu kenapa sih sayang. Diem aja dari tadi" ucap Rio memeluk tubuh Ify dari belakang.

Ify membalikkan tubuhnya, menatap Rio dengan tatapan ingin tau.

"Kenapa Mbak Hanum ada di halaman belakang juga?" tanya Ify akhirnya menyuarakan kegelisahannya.

Rio terbungkam.

"Aku tau, kamu nemuin Mbak Hanum kan tadi malam di halaman belakang?" tanya Ify semakin mendesak.

"Aku cuma--"

"Sudah berapa kali aku bilang, Yo. Aku yang ceroboh, Mbak Hanum nggak sengaja malam itu" potong Ify sebelum Rio menyelesaikan ucapannya.

"Dia sengaja" Rio mendesis marah "Dia sengaja Fy, dia sengaja" ulang Rio lagi.

"Dari mana kamu tau kalau Mbak Hanum sengaja, Hmm?" tanya Ify lembut, mengusap wajah Rio mencoba meredakan amarah suaminya.

"Kamu bahkan nggak lihat kronologinya bagaimana"

"Karena aku tau gimana Hanum sebenarnya!" pekik Rio marah. Nada bicaranya meninggi. Ify bahkan sampai tersentak kaget.

"Aku tau perempuan itu sengaja. Aku tau dia mau nyelakain kamu. Aku tau... Aku tau..." nafas Rio tersengal. Dadanya terlihat jelas naik turun untuk mengambil nafas.

"Aku tau semuanya, Ify. Aku tau" lirih Rio dengan wajah menunduk. Membayangkan Hanum yang akan menyakiti Ify kembali berputar di kepalanya. Tidak, tidak ada yang boleh menyakiti istrinya. Tidak Hanum, bahkan dirinya sendiri sekalipun.

"Sayang..." panggil Ify menangkap wajah Rio agar menatapnya.

"Aku nggak papa. Aku disini sama kamu Yo. Aku baik-baik aja" Rio mengangguk, lalu menyandarkan kepalanya di bahu Ify.

"Kamu harus baik-baik aja Ify. Aku nggak akan biarin siapapun nyakitin kamu"

"Iya, aku akan baik-baik aja. Aku akan baik-baik aja karena ada kamu" ucap Ify sambil mengusap puncak kepala Rio. Entah kenapa, Rio selalu bersikap berlebihan, bahkan ketika ia terluka sedikit saja.

"Aku mau kamu" ucap Rio random. Ify mengernyit bingung.

"Aku mau kamu, sayang" ulang Rio sambil mengecup leher Ify. Memberikan gigitan gigitan kecil disana.

Tubuh Ify menegang. Ia tau apa yang diinginkan suaminya. Apakah sekarang waktunya? Bisakah ia mempercayai Rio sekarang?

Rio semakin gencar menyesap leher Ify, bahkan meninggalkan bekas kemerahan disana. Ify sampai harus menggigit bibir bawahnya. Mencoba menahan desahan atas sensasi baru yang Rio berikan.

Rio menghentikan kegiatannya. Kini hazelnya menatap Ify dengan tatapan sayu, meminta izin.

Ify tersenyum sebelum akhirnya mengangguk mengizinkan. Ya, Ify akan memberikannya sekarang. Memberikan apa yang seharusnya memang menjadi hak suaminya.

Rio mencium bibir Ify ketika mendapat lampu hijau dari istrinya. Mencium lembut dengan penuh perasaan. Seolah Rio menyampaikan bahwa pria itu begitu mencintainya.

Ify mengerang mendapat perlakuan lembut dari Rio. Ify membuka mulutnya memberikan akses bebas untuk Rio agar lebih leluasa.

Sementara Rio menyesap bibirnya, Ify mengalungkan tangannya di leher Rio, mempercayai Rio sepenuhnya jika pria itu tidak akan menyakitinya.

"Yoo...." lirih Ify frustasi. Rio tersenyum melihat Ify yang begitu responsif akan sentuhannya.

"Yes, Dear" jawab Rio semakin gencar melakukan aksinya hingga sampai di dada lembut milik Ify.

"Katakan, katakan apa yang kamu inginkan sayang" Rio kembali menggoda benda lembut itu dengan remasan jarinya. Ify semakin kelimpungan. Rio benar-benar memberi sensasi baru yang belum pernah ia rasakan.

"Aku nggak akan berhenti sayang. Sekalipun kamu memohon nanti. Aku tidak akan berhenti melakukannya" ucap Rio terengah lalu membuka seluruh pakaian yang menutupi tubuh keduanya.

Ayo, kita tinggalkan Rio dan Ify dengan kegiatannya. Biarlah mereka menikmati waktu yang sudah mereka nanti dari sekian lama.

*siskahaling*

Terima kasih buat yang udah baca, semoga suka ya.

See you next chapter guysss....

Next chapter