webnovel

DAYS WITH MY UNEXPECTED BOSS

Aku melihatnya. Dada bidang dengan punggung yang lebar di balik jas hitam menawannya. Sepasang manik elangnya yang menatap tajam dan senyum manis di bibirnya, membuatku bergetar. Gerakan tangannya saat membenarkan dasi di lehernya, aku ingin menggantikannya. Memakaikan dasi di lehernya, menatap rahang kokohnya dari dekat, mengecup bibir tipisnya. Kau begitu menawan, Bos.

KuroyukiRyu · Urban
Not enough ratings
32 Chs

Chance [Part A]

"Ughh, hoamm~"

Entah apa yang membuatku bangun lebih pagi, bahkan jam bekerku belum berdering. Tumben sekali.

Aku menguap sekali lagi sebelum berganti posisi menjadi terduduk, lalu menggaruk rambutku yang berantakan. Mataku mengerjap beberapa kali saat melihat pukul berapa sekarang. Pukul setengah enam pagi.

Oh, bekerku biasanya berdering satu jam kemudian. Aku mencoba memejamkan mataku kembali, lebih baik tidur satu jam lagi saja. Lumayan beberapa menit daripada terbuang percuma.

'Tik-tok.'

'Tik-tok.'

'Tik-tok.'

Dahiku mengerut, aku tetap terjaga setelah sepuluh menit mencoba kembali tidur, tapi tak kunjung terlelap. Malah bunyi jarum jam yang begitu jelas membuatku semakin terjaga.

Aku mengubah posisiku, berbaring miring sambil membawa guling dalam pelukan, dan dengan tidak jelasnya menduselkan wajah di sana. Membayangkan itu dada Adam.

Serius. Aku tidak bercanda.

Kesal tidak dapat kembali tidur, aku benar-benar bangun lagi dan turun dari ranjang. Mencuci wajah sebentar sebelum mengambil langkah menuju dapur. Aku tidak pernah memadamkan lampu ruangan lain kecuali kamarku saat tidur, jadi aku tak perlu repot menyalakan lampu di mana-mana saat hari masih gelap.

Aku membuka kulkas, menuang segelas jus jeruk dan membawanya ke meja makan.

Menatap tanpa alasan ke arah kursi kosong di depanku, lalu merengut tiba-tiba.

Bagaimana tidak, aku teringat lagi hari kemarin. Masih tidak terima kalau bosku sudah bertunangan. Aku telat melamar kerja di sana! Aku telat mengenal Adam lebih awal!

Kalian pasti bertanya-tanya kenapa aku bisa tergila-gila dengan bosku sendiri yang bahkan belum kukenal sampai satu bulan, benar bukan?

Karena, tidak perlu alasan untuk menggilainya. Hahahaha.

Kalau kalian menganggapku gadis aneh, aku tidak peduli. Ah, mungkin jari tengahku yang peduli.

"Pagi-pagi kepalaku sudah berasap!" aku mendengus sebal sebelum meneguk habis jus jerukku. Kalimat Luna pada Samantha belum selesai terngiang di otakku sejak kemarin.

"Seharusnya aku cari pacar saja, biar lupa!"

Daripada duduk melamunkan tunangan orang, aku memilih menyiapkan sesuatu untuk sarapan dan makan siang hari ini. Karena aku pekerja baru, aku belum digaji. Jadi, aku harus irit karena kiriman dari Mommy dan Daddy sudah berkurang sejak mereka tahu aku sudah bekerja. Mereka hanya membayarkan sewa apartemenku saja.

Aku menyiapkan beberapa lembar selada, tomat, mentimun, dan keju. Tidak lupa menggoreng empat daging asap dan memanggang delapan lembar roti tawar. Aku akan membuat roti isi, satu untuk sarapan dan tiga sisanya untuk makan siang. Kutambahkan salad buah juga nanti.

Ya, setidaknya ada dua atau tiga hari dalam seminggu aku memakai menu dietku.

Semenjak aku tinggal sendiri di New York, aku terbiasa masak sendiri. Tidak sering, tapi masakanku juga tidak payah. Hanya tidak pernah membuat kue-kue ataupun sebagainya.

Dagingku nyaris matang saat pemanggang roti berbunyi. Bodohnya aku malah langsung mengambil roti dan mengusunnya dengan selada, tomat dan timun lebih dulu. Ketika teringat belum mengangkat dagingku, itu sudah setengah gosong di sana. Tidak parah gosongnya, tapi tetap saja membuat beberapa sisinya berwarna hitam.

Ah, kuletakkan keju tepat di atasnya saja, menutupi bagian yang gosong. Selesai.

Aku menyantap satu roti isi untuk sarapan, sisanya kumasukkan ke kotak bekal. Menyusunnya serapi mungkin seperti yang Mommy lakukan.

Waw, aku menatap puas pada kotak bekal tiga tingkatku. Tiga roti isi dan salad di kotak atas. Ini membuatku teringat saat masih sekolah, Mommy tidak pernah lewat membuatkanku bekal.

Satu jam awalku sudah habis. Jadi, aku mulai bersiap untuk pergi ke kantor. Karena suasana hatiku tidak sebagus kemarin, aku memilih pakaian serba hitam seperti akan menghadiri pemakaman.

Ya, pemakaman hatiku. Jika kalian bisa melihatnya, kalian pasti akan melihat pemakaman yang gersang. Habis terbakar cemburu kemarin.

Hari ini aku tidak lagi menaiki taksi, aku akan mengendarai mobilku sendiri. Aku baru ingat, taksi malah membuatku tidak hemat, sial.

Aku tiba di Blue Pacific Properties pukul sembilan lewat tujuh menit dan aku menemukan Adam sudah di kursinya lebih dulu. Ia tidak melakukan apa-pun, ia tertidur bersandar pada kursi besarnya. Aku jadi bertanya-tanya apakah itu merupakan kebiasaannya atau semalam ia tidak tidur karena terjaga menjaga ibunya.

Sekali lagi, aku belum lama bekerja di sini, mana mungkin tahu segala kebiasaan bosku.

Aku melirik jam dan ke arah pintu, memastikan tidak ada yang akan masuk. Hatiku berkata agar aku duduk manis saja di kursiku dan menunggu jam kerja dimulai. Tapi, otakku malah memberi perintah agar mendekat ke arahnya. Ke arah bosku.

Dan otakku menang.

Sekarang aku berada satu langkah di sampingnya, menunduk dengan bertumpu tangan pada lutut. Diam-diam mengintip wajah lelapnya dari samping.

'Glup!'

Sial, bosku tampan sekali meskipun nampak lelah dalam tidurnya.

Aku memandangi kelopak matanya, teringat kemarin tatapan yang redup dan memerah. Melihatnya sedekat ini, baru kutahui Adam memiliki bulu mata yang cukup panjang. Perlahan pandanganku turun ke hidung bangirnya, lalu ke bibir tipis merah alaminya yang sangat kusuka saat ia tersenyum. Dagunya mulus tanpa janggut atau kumis di rahang atasnya.

Memang banyak pria tampan di luar sana yang tidak kalah dari Adam, tapi entah mengapa Adam yang membuatku betah memandangnya.

Lalu, aku mendapati dasi di lehernya tidak rapi, berbeda dari biasanya. Mungkin asal dipakai saat bersiap.

Otakku tahu apa yang harus dilakukan, tapi aku masih menahan diri.

Aku berdebat dengan otakku dan berakhir kalah.

Kedua tanganku bergerak secara alami menjangkau dasinya, dan aku menahan napas. Menarik sedikit sisi belakangnya agar tidak terlihat kendur, kemudian memperbaiki letaknya agar tepat di tengah.

Namun, belum selesai tanganku di sana, suara serak menyebut namaku.

"Jessy?"

Aku terkejut, spontan menoleh ke wajahnya yang sudah menatapku bertanya. Tanganku masih memegang dasinya.

Napasku tercekat, dan brengseknya otakku berhenti bekerja. Cepat-cepat aku menyelesaikan apa yang tertunda, membuat Adam menunduk ke bawah.

Selesai. Aku segera menarik tanganku dan berdiri.

"M-maaf, saya hanya memperbaiki dasi Tuan yang berantakan."

Aku tidak ingin dicap sebagai asisten yang kurang ajar. Tapi, aku sudah bertindak kurang ajar.

Adam tidak mengatakan apapun, malah ia memijat dahinya. Ah, pasti ia heran dengan kelakuanku. Itu pasti!

Aku mengumpati otakku dengan seribu kata umpatan.

Adam masih tidak menanggapiku, seperti ada sesuatu yang mengganggunya.

Tanya atau tidak, ya. Batinku bimbang. Jelas saja karena aku masih malu.

Oh, tapi bosku nampak sedang tidak baik-baik saja.

"Tuan, Anda tidak apa-apa?"

Kapalanya mendongak menatapku lagi, ada ringisan samar yang kudengar.

"Tidak apa, aku hanya sedikit pusing." ia menjawabnya sembari menggeleng pelan.

"Apa Tuan belum sarapan?"

Biar kuberitahu, itu otakku yang berspekulasi. Sok tahu sekali memang.

"Ya, aku tidak sempat makan apapun setelah dari rumah sakit."

Wow, otakku memang benar. Sekarang malah berpikir ini adalah kesempatan emas.

"Apa Anda ingin makan sesuatu? Saya membawa beberapa roti isi."

Ya, kesempatan emas ini tidak boleh kulewatkan sia-sia.

"Tidak apa, Jessy. Aku baik-baik saja." Adam menolak, mungkin enggan merepotkan atau tidak ingin terlihat lemah.

"Saya tidak bisa membiarkan Anda dalam keadaan seperti ini. Sebagai asisten Anda, saya juga bertanggung jawab untuk memastikan Anda dalam keadaan baik-baik saja." Bosku terdiam. Sebenarnya aku tidak tahu apakah jabatanku memiliki peran seperti itu. Pasalnya aku hanya asisten kantornya saja, bukan asisten hidupnya!

"Baiklah, terima kasih, Jessy."

Kalian pasti tahu bagaimana perasaanku. Jelas saja luar biasa sumringah senang. Rasanya ingin menyebar kelopak bunga-bunga mawar.

"Ah, kau bisa berbicara informal jika tidak ada pekerja lain. Terdengar kaku jika kau menggunakan bahasa formal, aku jadi tidak bisa merasa akrab dengan asistenku sendiri."

Tunggu, tunggu-

Jadi, Adam ingin akrab denganku?!

Dewi Fortuna, apakah dia serius?!

Kupu-kupu dalam perutku bertambah dua kali lipat.

"Ahahah, baik, Bos." Aku menyahutnya jenaka sambil mengambil kotak bekal di mejaku, lalu membawanya ke meja Adam.

"Kalau kau ingin salad, aku juga memilikinya." Bagai seorang istri yang menyiapkan santap pagi untuk suaminya, aku menghidangkan tiga kotaknya di hadapan Adam.

Oh, yeah. Aku tidak peduli kalau ia adalah tunangan orang.

"Makanlah selagi pekerjaan belum dimulai." Astaga, aku tak bisa mengontrol senyum lebar di wajahku. Jika Adam melihat, mungkin aku bisa dipandang gila olehnya.

Adam menatap setiap kotak bekalku, ia seperti juri yang tengah menilai penampilan masakanku.

Tidak bisa kubilang masakan juga, aku hanya menyusunnya tanpa menambahkan bumbu khusus.

"Ini kau yang membuatnya sendiri?"

'Iya, sayang. Itu spesial penuh cinta untukmu,' hati kecilku ingin menjawab begitu.

"Ya, aku membuatnya tadi pagi," Adam mengangguk-angguk mengerti.

"Burger?" Adam mengambil roti yang hanya ada satu di kotaknya, menatap roti isiku penuh selidik.

"Ya, kubuat burger tanpa roti bulatnya."

Aku tidak menyesali bangun pagiku hari ini. Ternyata Dewi Fortuna masih menyayangiku.

"Baiklah, aku makan, ya." Aku mengangguk cepat sebagai tanda mempersilakan. Terlalu antusias sampai aku lupa kalau ada sisi yang gosong.

"Maaf kalau ada rasa pahit-"

"Ada bagian yang gosong, ya-"

Kami berbicara bersamaan, namun aku masih jelas mendengar apa kalimatnya.

Adam sangat peka. Padahal waktu kumakan di rumah, rasa pahitnya tidak terasa karena kalah dengan saus dan kejunya.

Aku menyengir malu, "Aku sempat lupa mengangkat dagingnya sebelum gosong."

Tidak selalu masakanku buruk, itu hanya terjadi kebetulan di beberapa kali karena kecerobohanku.

"Hahaha, tidak apa. Setidaknya ini yang menolong pagiku."

Aku lupa berapa umurku, di dekat Adam aku selalu merasa kembali seperti remaja yang baru jatuh cinta.

Ia manis dan jujur.

"Akan kupesankan kopi untukmu. Kau suka kopi apa?" Memang lucu sekali diriku sampai lupa tentang minuman untuk bosku yang sedang sarapan.

"Biasa saja, mereka sudah tahu."

Benar, bagian pantry pasti sudah hafal apa yang disukai si bos besar.

"Baiklah, tunggu sebentar."

Aku kembali ke mejaku, menelpon bagian pantry untuk membawakan apa yang disebut 'biasa' oleh Adam, dan pekerja pria di sebrang sana memang sudah paham.

Tanpa perlu berlama-lama, segelas kopi hitam dibawakan oleh pekerja pria dari pantry. Ia menyuguhkannya di depan Adam yang sudah menghabiskan setengah roti isiku.

.

.

.

- To be continue -

Jessy mudah meleleh karena Adam, ya hahaha. Tingkahnya langsung berubah jadi remaja baru puber lagi. Pft.

Sampai jumpa di Part B, jangan lupa tinggalkan jejak komentar dan review kalian yaa^^

Terima kasih.

KuroyukiRyucreators' thoughts