1 KENCAN

"Menunggu lama?" Helena menepuk lembut bahu seorang pria yang tengah duduk.

Pria itu mendongak hingga mata keduanya bertemu. "Tidak. Aku baru datang," ucap Kai kemudian.

Helena mengangguk singkat lalu duduk di kursi. Dua insan itu berhadapan dan saling tatap, dengan meja bundar sebagai penyekat.

Tatapan keduanya teralih saat salah seorang pelayan pria menghampiri. Ia menata pesanan di atas meja dengan sopan. Setelahnya, pelayan tersebut pergi meninggalkan dua Kopi Iran, serta sepiring cookies beragam rasa dan bentuk.

Helena tersenyum tulus, "Kau sudah memesannya, aku senang sekali."

Senyuman Kai tak bisa ditahan lagi. Rasanya sangat gemas hingga dirinya ingin mengacak-acak rambut sang pacar. Entah kenapa, senyum Helena ialah candu bagi Kai.

Cafe langganan tempat Helena dan Kai berkencan sangat nyaman dengan gaya Eropa Klasik yang indah dipandang. Dinding cafe terbuat dari bata berwarna merah polos. Harum rempah-rempah menguar memenuhi ruangan, ditambah kehangatan dari tungku yang menjadi penghangat suhu alami.

"Apa jadwalmu padat?" tanya Kai memulai pembicaraan.

"Ya, sangat. Sebentar lagi aku akan comeback," jawab Helena yang kemudian mulai menyeduh teh–nya. "Bagaimana denganmu?

Kai mengangguk sembari menyandarkan punggungnya di kursi. "Sibuk seperti biasa. Banyak acara dan pemotretan yang harus aku hadiri."

"Ngomong-ngomong, Kopi Iran di sini sangat nikmat. Berbeda dengan cafe lainnya," ucap Helena memuji betapa nikmat Kopi Iran yang ia seduh.

Sebelumnya, Helena memang belum pernah mencoba Kopi Iran. Ia hanya menyukai minuman berbahan dasar susu. Karena itu kesukaannya.

Setelah menjalin hubungan dengan Kai, berulah Helena pertama kali mencoba Kopi Iran. Bahkan mungkin Kopi Iran sudah menjadi minuman kesukaannya mengalahkan olahan susu. Kai juga yang mengajak Helena ke cafe klasik ini.

"Hei?"

Kai tersentak menyadari bahwa dirinya tadi sempat melamun. "Oh? Ah, ya. Kopi Iran di sini memang berbeda dari yang lain."

Helena mengangguk-angguk sembari tersenyum. Tidak ingin jika hubungan antar keduanya menjadi canggung.

"Lihat ke luar jendela. Saljunya mulai turun." Seperti seorang anak kecil, Helena menunjuk jendela yang berada tepat di antara dirinya dan Kai. Meja yang dipesan Kai berada dekat di ujung tembok, dengan sebuah jendela sederhana terpajang.

"Hm?" Menuruti apa yang Helena katakan, Kai menengok ke arah jendela di sampingnya.

Salju perlahan-lahan turun menutupi jalanan kota. Sinar jingga seperti bukan penghalang bagi salju tuk menumpuk. Beberapa anak berlari kecil menuju tumpukan salju yang telah menggunung. Mereka tertawa dan bersorak senang. Seorang anak mulai membuat bola-bola salju dengan tangan mungilnya, lalu melempar ke sembarang arah dengan gembira. Baju tebal hangat yang mereka gunakan membuat pergerakan terbatas. Berjalan pun harus pelan-pelan seperti penguin kecil yang imut nan lucu. Anak-anak tersebut mulai bermain lempar-lemparan bola salju di samping jalan kota. Sebelum akhirnya, seorang wanita paruh baya menghampiri dan mengajak anak-anaknya itu pulang.

"Mereka lucu sekali," gumam Helena tanpa ia sadari.

"Ya."

Waktu kembali berjalan, keduanya mulai bercerita sembari menyeduh teh dan menikmati cookies. Akhir tahun membuat Helena dan Kai sibuk, hingga mereka tak sempat untuk sekedar jalan-jalan. Berkencan dengan Helena pun, Kai perlu mengosongkan sedikit jadwal serta menyewa cafe ini. Sedangkan Helena, dirinya menunda beberapa pekerjaan dan akan menyelesaikannya di malam hari.

"Kita tidak boleh berlama-lama, aku akan mengantarmu pulang," ujar Kai setelah semua cookies dan teh habis tak tersisa.

Helena mengangguk. Waktu 30 menit sudah lebih dari cukup bagi keduanya tuk sekedar melakukan kencan sederhana.

Wanita itu mulai memakai topi musim dingin dan syal tebal menutupi leher. Sedangkan Kai lekas menutupi kepalanya dengan topi hitam yang sengaja hampir menutupi mata. Helena dengan pakaian tebal, sementara Kai dengan hoodie hitam.

Kai menggenggam tangan Helena, menggandengnya keluar dari cafe. Keduanya berjalan terburu-buru menuju sebuah mobil hitam yang terparkir di depan cafe. Kai membukakan pintu mobil untuk Jennie, kemudian kembali mengitari mobil dan masuk ke dalamnya. Pintu mobil ditutup rapat, Kai menghela napas lega.

Sejenak Kai terdiam. "Aku harus mengantarmu ke mana?"

Terkadang, Kai menjadi pria yang lucu. Helena selalu menahan tawa ketika mendapati pria itu linglung. "Di Jalan Jangmi."

"Baiklah, aku akan mengantarmu," ucap Kai sebelum akhirnya mulai menghidupkan mesin mobil dan melajukannya.

***

Malam ini merupakan malam yang sibuk bagi Helena. Waktunya telah hilang untuk berkencan, sehingga ia harus mengganti pekerjaan yang tadi belum terselesaikan.

Namun, wanita itu tidak menyesal sama sekali. Berkencan dengan Kai sangat menyenangkan. Dia adalah orang yang dingin, sama seperti Diana. Mungkin karena hal tersebut, keduanya merasa nyaman.

Tadi, di perjalanan pun tidak ada obrolan di antara Helena dan Kai. Mereka lebih menyukai sesuatu yang damai dan tenang.

"Jadwal yang ada di hari ini telah selesai semua, Helen." Oh Hyun Seok—manajer Helena memberitahu.

Seorang pria paruh baya yang telah berusia 40–an tahun. Beliau telah menjadi manajer Helena selama hampir sembilan tahun. Hyun Seok merupakan sosok ayah yang mencari nafkah untuk keluarganya.

Dua anak laki-laki, dan satu anak perempuan. Serta seorang istri yang dicintai.

Tidak hanya itu. Hyun Seok adalah ayah saat berada di dekat Helena. Selalu memperhatikan dan menyayangi Helena seperti putri kandung.

"Baik. Terimakasih untuk hari ini, hari-hari lalu, dan kedepannya, Hyun Seok *Oppa." Helena melemparkan senyuman ramah dari kursi penumpang tengah.

*Oppa, merupakan panggilan dari seorang perempuan untuk lelaki yang lebih tua darinya

Sedangkan di kursi pengemudi, Hyun Seok membalas, "Saya sudah tua, kenapa masih dipanggil Oppa? Helen bisa memanggil saya Haraboji."

*Haraboji, sebutan 'Paman' dalam bentuk formal

Helena tertawa pelan. "Bagaimana bisa saya memanggil Hyun Seok Oppa dengan sebutan itu? Mungkin lebih baik Ahjussi daripada Haraboji. Hyun Seok Oppa, 'kan, sangat dekat dengan saya. Lagipula, saya sudah memanggil Hyun Seok Oppa selama sembilang tahun. Akan sangat terasa asing jika saya mengganti panggilan tersebut."

Hyun Seok ikut tertawa dengan masih fokus menyetir mobil. Ia seperti laki-laki paruh baya yang sehat. "Saya jadi merasa muda."

"Itu karena saya." Helena menanggapi.

Jika saja ini disiarkan secara live. Mungkin Helena akan menjadi trending di puluhan negara.

Bagaimana bisa seorang solois dengan sebutan 'Princess Ice' itu berbicara panjang lebar dengan manajer–nya?

"Ah, ya!" Helena mengambil benda pipih dari dalam tas brand ternama miliknya.

Wanita tersebut lupa mengecek aplikasi chatting. Di sana, sebuah nama kontak yang dicari tertera.

'Kim Jaeh–hyun'

Itu adalah nama lengkap dan asli Kai. Beberapa idol menggunakan nama panggung yang dibuatnya sendiri. Namun, beberapa juga lebih menyukai nama asli mereka yang akan dijadikan nama panggung.

Seperti Helena.

Nama aslinya, Helena Kim.

"Oh? Dia langsung mengirimkannya." Helena tersenyum memandangi layar benda pipih tersebut. Terlihat sebuah foto Helena sedang berada di bawah salju yang berjatuhan. Kai yang memfoto–nya. Pria itu baru saja mengirimkan foto tersebut ke nomor Helena.

Helena langsung mengetikkan sebuah balasan.

[Terimakasih.]

avataravatar
Next chapter